Sukses

Produk Palsu Sudah Bikin Negara Rugi Rp 291 Triliun

Produk palsu yang beredar di masyarakat pada tahun 2020 telah mencapai Rp 148,8 miliar dengan total opportunity loss sebesar Rp291 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Bea Cukai menyampaikan berdasarkan Studi Dampak Pemalsuan terhadap Perekonomian Tahun 2020 oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), diketahui nilai produk palsu yang beredar di masyarakat pada tahun 2020 telah mencapai Rp 148,8 miliar dengan total opportunity loss sebesar Rp291 triliun. Angka ini meningkat tajam sebesar 347 persen sejak 2015.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana, menjelaskan, hal itu bisa terjadi sebab Indonesia merupakan pasar dagang yang sangat besar hingga mampu menarik para produsen untuk memproduksi dan memperdagangkan produknya, termasuk produk palsu.

Oleh karena itu, masyarakat perlu menyadari pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

“Hingga saat ini, ada 25 HKI yang sudah terdaftar di Bea Cukai dan jumlah ini masih perlu kita tingkatkan. Bertepatan dengan Hari HKI Sedunia yang jatuh pada 26 April, Bea Cukai tak henti mengimbau masyarakat, khususnya para pemilik atau pemegang hak, untuk dapat berpartisipasi dalam penegakan HKI,” kata Hatta, dikutip dari laman Kemenkeu, Jumat (29/4/2022).

Sebenarnya cara mendaftarkan HKI berupa merek dan hak cipta cukup mudah, yaitu mengakses sistem rekordasi Bea Cukai.

Perekaman atau rekordasi dilakukan dengan pengajuan permohonan oleh pemilik atau pemegang hak kepada Bea Cukai melalui sistem CEISA HKI dengan masuk ke portal pengguna jasa customer.beacukai.go.id.

 

2 dari 3 halaman

Validasi Data

Kemudian, permohonan rekordasi akan diputuskan diterima atau tidak setelah dilakukan proses validasi data dengan pangkalan data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) serta pemenuhan syarat formal dan materil yang diatur dalam PMK 40 Tahun 2018.

"Saat ini rekordasi dilakukan di Subdit Kejahatan Lintas Negara Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pusat Bea Cukai. Pendaftaran (rekordasi) ini tidak dipungut biaya," kata Hatta.

Hatta menjelaskan database pencatatan atau rekordasi yang didaftarkan oleh para pemilik atau pemegang hak tersebut akan digunakan Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap barang impor atau ekspor yang diduga melanggar HKI.

Pengawasan dapat dilakukan petugas Bea Cukai melalui pengumpulan data dan informasi intelijen, pemeriksaan fisik barang, atau penelitian dokumen.

 

3 dari 3 halaman

Bisa Ditangguhkan

Jika pemilik atau pemegang hak belum melakukan rekordasi, tetapi memiliki bukti kuat adanya pelanggaran HKI atas produknya, maka ia dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Niaga untuk mengeluarkan perintah penangguhan sementara atas pengeluaran barang impor atau ekspor di border.

“Penegakan HKI di border yang dilakukan oleh Bea Cukai ini juga merupakan bentuk dukungan pemerintah untuk ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual,” pungkas Hatta.