Liputan6.com, Jakarta Keputusan pemerintah yang mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) banyak apresiasi.
Ahli Hukum Ekonomi Kerakyatan Fakultas Hukum UI M. Sofyan Pulungan mengatakan langkah ini merupakan bukti keberpihakan pemerintah kepada petani sawit.
Baca Juga
Sofyan menjelaskan bahwa dibukanya kembali ekspor minyak sawit akan mengembalikan produktivitas petani sawit yang sebelumnya sempat terganggu akibat adanya moratorium ekspor CPO dan turunannya. Sebab, menurut Sofyan banyak petani sawit yang dirugikan akibat moratorium tersebut mengingat banyak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang membatasi bahkan menghentikan pembelian Tandan Buah Segar (TBS) yang diproduksi petani skala kecil.
Advertisement
Data dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), dari total 1.118 pabrik sawit di Indonesia, setidaknya 25 persen menghentikan pembelian TBS dari petani akibat moratorium pelarangan ekspor sawit.
“Memberhentikan sementara ekspor CPO adalah keputusan yang tepat, akan tetapi kalau terlalu lama justru membahayakan kepentingan petani sawit. Stok CPO kita itu berlebih untuk kebutuhan dalam negeri sehingga diperlukan orientasi ekspor untuk mencegah stok mubazir dan rusak akibat tidak terserap sepenuhnya. Disini kebijaksanaan Pemerintah dalam mengedepankan kepentingan berbagai elemen masyarakat tercermin” ungkap Sofyan kepada wartawan, Kamis (2/6/2022).
Dengan dibukanya kembali ekspor CPO, lanjut Sofyan, akan meningkatkan serapan dari PKS ke petani sawit sehingga dapat mengembalikan kesejahteraan petani.
Harga TBS Kembali Stabil
Selain itu, pencabutan moratorium larangan ekspor CPO juga bisa membuat harga TBS kembali stabil bahkan meningkat di pasaran setelah sebelumnya sempat anjlok 70 persen di bawah harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini juga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
“Serapan TBS dari petani akan meningkat harapannya demikian juga dengan kesejahteraan mereka yang semakin terjamin karena sebelumnya mereka menjerit akibat larangan ekspor ini. Sebab ini penghasilan utama mereka, “ ujar Sofyan.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuka kembali ekspor CPO pada 23 Mei 2022 setelah sebelumnya ekspor CPO dan turunannya diberhentikan sementara pada 28 April 2022..
Sofyan juga menuturkan bahwa peristiwa kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu harus menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola perdagangan minyak sawit dan turunannya agar tidak terjadi hal serupa sehingga tidak ada lagi yang dirugikan termasuk petani sawit.
Sebab, menurut Sofyan, minyak sawit dan turunannya seperti minyak goreng berkaitan dengan hajat hidup masyarakat luas karena memegang peranan penting dalam kebutuhan sehari-hari masyarakat. Mempertimbangkan hal tersebut maka Pemerintah harus memprioritaskan kebijakan yang dapat menjadi titik temu semua kepentingan.
Advertisement
Berjalan Baik
Dia menyampaikan bahwa perdagangan minyak sawit harus dipastikan berjalan dengan baik, mulai dari hulu hingga hilir. Di bagian hulu, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan implementasi tata kelola perkebunan sawit sudah sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. Pasalnya, menurut Sofyan, masih banyak perusahaan yang membeli kelapa sawit dari petani dengan harga di bawah ketetapan pemerintah.
Keberpihakan pemerintah pada kepentingan masyarakat luas dalam tata kelola industri dan pengawasan tata niaga komoditas menjadi kunci kesejahteraan masyarakat dan pemulihan ekonomi nasional.
Upaya penanggulangan kelangkaan minyak goreng dalam negeri dengan moratorium sementara ekspor sawit sepatutnya perlu diimbangi dengan melihat kondisi yang terjadi pada hulu hilir rantai pasok kelapa sawit. Sehingga kebijakan yang diberlakukan turut memberikan keuntungan di sisi hulu yang dalam hal ini adalah petani sawit.
Kebijakan Pemerintah yang memprioritaskan kepentingan rakyat harapannya konsisten tercermin juga pada komoditas- komoditas lainnya.