Sukses

Lockdown Covid-19 Hilangkan Konsumen, Perusahaan di China Keluhkan Ekspor Turun

Manufaktur di China melihat penurunan ketika konsumen membatasi pengeluaran dan lockdown Covid-19 mendorong pelanggan beralih ke pesaing.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah dua tahun mencatat rekor ekspor, manufaktur di China melihat banyak penurunan ketika konsumen membatasi pengeluaran dan lockdown Covid-19 mendorong pelanggan beralih ke pesaing di negara tersebut.

Sebagian besar negara di dunia sekarang sudah mulai hidup dengan Covid-19, dan sektor perjalanan serta kegiatan rekreasi lainnya kembali berjalan,

Namun di China, konsumen masih mengurangi pengeluaran untuk laptop, telepon, dan barang-barang lainnya -mendorong pengusaha dan perusahaan di negara itu berjuang untuk bertahan dengan meningkatkan ekspor tetapi belum menunjukkan kemajuan.

Salah satunya adalah Shenzhen Teanabuds Electronics Co, yang biasanya mengekspor produk earbud, headset, dan speaker nirkabel mereka ke AS, Eropa, dan Timur Tengah.

Tetapi saat ini, perusahaan tersebut mengalami penurunan pesanan sekitar 50 persen dibandingkan tahun lalu.

"(Ekspor) ini hanya akan terus menurun di sisa tahun ini karena kami kehilangan keunggulan kami," ungkap Zhang Wanli, direktur pemasaran global Teanabuds Electronics, dikutip dari Bloomberg, Rabu (8/6/2022).

Zhang menyebut, beberapa klien Teanabuds baru-baru ini mengalihkan pesanan mereka ke negara-negara Asia Tenggara karena pemasok di sana menawarkan harga yang lebih rendah, dan pasokan mereka tidak terlalu tertekan.

Selain itu, tingginya biaya bahan baku dan pengiriman membuat margin laba Teanabuds Electronics turun menjadi 15 persen dari 30 persen pada tahun 2019.

Kemerosotan permintaan barang-barang dari China menjadi pukulan bagi perekonomian negara itu, yang sudah diperkirakan tumbuh pada laju paling lambat dalam beberapa dekade tahun ini karena penurunan pasar properti dan pembatasan terkait Covid-19.

Guangzhou GL Supply Chain Co., perusahaan China yang menjual produk berkebun seperti kaleng penyiram hingga pernak-pernik hiasan Natal, mengatakan pesanan dari pelanggan mereka di AS dan Eropa telah menurun hingga setengahnya dari periode yang sama tahun lalu.

Penjualan produk mereka untuk musim Natal juga anjlok dibandingkan dengan tahun 2021.

"(Penurunan ini) mungkin dikarenakan orang-orang harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk kebutuhan dasar karena inflasi yang lebih tinggi," kata Chen Zijian, manajer penjualan Guangzhou GL Supply Chain Co. 

 

2 dari 3 halaman

Ekspor China Diprediksi Menurun

Chen Zijian mengungkapkan "Tahun lalu, pandemi lebih serius".

"Tapi kami menjual produk berkebun, dan bisnisnya tidak terlalu terpengaruh, mungkin karena orang-orang tinggal di rumah dan berkebun. Dibandingkan dengan tahun lalu, pesanan kami menurun cukup banyak," katanya.

Setelah melonjak 30 persen pada tahun 2021, ekspor China diprediksi akan tumbuh hanya 1,6 persen tahun ini, menurut Nomura Holdings Inc.

Secara luas, para analis mengungkapkan bahwa pergeseran rantai pasokan untuk manufaktur yang lebih murah di Asia Tenggara semakin cepat setelah jeda singkat dalam dua tahun terakhir.

Sekitar 7 persen pesanan furnitur China beralih ke negara-negara seperti Vietnam antara September 2021 dan Maret 2022, serta 5 persen untuk produk tekstil dan 2 persen untuk elektronik, menurut perkiraan Everbright Securities Co.

Tantangan itu diperparah oleh kenaikan harga bahan baku dan tarif pengiriman.

Subindex bahan baku di bawah indeks harga produsen China melonjak 17,4 persen pada bulan April.

Indeks angkutan peti kemas Shanghai juga masih lebih dari empat kali tingkat pra-pandemi meskipun turun 17 persen sepanjang tahun ini.

3 dari 3 halaman

Lockdown Covid-19 Bikin Sektor Jasa di China Terkontraksi 3 Bulan Berturut-turut

Aktivitas di sektor jasa dan layanan di China berkontraksi dalam tiga bulan berturut-turut hingga Mei 2022, karena terdampak lockdown Covid-19 yang berkepanjangan di Shanghai dan sejumlah kota lainnya.

Meski sudah ada pelonggaran lockdown Covid-19, sektor jasa dan layanan di China masih menunjukkan pemulihan yang lambat, menurut sebuah survei bisnis swasta, Caixin. 

Dilansir dari Channel News Asia, Senin (6/6/2022) indeks manajer pembelian (PMI) Caixin naik menjadi 41,4 pada bulan Mei dari 36,2 pada Apri 2022, menunjukkan kenaikan yang sedikit karena pihak berwenang China mulai mengurangi beberapa pembatasan terkait Covid-19yang telah melumpuhkan Shanghai dan mengguncang rantai pasokan global.

Namun, angka tersebut tetap jauh di bawah 50 poin yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi secara bulanan.

Analis Caixin mengatakan bahwa kelemahan di sektor jasa, yang menyumbang sekitar 60 persen dari ekonomi China dan setengah dari pekerjaan di wilayah perkotaan, kemungkinan akan bertahan di bawah kebijakan nol-Covid-19 negara itu, dengan sektor-sektor seperti hotel dan restoran menanggung beban terberat.

Sebuah survei resmi juga menunjukkan sektor jasa di China masih terperosok dalam kontraksi.

Survei Caixin juga menunjukkan bisnis baru di China, termasuk pesanan ekspor, turun selama empat bulan berturut-turut karena pembatasan mobilitas membuat pelanggan tetap berada di rumah dan mengganggu operasi.

Hal itu menyebabkan perusahaan jasa mengurangi gaji mereka pada tingkat yang lebih tajam, dengan sub-indeks untuk pekerjaan berdiri di 48,5, terendah sejak Februari tahun lalu dan turun dari 49,3 bulan sebelumnya.

"Ukuran ketenagakerjaan tetap berada di wilayah kontraksi sejak awal tahun ini. Dampak epidemi telah menghantam pasar tenaga kerja. Perusahaan tidak banyak termotivasi untuk meningkatkan perekrutan. Akibatnya, bisnis yang luar biasa (menunggak) di sektor jasa tumbuh lebih jauh," kata Wang Zhe, Ekonom Senior di Caixin Insight Group.