Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui kenaikan anggaran subsidi dan kompensasi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belaja Negara (APBN) 2022 menjadi sebesar Rp 350 triliun. Ada beberapa pertimbangan yang membuat subsidi energi dan kompensasi energi ini ditambah.Â
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, harga komoditas energi dunia terus naik. harga minyak mentah terus di atas USD 100 per barel sejak awal tahun. Harga gas alam juga naik 127 persen dan batu bara naik 137,3 persen untuk periode yang sama.Â
Baca Juga
Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menambah anggaran subsidi energi ini untuk mencegah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), gas LPG 3 kilogram serta tarif listrik. "Kita naikkan semua subsidi dan kompensasi sampai Rp 350 triliun," kata Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (20/5/2022).
Advertisement
Dia menjelaskan tambahan subsidi dan kompensasi tersebut di luar anggaran APBN 2022 yang telah menyediakan dana sebesar Rp 154 triliun. Tambahan subsidi digelontorkan pemerintah agar tidak terjadi kenaikan harga sehingga daya beli masyarakat bisa tetap terjaga.
"Ini agar harga Pertalite, Solar, minyak tanah, gas LPG 3 kilogram dan listrik tetap bisa dijaga harganya," kata dia.
Bagi Sri Mulyani menjaga daya beli masyarakat menjadi yang utama saat ini di tengah tren pemulihan ekonomi yang terus berlanjut. Hanya saja, peningkatan daya beli masyarakat saat ini masih terlalu rapuh.
"Pemulihan ekonomi nasional masih di tahap awal dan harus dijaga. Daya beli masyarakat juga belum sepenuhnya pulih," kata dia.
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tarif Listrik
Namun bendahara negara ini mengakui, APBN tidak sepenuhnya bisa menjadi bantalan gejolak ekonomi global yang mulai terasa di dalam negeri. Untuk itu, Sri Mulyani akan menaikkan tarif listrik bagi pelanggan PLN dengan daya mulai dari 3.000 VA ke atas.
Skema berbagi beban ini dianggap bisa membantu agar tidak terlalu bergantung pada pemerintah.
"Buat masyarakat pelanggan PLN 3.000 VA ini akan di-adjustment tarif listriknya," kata dia.
Terkait besaran kenaikan dan waktunya, Sri Mulyani menyerahkan kepada PLN dan Kementerian ESDM sebagai pelaksana. Dia menegaskan, kenaikan tarif listrik kelompok tertentu ini bukan berarti untuk menutupi defisit dari kelompok pelanggan yang tidak mengalami kenaikan tarif.
"Kita menambah alokasi subsidi buat PLN agar tarif listriknya bisa dicegah buat naik, bukan sebagai take over kelompok pelanggan yang tarifnya tidak naik," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber:Â Merdeka.com
Advertisement
Keuangan Pertamina dan PLN Terancam Jebol
Konflik Rusia-Ukraina sejak Februari makin membuat harga energi dunia melonjak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan harga minyak dunia membuat arus kas operasional Pertamina jebol.
Per Maret 2022, arus kas Pertamina sudah negatif USD 2,44 miliar. Bila Pertamina tidak segera mendapatkan dana segar dari pemerintah, diperkirakan arus kas pada Desember mengalami defisit hingga USD 12,98 miliar.
"Akibat kenaikan ICP yang meningkat signifikan, arus kas operasional Pertamina pada Maret 2022 negatif USD 2,44 miliar," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/5/2022).
Sebagaimana diketahui harga energi dunia terus melambung. Sementara harga BBM di dalam negeri masih dipertahankan agar tidak mengalami kenaikan. Apalagi, Pertamina masih melakukan impor BBM yang akan membuat arus kas operasional makin terkuras.
"Pertamina harus tanggung beban, kalau impor BBM pun dia harus bayar dengan dolar," kata dia.
Sebagai informasi, saat ini Pertamina harus menanggung selisih harga keekonomian dengan harga jual BBM di tingkat konsumen. Harga minyak tanah misalnya memiliki harga jualnya Rp 2.500 per liter padahal harga keekonomiannya sudah mencapai Rp 10.198 namun Solar dijual Rp 5.450 per liter dari harga keekonomian Rp 12.119 per liter.
LPG per kilogram dijual Rp 4.250, padahal nilai keekonomiannya telah mencapai Rp 19.579 per kilogram. Sedangkan harga Pertalite dijual Rp 7.650 per liter dari nilai keekonomian Rp 12.556 per liter.
Akibatnya seluruh rasio keuangan Pertamina mengalami pemburukan yang signifikan sejak awal 2022. Hal ini pun dapat menurunkan credit rating Pertamina dan akan berdampak pada credit rating pemerintah.
Masalah PLN
Tak hanya Pertamina, Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga dihadapkan pada masalah yang sama. Kondisi keuangan PLN juga memburuk karena harga ICP dunia yang meroket namun tidak ada kenaikan atau penyesuaian tarif listrik.
Akibatnya, per 30 April 2022 lalu, PLN menari utang sebesar Rp 11,4 triliun. Tak berhenti di situ, PLN akan kembali menarik utang pada bulan Mei dan Juni. Sehingga total penarikan utang sekitar Rp 21,7 triliun sampai Rp 24,7 triliun.
"Jika tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah maka pada Desember 2022 diproyeksikan arus kas PLN akan defisit Rp 71,1 triliun," kata dia.
Â
Advertisement