Sukses

Bank Dunia: Perang Rusia Ukraina Sebabkan Kenaikan Harga Komoditas Terbesar dalam 50 Tahun

Perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung sejak Februari 2022 akan menyebabkan lonjakan harga komoditas terbesar sejak tahun 1970.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia memperingatkan, perang Rusia-Ukraina akan menyebabkan lonjakan harga komoditas terbesar sejak tahun 1970-an.

Dilansir dari BBC, Rabu (27/4/2022) perkiraan terbaru Bank Dunia mengatakan bahwa gangguan yang disebabkan oleh konflik Rusia-Ukraina akan berkontribusi pada kenaikan harga yang sangat besar mulai dari gas alam hingga gandum dan kapas.

Salah satu penulis laporan tersebut, yakni Peter Nagle, mengatakan kepada BBC bahwa kenaikan harga "mulai memiliki dampak ekonomi dan kemanusiaan yang sangat besar".

"Kami sangat khawatir tentang rumah tangga termiskin karena mereka menghabiskan bagian pendapatan yang lebih besar untuk makanan dan energi, sehingga mereka sangat rentan terhadap lonjakan harga ini," kata ekonom senior di Bank Dunia itu.

Menurut Bank Dunia, harga energi akan naik lebih dari 50 persen, mendorong tagihan untuk rumah tangga dan bisnis. Kenaikan terbesar akan terjadi pada harga gas alam di Eropa, yang diperkirakan mencapai lebih dari dua kali lipat.

Harga komoditas dan energi diperkirakan baru akan turun di 2023 dan 2024 mendatang, kata Bank Dunia, tetapi bahkan saat itu harga akan tetap 15 persen lebih tinggi dari tahun lalu.

Bank Dunia mengatakan perkiraan lonjakan harga ini merupakan peningkatan "23 bulan terbesar dalam harga energi sejak kenaikan harga minyak tahun 1973", ketika ketegangan di Timur Tengah memicu kenaikan harga.

Demikian pula harga minyak diperkirakan akan tetap tinggi hingga 2024 dengan ukuran patokan, Brent, diproyeksikan rata-rata mencapai USD 100 tahun ini - yang akan menyebabkan inflasi yang meluas.

Sebagai informasi, Rusia memproduksi sekitar 11 persen dari minyak dunia. Tetapi gangguan akibat perang menyulitkan sejumlah negara memasok dari negara itu menyusul sanksi ekonomi dan keluarnya perusahaan asing serta akses teknologi berkurang.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Bank Dunia : Harga Gandum Akan Naik 42,7 Persen Imbas Konflik Rusia-Ukraina

Prospek komoditas oleh Bank Dunia juga memperingatkan banyak harga makanan akan naik tajam. 

Indeks harga pangan PBB bahkan sudah menunjukkan level tertinggi sejak pencatatan dimulai 60 tahun lalu.

Bank Dunia mengungkapkan, harga gandum diperkirakan meningkat 42,7 persen dan mencapai rekor tertinggi baru dalam dolar.

Kenaikan bahan makanan lainnya adalah barley sebesar 33,3 persen, kedelai naik 20 persen, minyak goreng naik 29,8 persen, dan harga daging ayam n41,8 persen.

Lonjakan ini menandai dampak dari menurunnya ekspor dari Ukraina dan Rusia secara drastis.

Sebelum konflik pecah, kedua negara menyumbang 28,9 persen dari ekspor gandum global menurut JP Morgan, dan 60 persen pasokan bunga matahari global - bahan utama dalam banyak makanan olahan - menurut S&P Global.

"Gandum adalah salah satu ekspor pertanian yang paling sulit untuk digantikan," menurut catatan penelitian dari Bank of America.

Ditambah lagi, kondisi cuaca buruk di Amerika Utara dan China kemungkinan akan memperburuk dampak berkurangnya pasokan gandum dari Ukraina.

Harga bahan baku lainnya seperti pupuk, logam dan mineral juga diperkirakan akan naik. 

Sementara kayu, teh, dan beras termasuk di antara bahan makanan yang diperkirakan akan turun harga.

3 dari 3 halaman

Ekspor Biji-bijian dan Minyak sayur dari Ukraina Turun 80 Persen

Catatan penelitian dari Bank of America juga menunjukkan pengiriman biji-bijian dan minyak sayur dari Ukraina telah turun lebih dari 80 persen karena konflik.

Adapun kepala eksekutif Archer Daniels Midland, salah satu dari empat pedagang komoditas pangan besar dunia, yang mengatakan dia tidak memperkirakan harga akan segera turun.

"Kami memperkirakan pasokan tanaman berkurang - disebabkan oleh tanaman kanola Kanada yang lemah, tanaman Amerika Selatan yang pendek, dan sekarang gangguan di wilayah Laut Hitam - untuk mendorong pengetatan yang berkelanjutan di pasar biji-bijian global untuk beberapa tahun ke depan," kata Midland.

Ekonom senior di Bank Dunia, yakni Peter Nagle mengatakan negara-negara lain dapat membantu mengatasi kekurangan pasokan yang disebabkan oleh perang di Ukraina dalam jangka menengah.

Namun perkiraan kenaikan harga pupuk sebesar 69 persen tahun ini berarti "ada risiko nyata bahwa karena petani mulai menggunakan lebih sedikit pupuk, hasil pertanian akan menurun".

Untuk komoditas secara keseluruhan, laporan Bank Dunia mengatakan: "Sementara harga umumnya diperkirakan akan mencapai puncak pada tahun 2022, mereka akan tetap jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya."

Bank Dunia menambahkan, "prospek pasar komoditas sangat bergantung pada durasi perang di Ukraina" dan gangguan yang ditimbulkannya pada rantai pasokan.