Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat berbondong-bondong melakukan mudik lebaran di 2022. Bersamaan dengan itu, tingkat pinjaman online (pinjol) ditaksir meningkat.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menyebut, mengacu data, tingkat pinjol ini meningkat. Dasarnya, ada kebutuhan pendanaan dari masyarakat.
Baca Juga
"Kalo melihat dari data sih sebenarnya di masa lebaran pertumbuhan penyaluran pinjaman online melesat. Adanya kenaikan permintaan membuat kebutuhan pendanaan biasanya meningkat," katanya kepada Liputan6.com, Senin (2/5/2022).
Advertisement
Ia menilai adanya peningkatan ini ditopang oleh sektor produktif. Sementara di sisi pendanaan konsumtif tak terlalu meningkat imbas dari peningkatan pendapatan masyarakat.
"Jika pun ada peningkatan lebih kepada sisi paylater. Pandemi sebenarnya mengakselerasi namun ada faktor pendapatan," katanya.
Ia menyebut, permintaan pinjaman online akan meningkat jika pendapatan juga bertambah. Pinjaman online yang dimaksud untuk sektor konsumsi.
Di sisi lain, ia memandang pertumbuhan pinjol ini merupakan sisi positif. Apalagi di sektor-sektor produktif guna menunjang kegiatan ekonomi masyarakat.
"Kalo produktif bisa dibilang dampak positif karena bisa menambah produktivitas ketika menjelang lebaran," kayanya.
Namun, disamping itu, ada dampak negatif yang juga perlu diwaspadai para nasabah pinjol. Apalagi bagi masyarakat yang mengambil untuk tujuan konsumsi.
"Namun memang bagi sisi konsumsi paylater harus hati-hati menyikapi kenaikan konsumsi. Masyarakat harus melihat kemampuan finansial diri sendiri terlebih dahulu," terangnya.
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pinjol Kena Pajak
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan bakal menetapkan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap transaksi di layanan teknologi finansial (fintech) seperti pinjaman online (pinjol). Kebijakan ini akan mulai berlaku per 1 Mei 2022 mendatang.
Keputusan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial, yang ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 30 Maret 2022.
Secara khusus, PMK 69/2022 ini mengatur soal pengenaan pajak untuk layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, atau fintech peer-to-peer lending (P2P lending).
Selain itu, tarif PPh dan PPN juga bakal berlaku untuk sektor jasa pembayaran digital (payment), penghimpunan modal (crowdfunding), pengelolaan investasi, hingga penyediaan asuransi online.
Merujuk Bab II PMK 69/2022, Selasa (5/4/2022), pengenaan PPh pada layanan fintech P2P lending berlaku untuk pemberi pinjaman yang memperoleh penghasilan berupa bunga pinjaman, atau imbal hasil berdasarkan prinsip syariah.
Untuk tarif, pemberi pinjaman dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dari jumlah bruto bunga. Ketentuan ini berlaku untuk wajib pajak (WP) dalam negeri ataupun dalam bentuk usaha tetap.
Sedangkan PPh Pasal 26 dengan tarif 20 persen dari jumlah bruto bunga bakal dikenakan untuk pemberi pinjaman yang juga WP luar negeri, dan selain bentuk usaha tetap.
Â
Advertisement
PPN Fintech
Sementara, pengenaan PPN berlaku untuk fintech penyedia jasa pembayaran (payment), penyelenggara penyelesaian transaksi investasi, penghimpunan modal (crowdfunding).
Kemudian, layanan pinjam meminjam, pengelolaan investasi, penyediaan produk asuransi online, pendukung pasar, serta layanan pendukung keuangan digital dan aktivitas jasa keuangan lainnya.
Penyedia jasa pembayaran paling sedikit berupa uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran (payment gateway), layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
Tak ketinggalan jasa keuangan lain, semisal e-wakaf, e-zakat, robo advise, dan produk berbasis aplikasi blockchain.