Sukses

Indonesia EBTKE ConEx Digelar 10-15 Oktober 2022, Bahas Apa Saja?

Guna mengakselerasi bauran penggunaan EBT, salah satunya dituangkan melalui Indonesia Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Conference and Exhibition 2022. Ajang ini akan digelar para 10-15 Oktober 2022 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta Transisi energi bersih disepakati sebagai isu utama negara-negara global kedepannya. Terlebih, ini jadi satu dari tiga isu prioritas dalam gelaran Presiden G20 Indonesia.

Guna mengakselerasi bauran penggunaan energi baru terbarukan (EBT), salah satunya dituangkan melalui Indonesia Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Conference and Exhibition 2022. Ajang ini akan digelar para 10-15 Oktober 2022 mendatang.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkap gelaran ini bisa jadi kunci pemanfaatan EBT di masyarakat. Ia berharap hasilnya akan sejalan dengan tema acara ‘Energy Transition: From Commitment to Action’.

“Tentu nanti untuk Indonesia EBTKE ConEx 2022 pun akan mengakomodir tiga isu prioritas ini,” kata Dadan saat membuka Bincang-Bincang Indonesia EBTKE ConEx 2022, Kamis (2/6/2022).

Tiga isu prioritas yang dimaksud Dadan yakni mengenai aksesibilitas energi, transisi energi dan pendanaan terhadap penerapan energi bersih. Lebih lagi, ini jadi perhatian presidensi G20 Indonesia.

Dadan menyebut, paradigma energi global ini telah berkomitmen untuk melakukan transisi energi menujut energi baru terbarukan. Termasuk dalam mengejar target minim emisi hingga Net Zero Emission (NZE) pada 2060 mendatang.

“Ini jadi tantangan dan kesempatan bagi kita secara bersama-sama di dalam negeri sebagai yang memiliki sumber energi yang besar dan bisa berperan dalam ikut memitigasi perubahan iklim,” terangnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Porsi Bauran EBT

Dadan menyampaikan porsi bauran EBT pada 2021 lalu mencapai 12,9 persen. Sementara kedepannya, pemerintah sendiri menargetkan perannya menjadi 23 persen di 2030 mendatang. Dadan optimistis target ini bisa tercapai.

“Kita harus lebih merubah komitmen menjadi action sehingga target tersebut bisa tercapai,” katanya.

“Saya menyadari ini bukan pekerjaan mudah, tapi saya juga meyakini ini sesuatu yang tak mustahil. Kalau kita hanya bertumpu pada listrik PLN tentu tantangannya akan sangat besar, dengan melihat situasi dan kondisi tentunya pelaksanaan tak hanya PLN tapi kita mendorong bagaimana adanya peranan ESG juga berkontribusi ke transisi energi,” paparnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengungkap acara yang jadi side event G20 ini akan berkontribusi dalam mengakselerasi pemanfaatan energi.

“Sebagaimana skala satu isu presidensi G20 Indonesia kita mengetahui bahwa dampak perubahan iklim di sektor energi yang relevan dalam keseharian masyarakat kedepan,” katanya.

Ia optimistis gelaran Indonesia EBTKE ConEx 2022 bisa jadi kunci dalam mengatasi perubahan iklim kedepannya.

“Ini dapat jadi titik tolak kedepannya dalam mengatasi ancaman perubahan iklim,” ujarnya.

 

 

3 dari 4 halaman

Himbara Diminta Tambah Pembiayaan untuk Proyek EBT

Sebelumnya, dalam rangka mengurangi emisi karbon, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta perbankan untuk memberikan pembiayaan yang lebih agresif kepada proyek pengembangan energi bersih, semisal energi baru terbarukan (EBT). Disisi lain meminta sektor perbankan khususnya bank himbara untuk menurunkan porsi pembiayaan untuk proyek energi fosil.

"Kita punya komitmen penurunan emisi karbon dan dorong untuk perbankan kita terkait himbara agar mereka secara bertahap mengurangi porsi pembiayaan di sektor fosil," kata Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansyuri dalam Indonesia Solar Summit 2022, Jakarta, Selasa (19/4).

Langkah ini diambil untuk memenuhi target penggunaan energi bersih 29 persen di tahun 2030 bisa tercapai. Pemerintah juga memiliki rencana khusus untuk mencapai target tersebut.

Salah satunya meminta perbankan untuk meningkatkan pembiayaannya kepada sektor EBT. "Kita minta pembiayaan ini meningkat ke EBT atau terkait dengan Pertamina dalam upaya peningkatan investasi di sektor EBT," katanya.

Hanya saja, kata Pahala, kebijakan tersebut tidak serta merta melarang perbankan untuk memberikan pembiayaan kepada pembangkit listrik tenaga fosil.

"Tapi ini tidak berarti tidak boleh memberikan pembiayaan kepada mereka (pembangkit listrik energi fosil)," katanya.

Dia menjelaskan, pemberian pembiayaan dari perbankan biasanya disesuaikan dengan rencana yang diajukan kreditur. "Saya rasa pembiayaan itu tergantung rencana dan apa yang sudah dicanangkan dalam NDC," katanya.

4 dari 4 halaman

Indonesia Kalah dari Thailand, Malaysia, dan Vietnam soal EBT

Pengamat energi Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mendesak agar Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) bisa segera diselesaikan.

Sebab, keberadaan UU EBT penting sebagai payung hukum pengelolaan, pemanfaatan, dan optimalisasi sumber daya energi baru dan terbarukan.

Dia melihat Indonesia memiliki sumber daya energi baru terbarukan yang belum dikelola secara optimal, sehingga memerlukan UU EBT untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatannya.

Selain itu, peraturan perundang-undangan yang saat ini ada dan mengatur mengenai energi baru dan terbarukan masih tersebar sehingga belum dapat menjadi landasan hukum yang kuat, komprehensif, dan menjamin kepastian hukum.

“Keberadaan UU EBT penting sebagai payung hukum untuk mengatur dan menetapkan harga jual-beli yang selama ini menjadi kendala utama dalam pengembangan dan pengusahaan EBT di Indonesia,” kata Komaidi dikutip dari ReforMiner Note, Rabu (9/3/2022).

Menurutnya, Indonesia menuju sebagai negara industri dan memerlukan energi dalam jumlah besar. Kebutuhan diproyeksikan tidak akan dapat hanya dipenuhi dari sumber energi fosil, namun memerlukan sumber energi lain dari energi baru dan terbarukan.

Karena pengembangan EBT memiliki peran penting dalam implementasi kebijakan transisi energi menuju sistem energi nasional yang berkelanjutan. Pemanfaatan EBT juga merupakan bagian dari upaya dan komitmen Indonesia dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Karena itu, keberadaan UU EBT menjadi penting.

Bahkan, sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia telah memiliki Undang Undang khusus terkait EBT. Data menunjukkan, pasca penerbitan UU EBT pengembangan EBT pada ketiga negara tersebut tercatat lebih ekspansif.