Liputan6.com, Jakarta - Salah satu kota ekonomi terbesar di China, Shanghai sedang dalam proses membuka kembali bisnis setelah melewati lockdown Covid-19 selama dua bulan. Tetapi beberapa pembatasan akan tetap berlaku.
Dilansir dari CNN Business, Kamis (2/6/2022) Wakil walikota Shanghai Wu Qing mengatakan bahwa otoritas kota berjanji untuk mengizinkan semua bisnis dibuka mulai Rabu (1/6), bersama dengan 50 langkah baru yang diambil untuk menghidupkan kembali ekonomi yang terdampak lockdown.
Baca Juga
Mulai 1 Juni 2022, bisnis di Shanghai tidak lagi memerlukan aturan "daftar putih" untuk mempekerjakan karyawan di lokasi.
Advertisement
Namun, para karyawan yang ingin berangkat kerja tetap harus menunjukkan hasil negatif Covid-19 dalam 72 jam sebelum menggunakan transportasi umum.
Diketahui bahwa ekonomi China telah terpukul keras oleh pandemi dan pendekatan nol Covid-19. Hal itu membuat sejumlah analis menurunkan perkiraan pertumbuhan negara itu tahun ini.
Pekan lalu, UBS menurunkan perkiraan PDB 2022 China menjadi 3 persen, yang jauh lebih rendah dari target resmi China sebesar 5,5 persen.
"Pembatasan yang masih ada dan kurangnya kejelasan tentang strategi keluar dari kebijakan Covid-19 saat ini kemungkinan akan mengurangi kepercayaan perusahaan dan konsumen serta menghambat pelepasan permintaan yang terpendam," tulis para ekonom UBS dalam sebuah laporan.
Tingkat keparahan dampak lockdown Covid-19 juga menyebabkan pejabat tinggi China mengadakan pertemuan darurat pekan lalu, di mana mereka berjanji untuk meluncurkan langkah-langkah baru untuk membantu menstabilkan ekonomi.
Langkah itu termasuk pinjaman untuk usaha kecil, pengembalian pajak yang lebih tinggi, dan dukungan keuangan untuk industri penerbangan.
Mulai Ada Penyambutan di Asia
Eric Zheng, presiden Kamar Dagang Amerika di Shanghai, mengatakan bahwa meskipun dia menyambut baik langkah-langkah pembukaan baru kota itu, hal tersebut tidak mengurangi semua kekhawatirannya.
"Untuk bisnis Amerika, prioritas nomor satu adalah melanjutkan operasi normal sesegera mungkin," katanya kepada CNN Business.
"(Tapi) terlalu sering, pejabat kecamatan dan bahkan lingkungan telah mencegah atau memperlambat dimulainya kembali operasi bisnis dengan memberlakukan birokrasi yang berlebihan," sebut Zheng.
Sementara itu, sejumlah investor di Asia tampaknya telah menyambut pelonggaran lockdown Covid-19 di Shanghai.
Pasar Asia naik, dengan indeks Nikkei (N225) Jepang dan Indeks Hang Seng (HSI) Hong Kong masing-masing melonjak lebih dari 2 persen. Kospi Korea Selatan (KOSPI) juga naik 1,2 persen.
"Respons hangat pada ekuitas China menunjukkan mungkin perlu ada pembukaan kembali ekonomi yang lebih luas," kata Stephen Innes, mitra pengelola SPI Asset Management,
Advertisement
Imbas Covid-19, China Kekurangan Uang Tunai
Analis Nomura mengungkapkan China menghadapi kekurangan uang tunai yang semakin melambung. Hal ini dikarenakan karena meningkatnya utang untuk mengisi kesenjangan di tengah pandemi Covid-19.
"Gelombang Omicron terbaru dan lockdown yang meluas sejak pertengahan Maret 2022 telah mengakibatkan kontraksi tajam dalam pendapatan pemerintah, termasuk pendapatan penjualan tanah," kata Ting Lu, kepala ekonom China di Nomura dalam sebuah laporan, dikutip dari CNBC International, Selasa (31/5/2022).
Analis Nomura memperkirakan kesenjangan pendanaan China mencapai sekitar 6 triliun yuan atau setara Rp 13,1 kuadriliun - sekitar 2,5 triliun yuan dalam penurunan pendapatan karena pengembalian pajak dan produksi ekonomi yang lebih lemah, dan 3,5 triliun yuan lainnya dari pendapatan penjualan tanah yang hilang.
"Banyak dari 'langkah-langkah stimulus' yang masuk, baik itu obligasi pemerintah khusus atau pinjaman tambahan oleh bank kebijakan, hanya akan digunakan untuk mengisi kesenjangan pendanaan ini," ungkap analis Nomura.
Data ekonomi China per April 2022 telah menunjukkan pertumbuhan yang melemah karena pembatasan Covid-19.
Perdana Menteri China Li Keqiang juga mengatakan dalam pertemuan nasional pekan lalu bahwa, dalam beberapa hal, masalah ekonomi akibat Covid-19 saat ini lebih besar daripada tahun 2020.
Bahkan sebelum wabah Covid-19 terbaru, penjualan tanah, sumber pendapatan pemerintah daerah telah jatuh setelah pembatasan ketat di Beijing terhadap ketergantungan tinggi pengembang real estat pada utang.
Nomura dan analis dari perusahaan lainnya tidak memberikan angka spesifik tentang berapa banyak utang tambahan yang mungkin diperlukan China.
Tetapi mereka menunjuk pada tekanan yang meningkat pada pertumbuhan yang akan membutuhkan lebih banyak dukungan dari utang.