Liputan6.com, Jakarta Harga minyak bergerak beragam pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena para pedagang menilai risiko pada sisi penawaran dan permintaan.
Pergerakan harga minyak didukung oleh kekhawatiran pasokan Rusia akan terus terganggu perang di Ukraina, di sisi lain China tidak menunjukkan tanda-tanda melonggarkan penguncian COVID-19.
Baca Juga
Dikutip dari Antara, Sabtu (30/4/2022), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni naik 1,75 dolar atau 1,6 persen, menjadi menetap di 109,34 dolar AS per barel.
Advertisement
Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juni kehilangan 67 sen atau 0,6 persen, menjadi ditutup di 104,69 dolar AS per barel.
Untuk minggu ini, WTI dan patokan minyak mentah global masing-masing naik 2,6 persen dan 2,5 persen, berdasarkan kontrak bulan depan dan membukukan kenaikan bulanan kelima berturut-turut. Brent mengakhiri bulan dengan kenaikan 1,3 persen, sementara WTI berakhir melonjak 4,4 persen.
Reaksi pasar di atas terjadi setelah kenaikan tiga hari berturut-turut untuk minyak berjangka, dengan kontrak minyak mentah AS dan Brent masing-masing naik 3,3 persen dan 2,2 persen pada Kamis (28/4/2022).
"Kenaikan sejak kemarin disebabkan oleh meningkatnya kemungkinan embargo minyak Uni Eropa terhadap Rusia sekarang karena Jerman telah berhenti menentang tindakan seperti itu, seperti yang dilaporkan media kemarin," Carsten Fritsch, analis energi di Commerzbank Research, mengatakan dalam sebuah catatan pada Jumat (29/4/2022), dikutip dari Xinhua.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Cabut Embargo Terhadap Rusia
Perwakilan Jerman untuk lembaga-lembaga Uni Eropa mencabut keberatan atas embargo penuh pasokan Rusia asalkan Berlin diberi cukup waktu untuk menemukan pasokan alternatif, The Wall Street Journal melaporkan pada Kamis (28/4/2022), mengutip pejabat pemerintah.
Berita itu menghidupkan kembali kekhawatiran atas pasokan yang ketat
Sementara itu, pedagang terus mempertimbangkan dampak COVID-19 terhadap prospek permintaan bahan bakar karena ada faktor permintaan bearish yang membayangi.
China tidak menunjukkan tanda-tanda pelonggaran tindakan penguncian yang telah memukul ekonomi dan rantai pasokan globalnya.
Advertisement
Harga Minyak Dunia Melonjak karena Jerman Tak Lagi Menentang Embargo ke Rusia
Sebelumnya, harga minyak menguat pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Penguatan harga minyak ini di tengah keluarnya laporan bahwa Jerman tidak lagi menentang embargo minyak Rusia.
Dengan langkah Jerman setuju untuk ikut masuk dalam langkah embargo minyak Rusia, maka diperkirakan pasokan di dunia akan semakin ketat.
Perwakilan Jerman untuk Uni Eropa mengatakan bahwa Jerman tidak lagi keberatan dengan embargo penuh akan minyak dari Rusia. Hal ini jika Rusia diberikan waktu untuk mengamankan pasokan alternatif. Hal ini dilaporkan oleh Wall Street Journal.
Artikel ini bermula ketika Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck pada hari Selasa mengatakan bahwa Jerman sebagai negara ekonomi terbesar di Uni eropa dapat mengatasi embargo Uni eropa atas impor minyak Rusia dan berharap menemukan cara untuk menggantikan minyak Rusia dengan pasokan lain.
Mengutip CNBC, Jumat (29/4/2022), harga mentah berjangka Brent naik 2,2 persen menjadi USD 107,59 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 3,3 persen menjadi USD 105,36 per barel.
Jerman sangat bergantung pada impor energi dari Rusia dan sebelumnya menentang larangan embargo penuh yang dijalankan oleh Uni eropa. Sebelum Rusia perang dengan Ukraina, minyak Rusia menyumbang sekitar sepertiga pasokan ke Jerman.
Sebulan yang lalu, menteri ekonomi Jerman mengatakan bahwa Jerman telah mengurangi ketergantungannya pada minyak Rusia hingga 25 persen dari impornya.
“Akibatnya, minyak dari dunia bebas akan menjadi lebih mahal, dan minyak Tirai Besi akan jatuh lebih jauh nilainya dan diskon lebih besar,” kataanalis dari Again Capital LLC di New York, John Kilduff.
Perlawanan Rusia
Rusia telah mulai menggunakan ekspor energi sebagai senjata menyusul tanggapan Amerika Serikat dan sekutunya atas invasi Moskow ke Ukraina.
Rusia telah memotong pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria dan mencoba untuk mendorong Uni Eropa untuk mengadopsi sistem pembayaran gas baru yang melibatkan pembukaan rekening di Gazprombank di mana pembayaran dalam euro atau dolar akan dikonversi ke rubel.
dalam laporan Reuters dari data yang diperoleh dari Kementerian Ekoomi, produksi minyak Rusia bisa turun sebanyak 17 persen pada 2022. Hal ini terjadi karena Rusia menghadapi sanksi Barat.
Advertisement