Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, mendukung pembatasan penggunaan Pertalite apabila nantinya menggunakan aplikasi MyPertamina, sebagai aplikasi kontrol untuk pembelian khusus pada alat transportasi golongan angkutan umum, sepeda motor cc kecil dibawah 400 cc dan masyarakat kurang mampu dan pastinya juga bagi para pengemudi ojek online.
"Namun juga jangan sampai nantinya penerapan penggunaan aplikasi MyPertamina, menimbulkan antrian panjang di SPBU-SPBU Pertamina dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang tidak paham penggunaan aplikasi MyPertamina ini," kata Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono dalam keterangannya, Senin (6/6/2022).
Baca Juga
Menurutnya, layanan atas pengisian BBM Pertalite menggunakan aplikasi MyPertamina harus didukung oleh SDM petugas operator SPBU yang dapat cepat dan tanggap melayani pembeli.
Advertisement
"Sebagai sosialisasi awal mungkin pihak Pertamina dapat menerapkan jalur khusus pengguna aplikasi MyPertamina pada SPBU nya, dan pastinya dengan kecepatan layanan dan tambahan petugas promosi sebagai bentuk sosialisasi MyPertamina," ujarnya.
Dia menegaskan, Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia juga siap melakukan MoU ataupun dukungan integrasi dengan Pertamina dalam rangka sosialisasi penggunaan aplikasi MyPertamina yang diterapkan kepada pengemudi ojek online pada setiap pembelian Pertalite.
"Garda berharap juga harga Pertalite jangan sampai dinaikan, karena beban ekonomi pengemudi ojol yang masih pemulihan pedapatan pasca pandemi Covid 19 dalam dua tahun belakangan ini yang sangat menggerus ekonomi para pengemudi ojol," pungkasnya.
Sebelumnya, diketahui Pemerintah berencana membatasi pembelian bahan bakar minyak atau BBM subsidi pertalite dan solar.
Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendorong penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian BBM Pertalite, dan Solar.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penggunaan Aplikasi MyPertamina
Sebelumnya, pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendorong penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian BBM jenis Pertalite, dan Solar yang konon kabarnya bakal segera dibatasi.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menjelaskan, ke depan yang berhak mengisi solar dan Pertalite harus melakukan registrasi di aplikasi My Pertamina, yang selanjutnya akan diverifikasi oleh BPH Migas.
“Ya solar kan JBT (jenis BBM tertentu), pertalite Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) kemudian kuotanya sudah ditentukan masing-masing 15,1 juta kl dan 23,05 juta kl, sementara kita proyeksikan kebutuhan lebih dari itu,” kata Saleh kepada Liputan6.com, Kamis (2/6/2022).
Sehingga penyaluran JBT dan JBKP harus tepat sasaran. Oleh sebab itu konsumen solar ini mesti tercatat atau registrasi dulu di MyPertamina, kemudian diverifikasi. Jika berhak bisa mendapatkan solar.
Apabila telah disetujui, maka konsumen memiliki akses dan dapat membeli solar subsidi. Tentunya, agar petugas Pertamina tahu maka pembeli dihimbau untuk menunjukkan bukti sudah akses MyPertamina dengan bukti seperti QR Code.
Begitupun sebaliknya, bagi yang tidak terverifikasi. Maka konsumen tersebut tidak berhak menerima subsidi, dan harus membeli Jenis BBM umum (JBU).
Lebih lanjut, untuk menerapkan kebijakan pembelian BBM bersubsidi melalui MyPertamina, perlu dilakukan revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Lantaran, Perpres tersebut mengatur siapa saja yang berhak membeli BBM subsidi.
“Betul (harus direvisi), tujuannya untuk menyesuaikan konsumen pengguna,” pungkasnya.
Advertisement
Pertalite dan Solar Bakal Dibatasi, Siapa Saja yang Boleh Beli?
Pemerintah tengah menggodok aturan soal pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar. Kebijakan ini rencana diterapkan agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan sepakat atas inisiatif pembatasan pembelian BBM Pertalite dan Solar tersebut. Dia menilai, sudah saatnya pemerintah memberikan subsidi kepada orang bukan lagi dalam bentuk barang.
Dalam hal ini, ia memaparkan sejumlah golongan yang menurutnya berhak menerima kompensasi untuk diperbolehkan membeli Pertalite dan Solar.
"Kriterianya saya kira kendaraan roda 2, angkutan umum, angkutan sembako, operasional UMKM, mobil pribadi dengan tahun di bawah 2012, dan kendaran petani kecil dan menengah," ungkap dia kepada Liputan6.com, Selasa (31/5/2022).
Bila tak dibatasi, Mamit menyebut pemerintah ke depan pasti bakal terus kerepotan. Pasalnya, berapapun kuota yang dialokasikan dalam APBN untuk subsidi BBM jenis gasoline pasti akan jebol, lantaran siapapun bisa mengkonsumsi barang subsidi tersebut.
"Hal ini karena tidak ada larangan yang jelas dari pemerintah terkait dengan hukuman jika tidak tepat sasaran," ujar dia.
Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, ia beranggapan penyaluran BBM bersubsidi akan lebih mudah. Asalkan semua pihak mempunyai visi yang sama untuk mengurangi beban subsidi.
"Dampaknya bagi negara pasti akan sangat membantu karena beban keuangan akan semakin berkurang. Selain itu, negara akan menggunakan dana tersebut untuk pembangunan sektor yang lain, tidak melulu subsidi energi," tuturnya.
Masyarakat yang secara kriteria berhak membeli Pertalite dan Solar tentunya tengah menunggu kapan aturan itu akan diterapkan. Liputan6.com lantas coba mengkonfirmasi hal tersebut kepada BPH Migas, namun belum mendapat jawaban hingga berita ini naik.
Pemerintah Siapkan Aturan Pembelian Pertalite dan Solar, Bakal Dibatasi?
Pemerintah tengah menggodok aturan terkait penunjukan teknis pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Langkah pembuatan atuan pembelian Pertalite dan Solar ini agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan, regulasi itu akan mengatur dua hal, yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.
"Di dalam Perpres tersebut tidak hanya BBM jenis Pertalite yang akan disempurnakan, satu lagi yang lebih krusial BBM jenis Solar karena Solar masih disubsidi meskipun subsidi per liter, tetapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan Solar nonsubsidi," ujarnya dikutip dari Antara, Senin (30/5/2022).
Saat ini harga Solar bersubsidi di angka Rp 5.100 per liter, jauh lebih tinggi dibanding solar nonsubsidi yang hampir Rp 13.000 per liter.
Djoko mengungkapkan perang Ukraina dengan Rusia telah membuat harga minyak dunia melambung terkhusus gasoline, sehingga harga Pertamax di dalam negeri terkerek naik menjadi Rp12.500 per liter.
Sementara itu, pemerintah juga tidak menaikkan harga Pertalite yang membuat selisih harga BBM jenis penugasan ini juga serupa antara Solar dan Bensin. Hal itu lantas membuat konsumen beralih dari membeli Pertamax ke Pertalite.
Situasi itu yang membuat beban keuangan Pertamina semakin berat karena perseroan harus melakukan impor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, sementara harga jual produknya justru tidak naik sesuai harga keekonomian.
"Dua hal ini yang akan diatur lebih lanjut oleh Perpres yang baru tersebut," kata Djoko.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa Solar adalah prioritas pertama yang akan pemerintah atur karena BBM jenis ini digunakan tidak hanya oleh kendaraan bermotor, tetapi industri-industri pertambangan dan perkebunan, hingga kapal-kapal besar. Adapun Pertalite hanya terjadi pergeseran konsumen yang membuat volume penyalurannya bertambah.
Advertisement