Sukses

Kinerja Diapresiasi Pasar, Ini Kata Unilever

Peningkatan harga komoditas, dan pemulihan daya beli masyarakat menjadi tantangan utama bagi Unilever untuk terus kreatif dan efisien dalam menjawab kebutuhan pasar.

Liputan6.com, Jakarta Sepekan kemarin, emiten produk konsumen PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mencuri perhatian publik dengan kinerja saham yang meyakinkan. Hal ini setelah harga sahamnya terbang dari Rp 3.890 per unit ke level Rp 4.800 per unit atau apresiasi sebesar 23,39 persen.

Bahkan apresiasi saham UNVR terjadi di tengah pasar modal dalam negri yang muram di mana IHSG terpaksa tumbang 8,73 persen dalam sepekan. Kinerja saham UNR yang naik 23,39 persen persen dalam sepekan, menjadi indikator bahwa persepsi investor terhadap UNVR kembali positif.

Sekretaris Perusahaan Unilever Indonesia, Reski Damayanti menjelaskan bahwa Perseroan terus memonitor secara intensif sentimen pelaku pasar modal terhadap pergerakan harga saham Unilever Indonesia, sejalan dengan perkembangan kinerja perseroan di setiap periode.

Reski juga melihat adanya sentimen positif dari para pelaku pasar modal selama sepekan kemarin yang merefleksikan kinerja perseroan di kuartal I tahun 2022, sejalan dengan praktik tata kelola perusahaan yang baik (GCG) yang berfokus pada peningkatan daya saing yang berkelanjutan.

"Hasil kuartal 1 tersebut mulai menunjukkan bahwa lima strategi prioritas kami tepat sasaran, sehingga kami percaya bahwa Perusahaan telah berada di jalur yang benar untuk membangun pertumbuhan bisnis yang lebih cepat dan berkelanjutan.", jelas Reski dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (18/5/2022).

Tambah Reski, bauran tantangan eksternal khususnya di peningkatan harga komoditas, dan pemulihan daya beli masyarakat menjadi tantangan utama bagi perseroan untuk terus kreatif dan efisien dalam menjawab kebutuhan pasar.

“Unilever, sebagai emiten akan tetap berusaha kompetitif, dan senantiasa menciptakan nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan di tengah persaingan yang sangat ketat.”, papar Reski.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Rumor PHK

Disinggung terkait dengan rumor PHK massal yang saat ini merebak di media sosial, Reski menyatakan bahwa manajemen dan perusahaan selalu menghormati aspirasi karyawan dan berbagai platform resmi yang ditujukan untuk menyampaikan aspirasi serta berdialog secara konstruktif.

Ke depannya perseroan berharap proses transisi dapat berjalan dengan lancar, bagi kebaikan semua dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Namun disaat sama, manajemen menyesalkan pemberitaan yang bersifat pembelokan fakta dan tidak akurat.

“Terkait pemberitaan yang menyebutkan bahwa Perusahaan kembali melakukan PHK kembali pada 65 karyawan, kami sampaikan bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan”, terang Reski

Reski menjelaskan, bahwa seperti yang telah disampaikan pada awal bulan April 2022, Perusahaan melakukan penyesuaian pada unit-unit spesifik yang telah berakhir masa operasionalnya.

Jumlah karyawan yang terdampak penyesuaian operasional ini adalah 161 karyawan, tidak ada penambahan. Dari jumlah tersebut, mayoritas karyawan terdampak yakni sebanyak 96 orang telah menandatangani persetujuan untuk menerima paket pesangon yang disiapkan, sementara 65 karyawan lainnya memutuskan belum menerima.

Pesangon yang ditawarkan Perusahaan memiliki nilai yang melebihi standar kewajiban yang ditetapkan undang-undang. Perseroan juga memberikan berbagai dukungan lain diantaranya insentif tambahan, pelatihan, dan serangkaian paket manfaat yang akan mendukung kesiapan karyawan terdampak agar dapat tetap produktif pasca menyelesaikan masa kerja perusahaan.

"Paket dan program terbaik ini adalah wujud penghargaan dan apresiasi tulus kami atas jasa para karyawan yang terdampak yang juga telah berkontribusi bagi kemajuan perseroan selama ini. Bagi Perusahaan, ini bukan keputusan yang mudah. Namun untuk dapat bertahan di tengah situasi yang terus berubah, dan agar dapat tetap relevan di masa depan (future-fit) kami perlu secara berkesinambungan melakukan transformasi pada keseluruhan rantai operasi bisnis Perusahaan”, tutur Reski.

 

3 dari 3 halaman

Gerak Saham di Awal Pandemi

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada menyampaikan, memang ada momen saham UNVR mengalami penurunan cukup tajam, terutama pada periode awal pandemi. Penurunan itu juga sejatinya tidak sejalan dengan fundamental UNVR itu sendiri yang secara kinerja tetap baik, meski dari sisi laba turun terimbas pandemi.

Namun, penurunan laba UNVR itu masih bagus dibanding perusahaan sejenis yang mengalami rugi. Akibat salah persepsi itulah saham UNVR sempat turun sebelum kembali rebound. Salah persepsi dari pelaku pasar itulah yang menjadi biang saham UNVR sempat turun efek aksi jual.

”Kondisi fundemental UNVR tidak buruk, selama pandemi masih peroleh laba, masih tercatat untung, dibanding perusahaan lain yang justru mencatatkan kerugian,” ucap Reza.

Terkait pengurangan SDM, Reza berpendapat bahwa hal tersebut menjadi salah satu opsi untuk mencapai efisiensi operasional. Menimbang komposisi yang ada saat ini, dapat dikatakan apa yang dilakukan UNVR tidak bersifat massal.

Efisiensi tersebut dalam jangka panjang justru positif karena mengurangi beban biaya. Apalagi meski ada efisiensi, pabrik-pabrik tetap beroperasi. Artinya efisiensi pegawai tidak berdampak pada pengurangan kapasitas produksi. Dalam konteks ini, Reza menekankan efisiensi pada lini SDM perlu diikuti dengan implementasi strategi lainnya secara berkelanjutan.

“Pengurangan SDM itu kalau menurut saya, hal lumrah di tengah kondisi bisnis saat ini, apalagi bisnis saat ini banyak ditopang digitalisasi dan peluang implementasi teknologi di banyak lini,” kata Reza.

Misal dari yang tadinya untuk membuat sebuah produk perlu 10 orang, dengan bantuan digitalisasi teknologi, hanya perlu tiga orang saja. Otomatis sisanya ada terkena efisiensi. Atau jika dimungkinan, bisa saja pengurangan itu dialihkan ke unit produksi yang lain.

Masalahnya, kata Reza, pelaku pasar itu seringkali tak memeriksa data secara langsung, dan hanya membaca dari apa yang tersaji di media sosial. Sehingga menjadi heboh dan tidak sesuai fakta sebenarnya.

“Persepsi pelaku pasar, dan masyarakat seringkali salah dalam menilai pemberitaan, termasuk di sosial media,” ujar Reza.