Liputan6.com, Jakarta - Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai berbagai kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng tidak berjalan efektif, seperti penetapan harga eceran tertinggi dan penetapan Domestic Market Obligation, dan DPO.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, menjelaskan, DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit untuk memenuhi stok dalam negeri sesuai ketentuan), dan DPO (Domestic Price Obligation, atau harga penjualan minyak sawit dalam negeri yang sudah diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 129 tahun 2022).
Baca Juga
“Gagalnya upaya atau kebijakan-kebijakan yang sebelumnya diambil pemerintah tidak terlepas dari andil perusahaan atau korporasi yang membangkang. Pemerintah dalam hal ini harus mengambil sikap tegas, mengingat mereka telah mengambil keuntungan secara sepihak dengan mengorbankan kesejahteraan nasib petani perkebunan rakyat,” kata Henry dalam konferensi Pers sikap Partai Buruh bersama Serikat Petani terkait larangan ekspor CPO, Rabu (27/4/2022).
Advertisement
Menurutnya, dinamika seputar mahalnya harga minyak goreng ini menunjukkan pentingnya perombakan tata kelola perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia.
“Ini harus menjadi momentum perbaikan tata kelola perkebunan dan industri sawit Indonesia. Dari tata kelola perkebunan, persoalan penguasaan ketimpangan dan pemilikan tanah, izin, ataupun konsesi ini timpang. Dominasi oleh perusahaan dan korporasi tidak terelakkan,” jelasnya.
Padahal menurut dia, kita sama-sama mengetahui, perkebunan khususnya sawit menjadi salah satu sumber konflik agraria di Indonesia, mulai dari perampasan tanah petani dan masyarakat adat, izin dan konsesi yang illegal, keterlanjuran di kawasan hutan, murahnya upah buruh perkebunan, kerusakan lingkungan, sampai dengan pengemplangan pajak.
“Begitu juga di industri pengolahan, kemampuan pemerintah ataupun rakyat untuk menghasilkan produk jadi ini sangat rendah karena lagi-lagi dikuasai oleh perusahaan dan korporasi,” tambahnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Reforma Agraria
Henry menegaskan perbaikan tata kelola perkebunan dan industri sawit Indonesia harus dilandasi dengan menjalankan reforma agraria, sebagaimana amanat dari Pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria Tahun 1960.
“Melalui reforma agraria, izin dan konsesi perkebunan yang luasnya sangat besar itu harus dikoreksi dan ditinjau kembali. Hal ini mengingat ketimpangan dan penguasaan tanah sudah semakin nyata di Indonesia. Ini juga berkaitan dengan tingkat kesejahteraan petani. Bagaimana bisa penghasilannya membaik jika tanah yang dimilikinya juga tidak memadai?,” katanya.
Henry menambahkan, pemerintah harus memaksa PKS untuk membayar harga TBS sesuai dengan yang diberlakukan tiap-tiap daerah.
“Jadi harga yang dibayar rendah dengan alasan pelarangan ekspor itu harus dibayar kembali kekurangannya oleh PKS. Misal kalau kemarin petani jual TBS harga Rp1.500 dan harga ketetapan di daerah Rp3.000 maka PKS itu harus bayar kembali Rp1.500 selisihnya,” tutupnya.
Advertisement
Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng Berlaku hingga Harga Stabil Rp 14.000
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidan Perekonomian Airlangga Hartarto menyoroti harga minyak goreng yang masih tinggi, pasca diserahkan untuk mengikuti mekanisme pasar. Tak terkecuali minyak goreng curah, yang kini ditetapkan Rp 14.000 per liter sesuai harga eceran tertinggi (HET).
"Realisasi minyak goreng curah dengan harga 14.000 per liter, terutama di pasar-pasar tradisional. Di beberapa tempat harga migor curah masih di atas 14.000 per liter," ujar Airlangga dalam sesi teleconference, Selasa (26/4/2022).
Mengantisipasi itu, pemerintah bakal melakukan pelarangan ekspor RBD Palm Olein sebagai bahan baku minyak goreng, per 28 April 2022 pukul 00.00 WIB. Aturan ini bakal berlaku sampai tercapainya harga minyak goreng curah Rp 14.000 per liter di seluruh pasar tradisional.
"Jangka waktu pelarangan tentu sampai minyak goreng di masyarakat bisa menyentuh harga yang ditargetkan, yaitu 14.000 per liter secara merata di seluruh wilayah Indonesia," imbuh Airlangga.
Dia memaparkan, distribusi minyak goreng curah seharga Rp 14.000 per liter akan dilakukan dengan dua cara. Pertama, pembayaran selisih harga oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), tanpa mengurangi good governance dari BPDPKS yang diberikan kepada produsen.
Kemudian, penugasan kepada Perum Bulog untuk melakukan distribusi migor curah kepada masyarakat di pasar-pasar tradisional. Terutama minyak goreng yang berasal dari kawasan pelarangan ekspor, yang produsennya tidak memiliki jaringan distribusi.
"Jadi kepada produsen yang biasanya mengekspor, tidak punya jaringan distribusi, sehingga diberikan penugasan kepada Bulog untuk melakukan distribusinya," pungkas Airlangga.