Sukses

Indonesia Bisa Untung Rp 100 Triliun Jika Kantor Pusat Perusahaan Sawit di Dalam Negeri

Indonesia diperkirakan akan mampu memungut lebih dari Rp 100 triliun dari pungutan ekspor dan pajak-pajak usaha kelapa sawit.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia diperkirakan akan mampu memungut lebih dari Rp 100 triliun dari pungutan ekspor dan pajak-pajak usaha kelapa sawit. Asalkan pusat perusahaan sawit itu berkantor di dalam negeri.

Jumlah ini merupakan angka estimasi jika dibandingkan dengan pendapatan yang tercatat pada 2021 lalu. Kemungkinan, angka-angkanya akn meningkat karena ada penambahan faktor pemasukan ke negara.

Direktur Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyampaikan belum bisa menghitung pasti angka yang diterima negara tersebut.

Mengacu pendatapan 2021, negara mendapatkan sekitar Rp 78 triliun dari pungutan ekspor industri sawit. Sementara Rp 20 triliun lainnya didapat dari pajak industri sawit.

"Jadi lebih dari Rp 100 triliun kita dapatkan dari pemungutan ekspor dan pajak. Pasti (bertambah) kalau ada tambahan," katanya kepada wartawan di gedung Kementerian Perindustrian, Senin (30/5/2022).

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap niatnya untuk melakukan audit perusahaan sawit. Disamping itu, ia juga menyinggung pusat kantor usaha sawit perlu ada di dalam negeri.

Putu memandang, tingkat ekonomi dari industri sawit ini mencatatkan perputaran uang hingga Rp 750 triliun pertahun. Dimana Rp 500 triliun diantaranya disumbang oleh kegiatan ekspor.

Dengan potensi ini, pendataan secara menyeluruh perlu dilakukan. Artinya, ada pencatatam mulai dari hulu, di sisi perkebunan, pengolahan, hingga produknya.

Jika skema itu dijalankan, artinya berbagai keuntungan akan didapatkan Indonesia. Baik melalui pungutan ekspor hingga pungutan pajak daŕi perusahaan.

"Yang untuk (kantor pusat perusahaan sawit) di luar itukan beda ceritanya. Kalau HQ (headquarter) di luar (negeri) kan enggak, ini bayar dimana dia berada. Kalau semua di Indonesia kita akan dapatkan semua nilai tambah dan pajak dari ekonomi persawitan," terangnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Kantor Pusat Perusahaan Sawit

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan mewajibkan seluruh kantor pusat perusahaan sawit untuk berada di Indonesia. Langkah ini agar proses pengawasan bisa dilakukan dengan baik dan perusahaan tersebut juga membayar pajak ke Indonesia.

Menurut Luhut, masih banyak perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri sehingga menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak. "Saya lapor Presiden, 'Pak, headquater-nya (kantor pusat) harus semua pindah ke sini'," katanya dikutip dari Antara, Jumat (27/5/2022).

Luhut menjelaskan, dengan banyaknya perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak.

"Bayangkan dia punya 300-500 ribu (hektare), headquarter-nya di luar negeri, dia bayar pajaknya di luar negeri. Not gonna happen. You have to move your headquarter to Indonesia. (Tidak boleh. Kamu harus pindahkan kantor pusatmu ke Indonesia)," tegasnya.

 

3 dari 3 halaman

Lakukan Audit

Selain itu, Menko Luhut juga akan melakukan audit terhadap perusahaan minyak kelapa sawit. Luhut mengaku telah diminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah minyak goreng di Jawa dan Bali.

"Begitu Presiden minta saya manage minyak goreng, orang pikir hanya minyak goreng. Tidak. Saya langsung ke hulunya. Anda sudah baca di media, semua kelapa sawit itu harus kita audit," katanya dalam seminar nasional Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) secara daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Menurut Luhut, audit dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bisnis sawit yang ada. Hal itu meliputi luasan kebun, produksi hingga kantor pusatnya.

Luhut menilai masalah minyak goreng bukan sekadar siapa yang menangani. Yang terpenting, menurut dia, adalah tujuan utama penyelesaian masalah tersebut, yaitu agar pasokan dan harganya bisa kembali dijangkau masyarakat.

"Itu yang penting dipikirkan. Bukan hanya sekadar siapa yang nanganin, si itu nanganin. Mau siapa kek yang nanganin, yang penting beres. Buat saya, ingat itu, berpegang teguh pada tujuan," pungkas Luhut.