Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama 2022 cukup baik dibanding negara lain. Hal itu disampaikan dalam konferensi Pers APBN KiTa Mei, Senin (23/5/2022).
Menkeu menjelaskan, pemulihan ekonomi dunia dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah akibat krisis global yang meningkat, terutama yang berasal dari geopolitik, yaitu perang di Ukraina yang telah menimbulkan spillover dalam bentuk kenaikan barang-barang terutama energi dan pangan dan terjadi disrupsi.
Baca Juga
“Kita lihat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara mengalami tekanan, nanti akan terlihat terutama kuartal kedua. Kuartal satu ini masih dalam posisi karena perang Rusia-Ukraina terjadi pada bulan Februari dan sanksi diberlakukan, sehingga dampaknya mungkin akan kita lihat pada April, Mei, dan Juni. Mungkin kuartal kedua kondisinya akan terlihat,” katanya.
Advertisement
Meskipun demikian diberbagai negara kuartal I-2022 nya sudah mengalami penurunan yang konsisten across region. Misalnya, Hong Kong pertumbuhan ekonominya sudah negatif 4 persen, Meksiko 1,6 persen, Taiwan 3,1 persen melemah, Korea 3,1 persen pertumbuhan kuartal I-2022 nya juga mengalami pelemahan dibanding sebelumnya.
Disusul Singapura 3,4 persen, juga menurun tajam dari 6,1 persen. Lalu, Amerika Serikat juga mengalami penurunan tajam 3,6 persen. Disisi lain, Jerman masih relatif kuat namun dengan adanya perang di Ukraina, diperkirakan mungkin di kuartal keduanya tekanan baru akan terlihat.
Lanjut, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2022 China mencapai 4,8 persen. Kata Menkeu, angka ini menurun tajam dari rata-rata yang diharapkan kuartal satu tahun ini.
“Kita melihat diberbagai negara lain yang sudah mulai tumbuh atau pulih. Indonesia dalam hal ini pertumbuhan 5,01 persen cukup baik,” ujar Sri Mulyani.
Sektor Manufaktur
Secara kegiatan terutama sektor manufaktur, pemulihan masih berlanjut namun melambat pada bulan April 2022, terutama akibat restriksi covid-19 yang terjadi di RRT dan geopolitical yang terjadi terutama yang menimbulkan spillover dengan perang di Ukraina dan ini menimbulkan tekanan inflasi.
Sementara,laju ekspansi manufaktur Indonesia hingga akhir April 51,9 persen ini masih dalam posisi ekspansif, namun Menkeu menegaskan tetap perlu mewaspadai tekanan selanjutnya.
“Saya sampaikan bahwa konflik yang terjadi di Ukraina menyebabkan lonjakan barang-barang yang sangat penting bagi pemulihan maupun bagi masyarakat yaitu energi maupun pangan dna ini terjadi di seluruh dunia,” pungkasnya.
Advertisement
Usulan Asumsi Makro RAPBN 2023, Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5,9 Persen
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2023 berada pada kisaran 5,3 persen hingga 5,9 persen. Sedangkan inflasi diprediksi bisa menyentuh angka 4 persen.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menyampaikkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2023 dalam Rapat Paripurna dengan DPR RI.
Asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut telah mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi pemulihan ekonomi nasional di tahun depan.
"Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2023 sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi 5,3 persen hingga 5,9 persen," kata dia di Gedung DPR, Jumat (20/5/2022).
Berikut ini rincian asumsi makro dalam RAPBN 2023 yang diusulkan pemerintah:
- Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen hingga 5,9 persen
- Inflasi 2,0 persen hingga 4,0 persen
- Nilai tukar Rupiah Rp 14.300 hingga Rp 14.800 per USD
- Tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 7,34 persen hingga 9,16 persen
- Harga minyak mentah Indonesia USD 80 - USD 100 per barel
- Lifting minyak bumi 619 ribu - 680 ribu barel per hari
- Lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.
Masih Penuh Tantangan
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, proses pemulihan ekonomi ke depan masih penuh tantangan yang harus direspons dengan kebijakan makro ekonomi dan kebijakan struktural secara tepat.
"Kenaikan inflasi, biaya bunga dan pengetatan moneter dunia harus direspons dengan disiplin fiskal yang tepat. Perppu No. 1 Tahun 2020 atau UU No. 2 Tahun 2020 telah memberikan landasan yang tepat dan kredibel dengan mengamanatkan defisit fiskal menjadi maksimal 3 persen dari PDB di tahun 2023," jelas dia.
Upaya konsolidasi fiskal di 2023 disertai dengan reformasi fiskal yang komprehensif dari sisi pendapatan, perbaikan belanja (spending better) dan mendorong pembiayaan produktif dan inovatif.
"APBN yang sehat menjadi modal yang kokoh untuk terus mendukung pembangunan dan perbaikan ekonomi," tutur Sri Mulyani.
Advertisement