Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung memastikan, larangan ekspor RBD Palm Olein untuk bahan baku minyak goreng tak akan mengganggu konsumsi tandan buah segar (TBS) petani.
Sebab, ia menilai, TBS dapat dikonversi untuk bahan baku produk kelapa sawit lainnya. Semisal oleokimia, biodiesel, Redined palm kernel oil (PKO), crude PKO, hingga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Baca Juga
"Ya enggak lah, sama sekali enggak ada. Ibaratnya kalau kanal, kanalnya banyak alirannya. Kalau tertutup aliran satu, ga numpang ke aliran dua, aliran tiga. Kan enggak masalah," ujar Gulat kepada Liputan6.com, Rabu (27/4/2022).
Advertisement
"Bisa aja ekspor dalam bentuk CPO, tidak usah kita buat turunannya. Atau dibuat turunannya dalam bentuk oleokimia," terang dia.
Gulat mengatakan, ekspor RBD Palm Olein tergolong kecil dibanding turunan produk sawit lainnya. Menurut data 2021, ekspor RBS Palm Olein sebesar 14,1 juta kiloliter. Jumlah itu setara 63 persen dari tota produksi RBD Palm Olein yang sebesar 22,4 juta kiloliter.
"Kalau kita lihat dari presentasenya, itu kan dari semua total ekspor berbahan baku sawit, minyak goreng atau Olein itu sebesar 63 persen dari total produksi Olein Indonesia. Yang 37 persen itu kan dikonsumsi dalam negeri," paparnya.
Sementara jika dibandingkan dengan total ekspor komoditas turunan sawit secara keseluruhan, pengiriman RBD Palm Olein ke pasar internasional hanya sekitar 7,5 persen.
Mengacu data ini, Gulat menjamin serapan TBS petani seharusnya tidak terganggu.
"Artinya, pelarangan ekspor yang terbebani kan hanya 14 juta kiloliter.itu bisa dialihkan bahan baku TBS-nya menjadi produk lain, misalnya Olein," ungkap dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bukan CPO, Ini Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng yang Dilarang per 28 April 2022
Pemerintah resmi melarang ekspor Refined bleached, and deodorized atau RBD palm Olein, yang merupakan bahan baku minyak goreng.
Pelarangan tersebut akan berlaku mulai 28 April pukul 00.00 WIB. Kebijakan ini dalam rangka untuk menstabilkan harga minyak goreng curah agar sesuai HET yaitu Rp 14.000 per liter.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers Tindak Lanjut Kebijakan Pemerintah Terkait Minyak Goreng, Secara Virtual, Selasa (26/4/2022).
Menko Airlangga menjelaskan, kebijakan ini sebagai upaya percepatan realisasi minyak goreng dengan harga Rp14.000 per liter, terutama di pasar-pasar tradisional. Sebab, hingga kini di beberapa tempat harga minyak goreng curah masih di atas Rp 14.000 per liter.
“Untuk itu seperti apa dijelaskan oleh bapak presiden telah diputuskan melakukan pelarangan ekspor Refined bleached, and deodorized atau RBD palm Olein. Jadi istilah teknisnya RBD palm Olein yang merupakan bahan baku minyak goreng sejak tanggal 28 April pukul 00.000 Waktu Indonesia Barat sampai tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14.000 per liter,” jelas Menko Airlangga.
Menyusul kebijakan ini, Peraturan Menteri Perdagangan juga akan diterbitkan. Demikian pula dari Bea Cukai akan memonitor supaya tidak terjadi penyimpangan. Pelarangan untuk produk RBD palm olein berlaku untuk 3 kode Harmonized system, yaitu HS 1511 9036, HS 1511 9037, HS 1511 9039.
“Jadi, adapun untuk yang lain ini tentunya diharapkan para perusahaan masih tetap membeli TBS dari petani sesuai dengan harga yang wajar. Jadi, sekali lagi yang dilarang adalah RBD Palm olein yang HS nya ujungnya 36, 37 dan 39,” ucapnya.
Advertisement
Pelaksanaan Kebijakan Larangan Ekspor RBD Palm Olein
Pelaksanaan kebijakan larangan ekspor RBD Palm Olein ini diatur oleh Menteri Perdagangan, Permendag yang tentunya sesuai dengan aturan WTO ini dapat dilakukan pembatasan atau pelarangan sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.
Larangan ekspor RBD Palm olein, ini berlaku untuk seluruh produsen yang menghasilkan produk RBD Palm Olein, dan Bea Cukai yang akan terus memonitor seluruh aktivitas-aktivitas dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan sesuai dengan data dari Januari sampai Maret, sehingga tentu dari seluruh rantai pasok akan dimonitor oleh Bea Cukai.
Kemudian pengawasan oleh Bea Cukai juga diikuti oleh Satgas pangan, dan setiap pelanggaran akan ditindak tegas melalui sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pengawasan terus-menerus juga selama libur idul fitri nanti.
“Evaluasi akan dilakukan secara berkala terkait dengan kebijakan larangan ekspor tersebut dan tentunya ini semacam regulatory sandbox yang akan terus disesuaikan, dengan perkembangan situasi yang ada,” katanya.
Menko menegaskan kembali, jangka waktu larangan tentu sampai minyak goreng di masyarakat bisa menyentuh harga yang ditargetkan yaitu Rp 14. 000 per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia.