Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membuka alasan pemerintah kembali membuka ekspor bahan baku minyak goreng serta produk turunannya. Alasannya, karena tren harga yang semakin menurun dan pasokan yang telah terpenuhi.
Setelah pemberlakuan larangan ekspor minyak goreng dan produk CPO lainnya per 28 April 2022, pasokan minyak goreng curah melimpah hingga 211.638,65 ton per bulan, atau 108,74 persen dari kebutuhan.
Baca Juga
Harga minyak goreng curah pun turun. Dari semua Rp 19.800 per liter, kini disebut telah menyentuh Rp 17.200 – 17.600 per liter.
Advertisement
“Berdasarkan data pasokan yang semakin terpenuhi dan terjadinya tren penurunan harga di berbagai daerah, serta untuk l mempertahankan harga TBS petani rakyat, maka Presiden telah memutuskan untuk mencabut larangan ekspor pada tanggal 23 Mei atau hari Senin minggu depan,” kata Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Jumat (20/5/2022).
Ia menegaskan pencabutan larangan ekspor yang belum genap satu bulan ini akan diikuti dengan upaya menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng dalam negeri.
Caranya, kembali dengan menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Hal ini, kata Menko Airlangga akan diatur kemudian oleh Kementerian Perdagangan. Diketahui, sebelumnya Kemendag juga pernah menerapkan DMO 20 persen namun dinilai belum efektif.
“Kebijakan tersebut akan diikuti dengan upaya untuk tetap menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng, Sekali lagi saya tegaskan ini untuk menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng, dengan penerapan aturan domestic market obligation (DMO) oleh Kementerian Perdagangan dan Domestic Price Obligation (DPO), yang mengacu pada kajian BPKP, dan ini juga akan ditentukan oleh Kementerian Perdagangan,” katnya.
Besaran DMO
Ia tak merinci besaran DMO yang dibebankan ke setiap pengusaha eksportir bahan baku minyak goreng. Namun, Menko Airlangga mengungkap besaran pasokan yang perlu dijaga melalui DMO.
“Jumlah domestic market obligation, kita menjaga sebesar 10.000.000 ton minyak goreng yang terdiri dari 8.000.000 ton minyak goreng dan ada ketersediaan pasokan ataupun sebagai cadangan sebesar 2 juta ton,” katanya.
Terkait besaran DMO yang harus disetor pengusaha, ia menyerahkan hal tersebut ke Kementerian Perdagangan. Selain itu, Kemendag juga akan mengatur mekanisme distribusi minyak goreng.
“Kementerian Perdagangan akan menetapkan jumlah besaran DMO yang akan perlu dipenuhi atau harus dipenuhi oleh masing-masing produsen, serta mekanisme untuk memproduksi dan mendistribusikan minyak goreng ke masyarakat secara merata dan tepat sasaran,” paparnya.
“Produsen yang tidak memenuhi kewajiban DMO ataupun tidak mendistribusikan kepada masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah, akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ditentukan,” tegasnya.
Advertisement
Mekanisme Penyaluran
Menko Airlangga menegaskan mekanisme penyaluran nantinya akan menjamin ketersediaan pasokan. Serta pasokan ini akan terus dimonitor oleh Kementerian Perindustrian.
Sementara itu, distribusi ke pasar-pasar juga akan menggunakan mekanisme pembelian berbasis KTP. Dengan harapan penyaluran minyak goreng ini bisa sesuai sasaran.
“Mekanisme penyaluran akan menjamin ketersediaan pasokan, sekali lagi ketersediaan pasokan akan terus dimonitor melalui aplikasi digital yang ada di kementerian perindustrian sering disebut dengan sistem Simirah dan distribusi pasar juga akan menggunakan sistem pembelian yang berbasis KTP. Tentu target pembelian diharapkan bisa tepat sasaran,” terangnya.