Sukses

Ekonomi Global Diproyeksi Terkoreksi 0,8 Persen Imbas Perang Rusia-Ukraina

Akibat konflik Rusia dan Ukraina, perekonomian global terkoreksi 0,8 persen dari proyeksi di akhir tahun lalu.

Liputan6.com, Jakarta Akibat perang Rusia-Ukraina, perekonomian global terkoreksi 0,8 persen dari proyeksi di akhir tahun lalu. Semula pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 diproyeksikan mampu tumbuh 4,4 persen, namun akibat konflik tersebut diramal ekonomi global hanya bisa tumbuh 3,6 persen.

"Perekonomian global terkoreksi akibat geopolitik, terkoreksi 0,8 persen dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (20/4).

Meski begitu, kata Febrio, penurunan proyeksi tersebut tidak lantas memukul pertumbuhan ekonomi negara-negara dunia. Sebab setiap negara memiliki dampak yang berbeda akibat konflik tersebut.

"Secara distribusi tidak semua negara terdampak besar secara uniform, terutama negara seperti Indonesia. Kita relatif aman," kata dia.

Bahkan akibat konflik ini Indonesia diuntungkan dari sisi penerimaan negara. Konflik tersebut membuat harga komoditas khususnya energi melonjak tajam. Sehingga penerimaan negara bertambah.

"APBN kita menikmati windfall yang relatif signifikan," kata dia.

Untuk itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap akan terjaga di 4,8 persen sampai 5,5 peren. Hal ini sesuai proyeksi yang dibuat IMF untuk Indonesia yakni tumbuh di 5,6 persen sampai 5,4 persen.

"IMF lebih optimis dari pemerintah, tapi kita konservatif dengan keadaan yang ada saat ini, dimana APBN bisa punya kemampuan sebagai syok absorber dari lonjakan harga komoditas," katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Pemerintah Optimis Ekonomi Q2 Tumbuh 5,5 Persen

Selain itu, Pemerintah juga optimis kondisi ekonomi Indonesia pada kuartal II-2022 bisa tumbuh dalam rentang 4,8 persen sampai 5,5 persen. Angka ini tetap kuat meski tahun lalu pertumbuhannya mencapai 7,07 persen.

"Kuartal II tahun lalu cukup tinggi pertumbuhannya," kata dia.

Dia melanjutkan, tahun ini juga masih dengan peluang yang sama. Ada momentum Ramadan, libur lebaran yang panjang, THR dan gaji ke-13 yang dibayarkan pada periode kuartal II.

"Ini akan mendukung perekonomian di kuartal II yang kita perkirakan tumbuh sekitar 4,8 persen sampai 5,5 persen," kata dia.

Dia menambahkan, target pemerintah pun tidak hanya meningkatkan perekonomian nasional dari sisi angka. Melainkan memperpercepat juga penurunan angka pengangguran yang harus turun setelah melonjak di tahun 2020.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

BI Pangkas Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2022 Jadi 3,5 Persen

Bank Indonesia (BI) merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 yaitu menjadi 3,5 persen dari sebelumnya sebesar 4,4 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, revisi ini dilakukan akibat berlanjutnya ketegangan politik global akibat perang Rusia dan Ukraina. Hal ini berdampak pada ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Pemulihan ekonomi global diprakirakan terus berlanjut meski lebih rendah dari proyeksi sebelumnya," ujarnya dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - April 2022, Selasa (19/4).

Selain ketidakpastian di pasar keuangan global, konflik antara Rusia dan Ukraina juga berdampak pada pelemahan transaksi perdagangan, kenaikan harga komoditas, dan ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah penyebaran Covid-19 yang menurun.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi berbagai negara raksasa ekonomi seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang, China, dan India diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

"Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 menjadi 3,5 persen dari sebelumnya sebesar 4,4 persen," tekannya.

Bank Indonesia memprediksikan volume perdagangan dunia juga lebih rendah sejalan dengan perlambatan ekonomi global dan gangguan rantai pasokan yang masih berlangsung.

Hal ini ditandai dengan harga komoditas global masih mengalami peningkatan, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global.

"Hal tersebut mendorong terbatasnya prospek aliran modal asing, khususnya portofolio, dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia," tutupnya.

4 dari 4 halaman

Perang Rusia Ukraina, Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2022 Jadi 3,2 Persen

Sebelumnya, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022 hampir satu poin persentase penuh, dari 4,1 persen menjadi 3,2 persen. Perubahan ini menyusul dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap ekonomi dunia.

Dilansir dari CNBC International, Selasa (19/4/2022) Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan faktor terbesar dalam penurunan adalah kontraksi proyeksi ekonomi 4 ,1 persen di seluruh Eropa dan Asia Tengah.

Faktor lain di balik perlambatan pertumbuhan ekonomi pada Januari 2022 termasuk tingginya biaya makanan dan bahan bakar yang ditanggung oleh konsumen di negara maju di seluruh dunia.

Bank Dunia sedang "mempersiapkan tanggapan krisis yang berkelanjutan, mengingat banyaknya krisis," ungkap Malpass.

"Selama beberapa minggu ke depan, saya berharap untuk berdiskusi dengan dewan kami, dan bantuan respons krisis selama 15 bulan sekitar USD 170 miliar untuk April 2022 hingga Juni 2023," bebernya. 

Tingginya sebagian harga komoditas terjadi setelah negara Barat memberlakukan sanksi terhadap sektor energi Rusia, yang telah menaikkan harga minyak dan gas di seluruh dunia.

Gangguan ekspor pertanian dari Ukraina juga disebut sebagai faktor yang mendorong harga menjadi lebih tinggi.

Awal bulan ini, Bank Dunia memproyeksikan PDB tahunan Ukraina akan turun 45,1 persen karena konflik yang dihadapi negara itu.

Padahal sebelum konflik, para analis telah memperkirakan PDB negara itu akan meningkat tajam di tahun-tahun mendatang.

Ekonomi Rusia juga diramal bakal menghadapi dampak berat dari konflik. 

Pada awal April, Bank Dunia memperkirakan PDB Rusia akan turun 11,2 persen tahun ini karena sanksi ekonomi dari negara Barat.Â