Sukses

Harga Minyak Anjlok 5 Persen Usai IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Harga minyak mentah Brent turun 5,22 persen. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga turun 5,2 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah jatuh 5 persen pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Sentimen penekan harga minyak adalah pernyataan dari International Monetary Fund (IMF) yang memangkas pertumbuhan ekonomi dunia dan juga memperkirakan bahwa angka inflasi bakal melambung.

Mengutip CNBC, Rabu (20/4/2022), harga minyak dunia tetap turun meskipun produksi minyak dari organisasi negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya atau biasa disebut dengan OPEC+ lebih rendah dari target. Seharusnya, jika produksi rendah maka harga akan naik.

OPEC+ memproduksi 1,45 juta barel per hari (bph) di bawah targetnya pada Maret, karena produksi Rusia mulai menurun menyusul sanksi yang diberlakukan oleh negara-negara Barat. Hal ini diungkap dalam laporan dari aliansi produsen yang dilihat oleh Reuters.

Rusia memproduksi minyak mentah sekitar 300 ribu barel per hari di bawah targetnya pada Maret. Seharusnya, Rusia memproduksi minyak mentah sebesar 10,018 juta barel per hari.

Harga minyak mentah Brent turun 5,22 persen menjadi USD 107,25 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga turun 5,2 persen ke level USD 102,56 per barel.

IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global hampir persen penuh. Hal ini dipengaruhi oleh invasi Rusia ke Ukraina. Selain itu, IMF juga memperingatkan bahwa inflasi sekarang menjadi bahaya yang jelas dan sudah terlihat di banyak negara.

Prospek bearish menambah tekanan harga minyak setelah dolar AS menyentuh level tertinggi dua tahun. Dolar AS yang lebih kuat membuat komoditas yang dihargai dalam mata uang AS itu lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Hal ini tentu saja mengurangi permintaan.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Tekanan Inflasi

Presiden Bank Sentral AS St. Louis James Bullard mengatakan pada hari Senin bahwa inflasi AS terlalu tinggi. Ia melihat bahwa ada kasus suku bunga bisa meningkat menjadi 3,5 persen pada akhir tahun untuk memperlambat apa yang sekarang disebut inflasi tinggi.

Analis Price Futures Group Phil Flynn mengatakan, perkiraan pertumbuhan IMF yang lebih rendah, bersama dengan cadangan minyak strategis yang turun menyebabkan kegugupan di pasar.

Kekhawatiran atas pertumbuhan permintaan sudah menjadi fokus setelah jajak pendapat Reuters awal pada hari Senin menunjukkan persediaan minyak mentah AS kemungkinan telah meningkat minggu lalu.

Ekonomi China melambat pada bulan Maret, memperburuk prospek yang sudah melemah oleh pembatasan COVID-19 dan konflik di Ukraina.

Namun, permintaan bahan bakar di China, importir minyak terbesar di dunia, dapat mulai meningkat karena pabrik bersiap untuk dibuka kembali di Shanghai. 

3 dari 3 halaman

IMF: Dunia Sedang Jalani Krisis di Atas Krisis

Sebelumnya, International Monetary Fund (IMF) mengungkapkan kondisi dunia global saat ini. Saat ini disebut dunia menghadapi keadaan krisis yang berlapis.

Yakni, ditengah upaya bangkit dari dampak negatif pandemi covid-19, tantangan lainnya dengan adanya perang Rusia-Ukraina.

"Kita saat ini mengalami krisis, secara sedernaha, kita menghadapi krisis di atas krisis," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam Outlook Ekonomi Global disiarkan YouTube IMF, dikutip Sabtu (16/4/2022).

Pada poin pertama, kata dia, dampak dari pandemi terhadap ekonomi global. Yang awalnya tumbuh keatas, kini harus terhenti dan bahkan melambat. Buktinya, saat ini pandemi belum usai, masih diprediksi penyebaran terus terjadi kedepannya.

Kristalina menilai, bisa jadi kedepannya akan ada varian baru dari Covid-19 atau persebaran yang lebjh mudah terjadi. Sementara, dari sisi ekonomi, kssenjangan masih terjadi dan semakin tinggi antara negara kaya dan miskin.

Kedua, invasi Rusia terhadap Ukraina mrnyebabkam tekanan terhadap ekonomi global. Serangan itu menyebabkan lebih dari 11 juta penduduk Ukraina pergi dari negaranya.

"Dampak ekonomi dari perang itu bergerak sangat cepat ke negara tetangga dan sekitarnya. Banyak orang dengan pendapatan rendah sulit mengakses peningkatan harga pangan dan energi dunia," terangnya.