Sukses

Kapan Industri Pariwisata Global Pulih dari Pandemi Covid-19? Ini Prediksinya

Sektor perjalanan dan pariwisata global diproyeksikan kembali ke tingkat sebelum pandemi Covid-19 pada 2023 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Sektor perjalanan dan pariwisata global diproyeksikan akan kembali ke tingkat sebelum pandemi Covid-19 pada tahun 2023 mendatang, dan tumbuh pada tingkat yang akan melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global.

Hal itu diungkapkan oleh World Travel and Tourism Council (WTTC) dalam sebuah laporan yang dirilis selama konferensi kelompok industri di Manila.

Dikutip dari Channel News Asia, Senin (25/4/2022) Industri perjalanan dan pariwisata diperkirakan akan mencatat tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 5,8 persen dari 2022 hingga 2032 dibandingkan peningkatan 2,7 persen dalam PDB global, dan menciptakan 126 juta pekerjaan baru, kata WTTC dalam laporannya.

"Pemulihannya akan sangat luar biasa sehingga akan pulih dengan sangat kuat. Ini tentu saja tergantung pada pembukaan kembali di China," kata Presiden WTTC Julia Simpson, menyerukan semua negara di dunia untuk membuka kembali perbatasan.

Sebelum pandemi Covid-19, tepatnya pada 2019, pariwisata menyumbang sepersepuluh dari PDB dan pekerjaan global.

Setelah Covid-19 melanda, pandemi menghancurkan industri pariwisata senilai USD 9,6 triliun, mengurangi separuh nilai outputnya dan membuat 62 juta orang menganggur.

Tahun ini, PDB industri perjalanan dan pariwisata diperkirakan mencapai USD 8,35 triliun dan USD 9,6 triliun pada 2023, kembali ke tingkat sebelum pandemi.

Pekerjaan pariwisata diproyeksikan pulih menjadi 300 juta tahun ini dan 324 juta pada 2023 mendatang, mendekati 333 juta yang terlihat pada 2019, kata WTTC.

Di Asia-Pasifik saja, PDB industri perhotelan kemungkinan akan mencapai USD 3,4 triliun pada 2023.

Angka tersebut sudah di atas USD 3,3 triliun yang terlihat pada 2019, menurut badan tersebut.

 

2 dari 3 halaman

Fiji Hingga Maladewa Jadi Destinasi dengan Pemulihan Pariwisata Terkuat

Di sisi lain, kebijakan nol Covid-19 China dan lockdown terus-menerus telah mengganggu perdagangan global dan perjalanan domestik dan internasional.

Dibandingkan dengan Amerika Utara dan Eropa, beberapa negara di Asia-Pasifik masih banyak yang belum melonggarkan pembatasan di perbatasan mereka.

Namun di Asia Tenggara, para pelancong sekarang sudah bisa kembali melakukan perjalanan ketika aturan masuk kawasan dan karantina Covid-19 dicabut. 

Adapun Economist Intelligence Unit (EIU) yang mengatakan bahwa Fiji, Sri Lanka, Malaysia dan Maladewa berada dalam posisi terkuat untuk menghidupkan kembali industri pariwisata mereka yang dilanda pandemi di antara tujuan Asia Pasifik, sementara Hong Kong memiliki prospek terburuk karena kebijakan perbatasannya yang ketat.

Singapura, Australia, Bangladesh, Selandia Baru, Nepal, dan Kamboja juga berada di antara 10 destinasi teratas yang paling baik ditempatkan untuk pemulihan pariwisata, menurut indeks Travel-ready 2022 yang dirilis oleh EIU.

EIU mengatakan para pemain teratas dalam indeks semuanya telah melonggarkan pembatasan visa dan masuk sejak 2021 atau lebih awal.

"Kombinasi dari cakupan vaksinasi yang lebih luas dan lebih efektif serta ketergantungan yang lebih besar pada pariwisata telah memberikan kebijakan perjalanan yang tidak terlalu ketat," kata EIU dalam laporannya.

Setelah Hong Kong, Brunei, Bhutan, Taiwan, Samoa, Vanuatu, Jepang, Cina dan Laos menempati peringkat sebagai tujuan dengan kondisi pariwisata yang paling tidak menguntungkan, menurut indeks EIU.

3 dari 3 halaman

Bagaimana Prediksi Pemulihan Pariwisata di Indonesia?

Sedangkan ekonomi Asia Timur Laut, yang kurang bergantung pada pariwisata, lebih lambat untuk dibuka kembali, kata EIU. 

Badan itu memperkirakan China dan wilayahnya di Hong Kong hingga Makau akan tetap dengan kebijakan ketat "nol Covid-19" setidaknya untuk tahun 2022.

"Sementara Makau mendapat manfaat dari pengaturan bilateral di mana turis China dapat mengunjungi wilayah itu tanpa karantina, Hong Kong – pusat perdagangan dan keuangan global – akan menderita karena kehilangan konektivitas ke dunia," kata EIU.

Sementara Thailand, India, Filipina, Papua Nugini, Indonesia, Vietnam, Mongolia dan Korea Selatan berada di peringkat tengah untuk kondisi pariwisata.

Indeks EIU mengukur preferensi kondisi pariwisata berdasarkan pentingnya pariwisata bagi perekonomian, cakupan vaksinasi lokal, kemudahan perjalanan, dan kenyamanan pulang.