Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan, pengeluaran negara untuk subsidi BBM dan LPG bocor hingga mencapai Rp 24,8 triliun sampai Maret 2022.
Kenaikan harga minyak dunia imbas Konflik Rusia Ukraina terpaksa membuat pemerintah merogoh kocek lebih untuk subsidi dua komoditas tersebut.
Baca Juga
Menurut Sri Mulyani, pengeluaran untuk subsidi BBM dan LPG pada kuartal pertama tahun ini melonjak hingga dua kali lipat lebih dibanding periode sama 2021 lalu.
Advertisement
"Realisasi subsidi BBM capai Rp 3,2 triliun, tahun lalu hanya Rp 1,3 triliun," terang Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (20/4/2022).
Kondisi serupa turut dialami subsidi untuk LPG, dimana hingga Maret 2021 jumlahnya hanya sebesar Rp 10,2 triliun. Untuk tahun ini angka subsidinya sudah mencapai Rp 21,6 triliun.
"Jadi kita lihat bantalan sosial yang lindungi tekanan karena lonjakan harga energi dunia membuat belanja untuk subsidi naik dua lipat. LPG juga naik lebih dari dua kali lipat, Rp 21,6 triliun," sebutnya.
Belanja Kementerian
Adapun hingga Maret 2022, belanja angaran pemerintah sudah mencapai Rp 490,6 triliun. Jumlah tersebut sekitar 18,1 persen dari total APBN yang dialokasikan pada 2022 ini.
Sri Mulyani mengatakan, belanja kementerian/lembaga mencapai Rp 150 triliun, atau 15,9 persen terhadap APBN.
Sementara belanja non-kementerian/lembaga mencapai Rp 164,2 triliun atau 16,4 persen dari APBN. Sedangkan transfer ke daerah dan dana desa telah terealisasi Rp 176,5 triliun, atau 22,9 persen.
Bendahara Negara menyebut, belanja pemerintah yang mencapai Rp 490 triliun ini terutama untuk pembayaran gaji tunjangan, karena itu pasti rutin setiap bulannya.
"Namun juga dilakukan untuk mendukung program-program kementerian/lembaga. Mulai dari pengadaan peralatan mesin, juga program bantuan sosial dari pemerintah yang mengalami kenaikan. Nanti akan terlihat makin nyata pada bulan April," tuturnya.
Advertisement
Bukan ke Komoditas, Subsidi BBM Lebih Pas Dikucurkan Langsung ke Individu
Pemerintah disarankan untuk memberikan subsidi energi seperti bahan bakar minyak (BBM) secara langsung ke masyarakat secara individu atau rumah tangga dibandingkan lewat komoditas. Subsidi yang diberikan bisa dalam bentuk kartu atau voucher.
Hal ini agar masyarakat bisa menggunakan subsidi yang diberikan pemerintah secara fleksibel dan guna menghindari pemberian subsidi tidak tepat sasaran.
"Bicara kesejahteraan, ketika diberi tunai masyarakat rumah tagngga bisa mengalokasikan uang dengan fleksibel jadi yang dibutuhkan dia beli dan pengaruh ke kesejahteraan," ujar Pakar Ekonomi Energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Ardiyanto Fitrady, saat diskusi dengan media secara virtual, Senin (18/4/2022).
Dia menilai apabila subsidi diberikan ke komoditas, potensi kebocoran sangat besar dan sulit dikendalikan.
Pemberian subsidi secara individu dinilai bisa dilakukan pemerintah dengan melihat perkembangan teknologi saat inii.
"Data kemiskinan sudah membaik dan itu semestinya lebih tepat sasaran. Lebih baik daripada subsidi diberikan ke komoditas dan bocor ke orang yang tidak jadi target subsidi," tambah dia.
Kalaupun subsidi memang harus diberikan ke komoditas, pemerintah harus menetapkan batasan. "Dengan begitu sisi keuangan pemerintah bisa menjaga alokasi budget-nya. Kalau ada yang bocor, harga berubah misalnya tidak akan sebesar dampaknya,” lanjutnya.
Menurut Ardiyanto, menaikan harga komoditi isunya sangat besar. Apalagi kaitannya dengan komoditi yang digunakan banyak orang, seperti bahan bakar minyak (BBM) maupun LPG.
Untuk itu, dia menyarankan, lebih baik pemerintah memebrikan subsidi langsung ke rumah tangga miskin.
Dia mengingatkan jika tujuan awal subsidi adalah mengurangi beban masyarakat miskin. Sedangkan masyarakat menengah ke atas tidak perlu dibantu.