Sukses

Harga Komoditas Melonjak, Pendapatan Negara Melesat Rp 420 Triliun

Melonjaknya harga-harga komoditas berpotensi menambah pendapatan negara tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta Melonjaknya harga-harga komoditas berpotensi menambah pendapatan negara tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pendapatan negara tahun 2022 naik Rp 420 triliun, dari semula Rp 1.846,1 triliun menjadi Rp 2.266,2 triliun.

"Outlook pendapatan kita naik Rp 420,1 triliun," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/5/2022).

Adanya tambahan pendapatan negara tersebut dimaknai masalah yang ditimbulkan dari kenaikan harga komoditas menjadi relatif lebih baik. Sebab beberapa negara pada saat yang sama tidak memiliki dan yang cukup sementara kebutuhan yang diperlukan lebih banyak.

"Kita paling tidak ada tambahan Rp 420 triliun dan ini akan dialokasikan untuk melindungi masyarakat, APBN dan ekonomi. Ini penting semua," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menjelaskan adanya tambahan anggaran tersebut bisa saja digunakan pemerintah untuk mengurangi defisit APBN sebesar Rp 868 triliun.

Hanya saja, dari tambahan anggaran tersebut pemerintah juga harus membayarkan dana bagi hasil (DBH) bagi daerah penghasil komoditas.

 

2 dari 4 halaman

Pemulihan

Selain itu, pemerintah juga ingin menjaga masyarakat, APBN dan perekonomian yang sedang mengalami tren pemulihan. Untuk itu dana segar tersebut dibagikan ke berbagai pos anggaran pemerintah.

"Ini semua bisa digunakan untuk mengurangi utang, tapi harga BBM dan listrik akan tetap naik, pemulihan ekonomi akan terganggu. Makanya untuk melindungi semuanya harus dibagikan untuk tujuan tadi," kata dia.

Dalam hal ini, pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk mengurangi utang atau defisit APBN sebesar Rp 20,7 triliun. Sehingga defisit APBN 2022 bisa ditekan dari Rp 868 triliun menjadi Rp 840 triliun, atau dari 4,85 persen menjadi 4,5 persen dari PDB.

"Defisit ini saya minta diturunkan dari Rp 868 triliun menjadi Rp 840 triliun, atau ini hanya turun Rp 20,7 triliun," kata dia. .

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

Sederet Tantangan Pertumbuhan Ekonomi RI di 2022 versi Bank Indonesia

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mencatat, setidaknya ada tiga tantangan besar yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022. Pertama, normalisasi kebijakan moneter oleh negara maju.

kedua, masih terdapat dampak luka memar (scarring effect) akibat pandemi Covid-19 di sektor rill. Dan ketiga berlanjutnya ketegangan politik antara Rusia dan Ukraina.

"Secara global dampaknya terhadap tekanan inflasi begitu kuat, dan ini harus diwaspadai (Indonesia)," jelas Destry dalam acara Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan No.38 Maret 2022, Jumat (13/5).

Untuk itu, Bank Indonesia terus berupaya menjaga momentum pemulihan melalui penguatan sinergi kebijakan nasional. Termasuk didalamnya kebijakan makroprudensial akomodatif.

Selain itu, bank sentral menekankan pentingnya kebijakan otoritas terkait yang well calibrated, well planned, and well communicated. Hal ini untuk menjawab berbagai tantangan yang masih akan mewarnai pemulihan ekonomi global dan domestik ke depan.

Lebih lanjut, Bank Indonesia berkomitmen melanjutkan bauran kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi nasional, diantaranya melalui kebijakan makroprudensial yang akomodatif dan inovatif bersinergi dengan kebijakan KSSK.

Salah satunya sinergi dalam membangun ekonomi yang inklusif melalui pembiayaan dan gerakan penggunaan produk dalam negeri.

4 dari 4 halaman

Target

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perekonomian nasional pada kuartal I-2022 tumbuh 5,01 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan capaian tersebut telah sesuai dengan proyeksi yang dibuat pemerintah.

"Kita melihat pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen ini sesuai dengan proyeksi yang di Kementerian Keuangan lakukan. Walaupun selalu ada di range-nya tapi poin estimate kita sangat mendekati," kata Sri Mulyani, Jakarta, Kamis (12/5).

Menurutnya, kenaikan tersebut harus syukuri karena terjadi ditengah situasi dan kondisi yang banyak tantangannya. Selain pemulihan ekonomi di berbagai negara yang tidak sama, eskalasi politik Rusia-Ukraina menjadi tantangan tersendiri.