Sukses

BI Ramal Inflasi April 2022 Capai 0,74 Persen

Bank Indonesia (BI) memperkirakan perkembangan harga pada April 2022 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi sebesar 0,74 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) memperkirakan perkembangan harga pada April 2022 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi sebesar 0,74 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Perkiraan tersebut berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu ketiga April 2022.

"Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi April 2022 secara tahun kalender sebesar 1,95 persen (ytd), dan secara tahunan sebesar 3,26 persen (yoy)," kata Direktur Kepala Grup Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan di Jakarta, Jumat (22/4).

Dia mengatakan, penyumbang utama inflasi April 2022 sampai dengan minggu ketiga yaitu komoditas minyak goreng sebesar 0,26 persen (mtm). Diikuti, komoditas bensin sebesar 0,18 persen (mtm), daging ayam ras sebesar 0,08 persen (mtm), bahan bakar rumah tangga sebesar 0,04 persen (mtm).

"(Lalu) telur ayam ras, sabun detergen bubuk/cair dan jeruk masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm), daging sapi, bawang putih, tempe, bayam, kangkung, nasi dengan lauk, ayam goreng, rokok kretek dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm), " imbuhnya.

Sementara itu, komoditas yang mengalami deflasi pada periode minggu ini yaitu tomat dan cabai rawit masing-masing sebesar -0,02 persen (mtm) dan -0,01 persen  (mtm).

Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat. Khususnya akibat perang antara Rusia dan Ukraina

Selain itu, bank sentral berkomitmen untuk mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Hal ini guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Gubernur BI: Inflasi Jadi Masalah Serius di Semua Negara

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan angka inflasi menjadi masalah serius. Masalah inflasi ini tak hanya terjadi di negara berkembang dan negara pasar berkembang saja tetapi juga negara maju.

"Beberapa negara berkembang hanya ingin pulih dengan fiskal yang terbatas, serta beberapa negara berkembang memiliki masalah utang," jelas Perry dalam Side Event G20, High Level Discussion, dikutip dari Antara, Jumat (22/4/2022).

Tak hanya di negara berkembang, inflasi juga kini menjadi masalah di negara maju. Peningkatan inflasi di berbagai belahan dunia merupakan dampak dari konflik Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung.

Ketegangan geopolitik kedua negara menyebabkan tingginya harga komoditas, terutama harga energi dan makanan yang berdampak langsung kepada seluruh negara.

Selain inflasi, Perry menyebutkan dampak konflik kedua negara adalah melalui jalur perdagangan.

"Perang tentunya membuat masalah dalam rantai pasokan global serta membuat perlambatan pertumbuhan ekonomi global," katanya.

Dengan adanya konflik kedua negara ini, ia mengatakan Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke bawah proyeksi ekonomi global dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen pada tahun ini.

Tak hanya di jalur perdagangan, konflik Rusia dan Ukraina pun memberi dampak kepada jalur keuangan dengan implikasi banyaknya bank sentral dunia yang merasa perlu menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi dan pengetatan likuiditas global.

3 dari 3 halaman

Inflasi Indonesia di 2022 Bisa Sentuh 8,7 Persen

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara buka kemungkinan inflasi bisa menyentuh angka 8,7 persen pada 2022 ini. Ini merupakan imbas dari scarring effect pasca pandemi Covid-19, ditambah konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.

Suahasil mengatakan, dampak luka akibat pandemi turut menyebabkan peningkatan harga dan kenaikan angka inflasi. Pemerintah terus berupaya agar lonjakan harga komoditas tidak terlalu tinggi, sehingga proses pemulihan ekonomi bisa berjalan lancar.

"Jadi recovery memiliki hal yang harus kita waspadai. Di tengah-tengah itu lalu tiba-tiba terjadi geopolitik, perang Rusia dan Ukraina. Sehingga yang tadinya kita bayangkan bahwa oke, ada inflasi tapi akan kita tangani, inflasi tersebut tiba-tiba ditambah lagi krisis geopolitik ini," ujarnya dalam Rakorbangpus 2022, Kamis (21/6/2022).

Merujuk rilis IMF, Suahasil menyebut, IMF meramal pertumbuhan ekonomi dunia bakal turun 0,8 persen di 2022, dari sebelumnya 4,4 persen menjadi 3,6 persen.

Sementara proyeksi inflasi tahun ini bahkan bisa mencapai angka 5,7 persen di negara maju, dan 8,7 persen di negara berkembang. Itu 1,8 dan 2,8 poin lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Januari 2022 lalu.

"Inflasi dunia yang tadinya dipikirkan 3,9 persen saja, diperkirakan akan naik lagi 1,8 dan 2,8 poin presentase lebih tinggi. Dan emerging market termasuk Indonesia di dalamnya diperkirakan inflasinya juga akan meningkat," ungkapnya.

Suahasil tak memungkiri, Indonesia tidak bisa lepas dari kondisi geopolitik dunia saat ini. Namun, pemerintah tetap perlu mensiasatinya agar tak berdampak lebih para pada perekonomian nasional.

"Kalau kita lihat inflasi yang meningkat di berbagai macam tempat, kita lihat inflasi ini sudah mulai naik di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ini harus kita tangani," seru dia.