Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, menerima gugatan dari dua perusahaan tambang terkait pencabutan IUP (Izin Usaha Pertambangan).
Gugatan ini dilayangkan oleh PT Delta Samudra dan PT Gunung Berkat Utama ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kedua perusahaan tambang ini mengutus satu kuasa hukum yang sama, atas nama Neil Sadek.
Baca Juga
Mengutip laman sipp.ptun-jakarta.go.id, Kamis (12/5/2022), PT Gunung Berkat Utama mendaftarkan gugatan dengan nomor perkara 119/G/2022/PTUN.JKT. Sementara gugatan terdaftar atas nama PT Delta Samudra dengan nomor perkara 120/G/2022/PTUN.JKT.
Advertisement
Kedua perusahaan mengklaim surat pencabutan oleh Menteri ESDM dan Menteri Investasi/Kepala BKPM tidak sah. Oleh karenanya, mereka mendesak tergugat menarik surat pencabutan IUP.
"Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Pencabutan Izin Nomor:20220202-01-32373 yang diterbitkan pada tanggal 11-02-2022 oleh Tergugat yaitu tentang Penetapan Pencabutan dan Pernyataan Tidak Berlaku atas Surat Keputusan Nomor 540.1/N.849/HK/IX/2013 Tanggal 23 September 2013 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada P.T. Gunung Berkat Utama," demikian bunyi salah satu gugatan yang dilayangkan.
Sama halnya dengan PT Gunung Berkat Utama, PT Delta Samudra meminta pengadilan mewajibkan tergugat mencabut Surat Pencabutan Izin Nomor: 20220202-01-85758 yang diterbitkan pada 11-02-2022 oleh tergugat.
Surat itu memuat tentang Penetapan Pencabutan dan Pernyataan Tidak Berlaku atas Surat Keputusan Nomor 545.1/N.835/K.835/2009 Tanggal 16 Oktober 2009 tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
Selain meminta surat pencabutan IUP tidak sah, PT Gunung Berkat Utama dan PT Delta Samudra juga menuntut tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam sengketa ini.
Sebelumnya, Kementerian Investasi/BKPM telah menerbitkan 180 surat pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ditandatangani langsung oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.
BKPM Sudah Cabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mencatat hingga 24 April 2022 sudah mencabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau 53,8 persen dari target rekomendasi IUP yang akan dicabut 2.078 izin.
Bahlil menjelaskan, menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari 2022 memerintahkan akan melakukan pencabutan 2.078 Izin Usaha Pertambangan, dan 192 izin penggunaan Kawasan hutan, 34.448 Ha Hak Guna Usaha (HGU).
Menindaklanjuti hal itu, melalui Kementerian Investasi dibentuk Satuan tugas Penataan penggunaan lahan dan penataan investasi pada akhir Januari 2022.
“Sampai dengan hari ini tertanggal 24 (April) yang sudah kita tandatangani IUP dicabut sebesar 1.118 (izin). Dari 1.118 izin tersebut total areal yang dicabut sebesar 2.707.443 Hektar,” kata Bahlil dalam keterangan pers Perkembangan Proses Pencabutan IUP, IPPKH, HGU, dan HGB, Senin (25/4/2022).
Dari 1.118 IUP yang telah dicabut itu terdiri dari Nikel 102 IUP atau setara 161.254 Hektar, Batu bara 271 IUP atau setara 914.136 hektar, tembaga 14 IUP seluas 51.563 hektar, Bauksit 50 IUP seluas 311.294 hektar, timah 237 IUP seluas 374.031 hektar, kemudian emas 59 IUP seluas 529.869 hektar, dan mineral lainnya 385 IUP setara 365.296 hektar.
Alasan IUP tersebut dicabut dipengaruhi oleh beberapa hal, berdasarkan data yang dimiliki Pemerintah terdapat indikasi IUP-IUP ini, pertama, diberikan kepada pihak pengusaha tapi tidak menggunakan IUP sebagaimana mestinya.
“Misalnya, digadaikan ke bank itu tidak boleh. Atau IUP ini diambil kemudian diperjual belikan, IUP di ambil tapi ditaruh di pasar keuangan tanpa mengimplementasikan di lapangan. Atau IUP ini dipegang hanya utnuk ditahan selama 10 tahun kemudaian baru dikelola,” katanya.
Advertisement
Meningkatkan Nilai Tambah
Bahlil menegaskan, dengan adanya pemberian izin ini sebenarnya untuk mempercepat proses pertumbuhan ekonomi, meningkatkan hilirisasi, sekaligus meningkatkan nilai tambah pada Kawasan-kawasan ekonomi baru di seluruh wilayah NKRI.
Alasan kedua IUP dicabut, sebab tidak mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau sengaja menunda-nunda 6-7 tahun bahkan hingga puluhan tahun. Selain itu, ada juga IUP dan IPPKH nya sudah dimiliki tapi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) nya tidak diurus, karena ada niat-niat tertentu.
Tak hanya itu, terkadang ada juga pengusaha yang sudah memiliki IUP, IPPKH, dan RKAB. Namun usahanya tidak dijalankan. Menurut Bahlil, biasanya hal ini terkendala biaya.
“IUP ini diberikan kepada teman-teman yang langsung mengeksekusi, kalau tidak ada duit harus cepat-cepat mencari partner jangan terlalu lama. Kalau terlalu lama maka konsesinya ditahan oleh pengusaha tertentu, sementara orang yang bawa duit tidak bisa jalan. Ini faktor-faktor proses untuk IUP,” jelasnya.
Indikasi Pendzoliman
Dia menegaskan, Pemerintah melalui Satgas tidak mau melakukan tindakan yang berdampak pada indikasi pendzoliman kepada pengusaha, pihaknya hanya mencabut IUP yang memang memenuhi syarat untuk dicabut.
“Tapi kalau sudah bagus kita tidak bisa semena-mena kepada pengusaha. Yang sudah bagus harus tetap mereka jalankan usahanya, Satgas membuka ruang kalau ada teman-teman saya yang mau melakukan proses keberatan monggo lewat satgas. Dari yang melakukan keberatan sudah ada 227 perusahaan, dan 160 perusahaan kita undang untuk melakukan klarifikasi,” pungkasnya.
Advertisement