Sukses

Harta Indrasari Wisnu Wardhana, Dirjen Kemendag Tersangka Ekspor Minyak Goreng

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana ditetapkan sebagai tersangka kasus minyak goreng. Ia tercatat memiliki harta Rp 4,4 Miliar.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana ditetapkan sebagai tersangka kasus minyak goreng. Ia tercatat memiliki harta Rp 4,4 Miliar.

Mengutip Laporan Harta Kekayaan Penyelanggara Negara (LHKPN), total kekayaan yang dimiliki Dirjen Kemendag ini adalah Rp 4.487.912.637. Ini mengacu laporan saat ia menjabat sebagai staf ahli bidang iklim dan hubungan antar lembaga Kemendag. Laporan ini tertanggal 19 Maret 2021.

Rinciannya, harta tanah dan bangunan sebesar Rp 3.350.000. Tanah dan Bangunan Seluas 290 m2/200 m2 di Tangerang Selatan Rp. 750.000.000. Kemudian Tanah dan Bangunan Seluas 60 m2/21 m2 di Bogor senilai Rp. 100.000.000. Lalu, tanah dan Bangunan Seluas 204 m2/221 m2 di Tangerang Selatan Rp. 2.500.000.000.

Kemudian, alat transportasi sebesar Rp 445.500.000. Terdiri dari Motor Honda Scoopy Tahun 2016 senilai Rp. 10.500.000. Dan mobil merek Honda Civic Tahun 2017 senilai Rp 435.000.000.

Kemudian, harta bergerak lainnua senilai Rp 68.200.000, kas dan setara kas senilai Rp 872.960.609. Wisnu juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 248.747.972.

Jadi Tersangka

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Indrasari terjerat kasus mafia minyak goreng, yakni dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Selain Indrasari, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya, sehingga total ada empat tersangka yang ditetapkan Kejagung dalam kasus minyak goreng ini.

"Tersangka ditetapkan empat orang. Yang pertama pejabat eselon I pada Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direkrut Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan," tutur Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Tersangka Lainnya

Secara rinci, keempat tersangka adalah Indrashari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup, Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia dan, PT selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.

Menurut Burhanuddin, ketiganya tersangka dari pihak perusahaan telah secara intens berusaha mendekati Indrashari agar mengantongi izin ekspor CPO.

"Padahal perusahaan-perusahaan itu bukanlah perusahaan yang berhak melakukan impor," jelas dia.

Keempat tersangka pun langsung dilakukan penahanan di dua tempat berbeda. Indrashari Wisnu Wardhana dan Master Parulian Tumanggor ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, sementara Stanley MA dan PT di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

"Selama 20 hari ke depan terhitung hari ini," Burhanuddin menandaskan.

3 dari 4 halaman

Kejagung Periksa 5 Pejabat Kemendag Terkait Kasus Mafia Minyak Goreng

Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa lima pejabat dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait kasus mafia minyak goreng, dalam hal ini dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021-Maret 2022.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (12/4/2022).

Kelima pejabat Kemendag yang diperiksa adalah Demak Marsulina selaku Subbidang Tanaman Tahunan Kemendag, Ringgo selaku Ketua Tim Bidang Perkebunan Kemendag, dan Sabrina Manora selaku Anggota Verifikator Kemendag.

Kemudian Farid Amir selaku Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan di Kemendag dan Fadro selaku Anggota Verifikator Kemendag.

"Mereka diperiksa terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022," kata Ketut.

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menaikkan status penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022 dari penyelidikan ke penyidikan.  

4 dari 4 halaman

Sesuai Perintah Penyidikan

Hal itu sesuai dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Kuhusu Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 4 April 2022.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, penyidik sebelumnya telah melakukan kegiatan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022.

"Selama penyelidikan telah didapatkan keterangan dari 14 orang saksi dan dokumen/surat terkait pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022. Dari hasil kegiatan penyelidikan, maka ditemukan perbuatan melawan hukum," tutur Ketut dalam keterangannya, Selasa (5/4/2022).

Ketut merinci dugaan tindak pidana yang dilakukan yakni dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO. Antara lain PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) dan PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) yang tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI.  

"Kesalahannya adalah tidak mempedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) sehingga dan harga penjualan didalam negeri (DPO) melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya, di atas Rp 10.300," jelas dia.

Kemudian, lanjut Ketut, disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan Persetujuan Ekspor (PE).

"Akibat diterbitkannya Persetujuan Ekspor (PE) yang bertentangan dengan hukum dalam kurun waktu 1 Februari sampai dengan 20 Maret 2022 mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng," Ketut menandaskan.  Â