Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 memiliki peran besar dalam memimpin aksi global menuju pemulihan yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif.
Hal itu ia sampaikan dalam acara Debate on the Global Economy, pada Jumat (22/04/2022). Ia juga menyampaikan, kondisi perekonomian global dan tensi geopolitik menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi Indonesia dalam Presidensi G20.
Baca Juga
"Karena G20 didasarkan pada konsensus, kami berkonsultasi dengan seluruh negara anggota. Mereka percaya dan menginginkan kerjasama, kolaborasi, dan koordinasi. Ini sebenarnya yang mereka ingin untuk dilestarikan, terlepas dari perbedaan,” kata Menkeu Sri Mulyani, dikutip dari kemenkeu.go.id, Jumat (22/04/2022).
Advertisement
Sebagai informasi, forum G20 merupakan forum multilateral dengan semangat kerjasama untuk membahas upaya bersama dalam menghadapi permasalahan dunia, termasuk pandemi, perubahan iklim, upaya perlindungan untuk negara miskin yang rentan dari dampak ekonomi global, serta dampak rambatan dari konflik geopolitik.
Adapun praktik tata kelola forum G20 yang berdasarkan konsensus dan konsultasi dengan tujuan meningkatkan kerja sama di sektor ekonomi dan keuangan terhadap agenda global strategis.
"Maka, tanggung jawab kita dalam memegang presidensi ini adalah berusaha untuk terus menjalin kolaborasi dan kerja sama yang baik. Mencoba untuk menyelamatkan sepotong aset terpenting di dunia yaitu koordinasi dan kolaborasi," ujar Menkeu.
Sebagai Presidensi G20, Indonesia menjamin penyelenggaraan pembahasan agenda G20 berdasarkan semangat kooperasi dan multilateralisme.
Hal ini selaras dengan prinsip konstitusi Indonesia untuk berperan serta dalam ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai dengan hukum internasional.
Meski situasi global masih tidak menentu, Presidensi G20 Indonesia terus berupaya mengawal agenda-agenda utama pembahasan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang adil, merata, dan berkelanjutan.
Pertemuan IMF-Bank Dunia dan FMCBG : G20 Berkomitmen Dukung Negara Berpenghasilan Rendah
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan, arsitektur keuangan internasional menjadi salah satu agenda yang dibahas dalam pertemuan kedua IMF-World Bank Group (WBG) 2022 dan 2nd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG).
Dilansir dari laman Kemenkeu.go.id, Jumat (22/4/2022) dalam pertemuan itu, anggota G20 menegaskan komitmennya untuk mendukung negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan, terutama mereka yang berisiko mengalami kesulitan utang.
Di sisi lain, negara anggota G20 juga menyambut baik pembentukan Resilience and Sustainability Trust (RST) dan mendorong lebih lanjut pemenuhan ambisi global sebesar USD 100 miliar dari kontribusi sukarela untuk negara-negara yang membutuhkan.
Dengan situasi saat ini, para anggota mengakui peran penting Bank Pembangunan Multilateral (MDB) untuk mendukung pembiayaan pembangunan di negara-negara yang rentan dan dalam meningkatkan partisipasi sektor swasta.
Selain itu, anggota G20 juga berbagi pandangan tentang langkah ke depan untuk meningkatkan ketahanan dan mendukung pemulihan volatilitas aliran modal, serta menegaskan kembali komitmen untuk penguatan dan efektivitas Jaring Pengaman Keuangan Global dengan meletakkan IMF sebagai pusatnya, kata Kemenkeu.
Kemenkeu juga mengungkapkan, G20 akan melanjutkan proses reformasi tata kelola IMF melalui Tinjauan Umum Kuota ke-16 selambat-lambatnya 15 Desember 2023.
G20 juga membahas kemajuan dari pelaksanaan Kerangka Kerja Bersama G20 tentang perlakuan utang, dan langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan implementasi yang lebih tepat waktu, teratur, dan terkoordinasi serta dapat diprediksi.
Advertisement
Ketahui Sejarah dan Apa Itu G20, Indonesia Ditunjuk Jadi Presidensi di 2022
Dikutip dari laman Sherpa G20 Indonesia, G20 adalah kelompok informal dari 19 negara dan Uni Eropa, serta pewakilan dari International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB).
G20 merupakan forum ekonomi utama dunia yang memiliki posisi strategis karena secara kolektif mewakili sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia.
Pembentukan G20 tidak terlepas dari kekecewaan komunitas internasional terhadap kegagalan G7 dalam mencari solusi terhadap permasalahan perekonomian global yang dihadapi saat itu.
Saat itu, pandangan yang mengemuka adalah pentingnya bagi negara-negara berpendapatan menengah serta yang memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik untuk diikutsertakan dalam perundingan demi mencari solusi permasalahan ekonomi global.
Kemudian pada tahun 1999, atas saran dari para Menteri Keuangan G7 (Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Prancis), para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 mulai mengadakan pertemuan untuk membahas respon terhadap krisis keuangan global 1997-1999.
Sejak saat itu, pertemuan tingkat Menteri Keuangan dilaksanakan secara rutin pada musim gugur.
KTT G20 pertama dilaksankan pada 14 - 15 November 2008, ketika Presiden Amerika Serikat George W. Bush mengundang para pemimpin negara-negara G20 untuk melakukan koordinasi respon global terhadap dampak krisis keuangan yang saat itu tengah terjadi di AS.
Sejak saat itulah, para pemimpin negara G20 sepakat melakukan pertemuan lanjutan.