Liputan6.com, Jakarta Peneliti ekonomi makro dan keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama menyatakan Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,2 persen.
“Target 2022 sebesar 5,2 persen sementara capaian triwulan I 5,01 persen sehingga peluang untuk mencapai target cukup besar jika dibandingkan sejak 2015-2021 kita tidak pernah mencapai target,” katanya dikutip dari Antara, Rabu (11/5/2022).
Baca Juga
Riza menuturkan hal itu lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2022 mampu mencapai 5,01 persen dan hampir seluruh sektor lapangan usaha telah mengalami pertumbuhan serta pemulihan.
Advertisement
Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan di antaranya adalah pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, industri listrik dan gas, konstruksi, transportasi dan pergudangan serta jasa keuangan dan real estate.
Hanya ada empat sektor lapangan usaha yang mengalami penurunan pertumbuhan dibanding triwulan I-2021 yaitu informasi dan komunikasi, jasa pendidikan, serta pertanian, kehutanan dan perikanan sekaligus pengadaan air, pengelolaan samah, limbah dan daur ulang.
Meski demikian, Riza mengingatkan pemerintah tetap perlu mengakselerasi dan mengatasi tantangan ekonomi di triwulan berikutnya seperti inflasi.
Ia menjelaskan inflasi global dapat berpengaruh ke Indonesia melalui perdagangan karena bahan-bahan baku untuk industri pengolahan dalam negeri banyak yang masih impor.
“Sehingga itu akan mempengaruhi industri kita,” ujar Riza.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak Kenaikan BBM
Tak hanya itu, tantangan dari sisi dalam negeri yaitu harga yang diatur pemerintah atau administered price yang naik seperti BBM yakni Pertamax juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan harga energi ini akan mempengaruhi terutama biaya untuk industri pengolahan seperti adanya kenaikan biaya produksi dan biaya distribusi.
Terlebih lagi, rencana pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pun akan turut menggerus daya beli masyarakat sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi ke depannya.
“Ini perlu diantisipasi pemerintah bagaimana ini bisa diatur dengan baik terkait kenaikan harga BBM dan listrik,” tegas Riza.
Advertisement
Target Pertumbuhan Ekonomi 2022 Bisa Meleset Jika Harga Pertalite dan Listrik Naik
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto meminta pemerintah untuk menunda rencana menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite, LPG kemasan 3 kilogram, hingga tarif listrik pasca lebaran Idul Fitri 2022. Diketahui, rencana penyesuaian harga tersebut mengemuka akibat meroketnya harga komoditas energi maupun pangan global.
Eko menyampaikan, penerapan penyesuaian harga sejumlah komoditas utama tersebut justru berpotensi membuat target pertumbuhan ekonomi 2022 meleset dari target yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini mencapai 5,2 persen secara tahunan atau year on year (yoy)
"Kalau ini bisa kita lakukan sebetulnya kemungkinan besar pertumbuhaan ekonomi (2022) 5,2 persen masih optimis bisa kita capai," kata Eko dalam webinar Evaluasi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2022, Rabu (11/5).
Eko menerangkan, penerapan kebijakan penyesuaian harga tersebut justru akan menghambat pemulihan daya beli masyarakat yang tertekan akibat pandemi Covid-19 sejak 2020 lalu. Padahal, daya beli penting untuk mendorong tingkat konsumsi masyarakat.
"Jadi, pasca lebaran ini (pemerintah) tidak segera menaikan berbagai macam harga yang secara internasional ada kenaikkan tapi ya sebisa mungkin harus kita tahan. Misalnya harga energi, LPG, Pertalite, listrik dan beberapa harga kebutuhan pokok," jelasnya.
Pun, lanjut Eko, saat ini tingkat konsumsi masyarakat masih belum pulih total pasca terdampak pandemi Covid-19. Dia mencatat, tingkat konsumsi masyarakat masih di bawah 5 persen hingga memasuki kuartal I-2022.
"Konsumsi belum pulih total belum mencapai 5 persen baru 4,3 persen," tutupnya.
Untuk itu, Eko meminta pemerintah tidak terburu-buru untuk menerapkan kebijakan penyesuaian harga dalam waktu dekat ini. Menyusul, adanya sejumlah dampak buruk yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.