Sukses

Negara G20 Ramai-ramai Komitmen Dukung Negara Berpenghasilan Rendah

G20 menegaskan komitmennya untuk mendukung negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan, arsitektur keuangan internasional menjadi salah satu agenda yang dibahas dalam pertemuan kedua IMF-World Bank Group (WBG) 2022 dan 2nd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG).

Dilansir dari laman Kemenkeu.go.id, Jumat (22/4/2022) dalam pertemuan itu, anggota G20 menegaskan komitmennya untuk mendukung negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan, terutama mereka yang berisiko mengalami kesulitan utang.

Di sisi lain, negara anggota G20 juga menyambut baik pembentukan Resilience and Sustainability Trust (RST) dan mendorong lebih lanjut pemenuhan ambisi global sebesar USD 100 miliar dari kontribusi sukarela untuk negara-negara yang membutuhkan.

Dengan situasi saat ini, para anggota mengakui peran penting Bank Pembangunan Multilateral (MDB) untuk mendukung pembiayaan pembangunan di negara-negara yang rentan dan dalam meningkatkan partisipasi sektor swasta.

Selain itu, anggota G20 juga berbagi pandangan tentang langkah ke depan untuk meningkatkan ketahanan dan mendukung pemulihan volatilitas aliran modal, serta menegaskan kembali komitmen untuk penguatan dan efektivitas Jaring Pengaman Keuangan Global dengan meletakkan IMF sebagai pusatnya, kata Kemenkeu.

Kemenkeu juga mengungkapkan, G20 akan melanjutkan proses reformasi tata kelola IMF melalui Tinjauan Umum Kuota ke-16 selambat-lambatnya 15 Desember 2023.

G20 juga membahas kemajuan dari pelaksanaan Kerangka Kerja Bersama G20 tentang perlakuan utang, dan langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan implementasi yang lebih tepat waktu, teratur, dan terkoordinasi serta dapat diprediksi. 

2 dari 3 halaman

Negara Anggota G20 Sepakat Bantu Negara Berkembang Atasi Dampak Perang Rusia Ukraina

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan negara anggota G20 telah sepakat untuk membantu negara-negara berkembang untuk bangkit dari dampak perang Rusia Ukraina. Apalagi negara dengan penghasilan kecil juga masih berusaha untuk bangkit dari dampak pandemi.

Pada pertemuan tingkat menteri keuangan dan gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Washington DC, Amerika Serikat, Perry menyebut komitmen yang disampaikan oleh para negara anggota G20. Salah satu perhatiannya mengenai dampak perang Rusia-Ukraina.

Disebut, perang itu berdampak pada kondisi finansial global, termasuk pasokan pangan dan energi global. Hal ini hal akan memiliki dampak lebih besar kepada negara-negara berkembang.

"Dalam pertemuan kedua ini ada yang berbeda karena kita mendapat tantangan dengan adanya bahasan mengenai serangan yang dilakukan oleh Rusia. Kompleksitas yang terjadi bisa berdampak pada pemulihan ekonomi global pasca pandemi,” kata dia pada Rangkaian Kegiatan (Side Event) G20 berupa High Level Discussion, dengan tema "Strengthening Economic Recovery Amidst Heightened Uncertainty" di Jakarta, dikutip Jumat (22/4/2022).

"Setiap negara anggota menilai serangan itu bisa mengganggu proses pemulihan ekonomi global, salah satunya yang terganggu adalah tentang pasokan pangan dan energi global. Bahkan, di samping itu, negara-negara berpendapatan kecil akan mengalami tantangan berlebih, padahal sedang berusaha bangkit dari dampak pademi,” imbuh Perry.

Kendati membahas mengenai dampak perang, secara garis besar, kata Perry, forum itu membahas empat poin. Yakni, perbaikan ekonomi global, kondisi kesehatan global, arsitektur finansial, hingga keberlanjutan finansial global.

"Hasilnya, dalam perkembangan ekonomi global ke depan, di sini membahas mengenai dampak perang Rusia dengan Ukraina terhadap perkembangan ekonomi global. Para anggota memiliki prihatin terhadap dampak dari perang tersebut dan bagaimana cara untuk bisa kembali menyeimbangkan ekonomi. sehingga bisa tumbuh berkelanjutan kedepannya,” papar dia.

Dia menyebut jika salah satu perhatiannya adalah tekanan dari besaran inflasi yang terjadi. Ini diprediksi terjadi lebih cepat dan lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.

"Negara anggota bersepakat untuk mencari jalan keluar sejak Februari lalu untuk mendukung pemulihan dan mengantisipasi dampak buruk dari hal ini,” katanya.

3 dari 3 halaman

Presidensi G20 Indonesia Capai Konsensus Atasi Kesenjangan Pembiayaan Pengendalian Pandemi

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 membahas beberapa agenda utama, dalam pertemuan kedua IMF-World Bank Group (WBG) 2022 dan 2nd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG). Pembahasan salah satunya kesehatan global.

Para anggota G20 menyepakati bahwa tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi Covid-19 tetap menjadi prioritas.

Anggota G20 mencatat peningkatan angka Covid-19 di beberapa wilayah telah menghambat pertumbuhan, mendisrupsi rantai pasok, dan meningkatkan inflasi, serta memperlambat pemulihan global.

Dalam hal ini, berdasarkan penilaian WHO dan World Bank, terdapat kesenjangan pembiayaan signifikan yang perlu ditangani.

Menkeu, dalam keterangan resminya, mengatakan G20 telah mencapai konsensus untuk mengatasi kesenjangan tersebut melalui pembentukan mekanisme keuangan baru yang didedikasikan untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan untuk kesiapsiagaan, pencegahan dan tindakan terhadap pandemi.

Menurutnya, Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) yang ditempatkan di World Bank adalah opsi paling efektif untuk mekanisme keuangan baru.

Untuk memulai proses pendirian FIF, Presidensi G20 Indonesia perlu mengawal diskusi seputar isu tata kelola dan pengaturan operasional.

Presidensi G20 Indonesia menargetkan mekanisme keuangan baru tersebut dapat terselesaikan sebelum pertemuan tingkat Menteri Kesehatan G20 di bulan Juni mendatang.

Hal tersebut akan menjadi salah satu manfaat nyata dari Presidensi G20 Indonesia, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).