Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia menuntut sejumlah hal dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day. Tuntutan itu mulai dari menolak Undang-Undang Cipta Kerja, hingga protes tingginya harga pangan.
Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat menilai Pemerintah belum bersungguh-sungguh dalam malaksanakan amanat Undang Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2). Pasal itu berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Baca Juga
"Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) tersebut, setidaknya terdapat dua kewajiban Negara yang harus dipenuhi oleh Pemerintah, yaitu memberikan pekerjaan dan memberikan penghidupan, yang keduanya harus layak bagi kemanusiaan," kata Mirah dalam keterangannya, Minggu (1/5/2022).
Advertisement
Mirah menyatakan, dalam peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2022 kali ini, ASPEK Indonesia membawa 5 tuntutan.
Pertama, tolak dan Batalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Kedua, stop PHK Sepihak dan Massal. Ketiga, Tolak Pemberangusan Serikat Pekerja.
Keemoat, tolak Revisi UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Dan kelima, turunkan Harga Kebutuhan Pokok Rakyat.
Mirah mengungkapkan nasib pekerja saat ini semakin menderita karena adanya UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai cacat secara formil dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan kompensasi pesangon yang jauh lebih sedikit dibandingkan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, telah berdampak pada terjadinya badai PHK massal di seluruh Indonesia, dengan dalih efisiensi perusahaan.
"Dampak merugikan UU Cipta Kerja juga menyangkut soal penetapan upah minimum yang justru melanggengkan politik upah murah di Indonesia," ungkapnya.
**Pantau arus mudik dan balik Lebaran 2022 melalui CCTV Kemenhub dari berbagai titik secara realtime di tautan ini
Jauh dari Harapan
Selain itu, ASPEK Indonesia juga menilai bahwa hak kebebasan berserikat di banyak perusahaan di Indonesia, masih jauh dari harapan. Masih banyak terjadi upaya pemberangusan serikat pekerja yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Di sisi lain, fungsi pengawasan dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja di berbagai wilayah, juga masih sangat memprihatinkan.
Terkait rencana revisi UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sikap ASPEK Indonesia adalah menolak rencana tersebut.
"Bagi ASPEK Indonesia, UU 21/2000 telah cukup memberikan jaminan perlindungan hak untuk berserikat bagi pekerja. Tidak perlu diutak-atik lagi oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), karena UU 21/2000 adalah undang undang yang lahir dalam semangat reformasi untuk memberikan jaminan kepada pekerja dan rakyat," tegas Mirah.
"Dalam peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2022 ini, ASPEK Indonesia juga mendesak Pemerintah untuk bersungguh-sungguh dalam mengendalikan harga barang kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Pemerintah harus tegas dan menindak siapapun yang ingin mempermainkan harga kebutuhan barang pokok rakyat," imbuhnya.
Advertisement
Aksi May Day Digeser
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menginstruksikan kepada seluruh anggotanya untuk mengubah aksi May Day atau Hari Buruh yang biasanya digelar pada 1 Mei ini menjadi 12 Mei 2022.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan, hal ini dilakukan untuk menghormati nalam takbiran dan perayaan Idul Fitri yang jatuh bertepatan dengan May Day.
Andi Gani memastikan perayaan May Day pada 12 Mei nanti akan dilakukan serentak di seluruh Indonesia.
"KSPSI sebagai konfederasi buruh terbesar di Indonesia akan memusatkan perayaan May Day 12 Mei nanti di Patung Kuda dengan menurunkan massa buruh sebanyak 4-5 ribu," katanya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (1/5/2022).
Masih Panjang
Andi Gani yang juga Pimpinan Buruh ASEAN (ATUC) ini menilai, perjuangan buruh Indonesia masih panjang karena ada beberapa masalah yang belum selesai diantaranya Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.
Andi Gani meminta Klaster Ketenagakerjaan lebih baik dikeluarkan dari Omnibus Law serta membatalkan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Jika Klaster Ketenagakerjaan tetap dilanjutkan di DPR, kata Andi Gani, penolakan pasti akan terus terjadi.
Advertisement