Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah melemah jelang akhir pekan ini dibayangi isu inflasi global. Kurs rupiah pagi ini bergerak melemah 14 poin atau 0,1 persen ke posisi 14.581 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.567 per dolar AS.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, rupiah mungkin masih lanjut tertekan terhadap dolar AS hari ini.
Baca Juga
"Isu inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat masih menjadi isu negatif untuk rupiah dan nilai tukar emerging market lainnya," ujar Ariston dikutip dari Antara, Jumat (10/6/2022)
Advertisement
Ariston menyampaikan lockdown atau penguncian kembali di beberapa wilayah di kota Shanghai (China) menambah sentimen negatif di pasar keuangan.
Indeks saham Asia juga terlihat bergerak negatif di pembukaan perdagangan bursa.
Selain itu, lanjut Ariston, sentimen kenaikan suku bunga acuan agresif bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), juga masih membebani rupiah dan nilai tukar lainnya terhadap dolar AS.
"Dengan meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap inflasi, bank sentral AS akan bertindak lebih agresif untuk menekan laju inflasi AS ke level target 2 persen. Saat ini laju inflasi AS di kisaran 8 persen," kata Ariston.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak melemah ke level 14.600 per dolar AS dengan support di level 14.500 per dolar AS.
Pada Kamis (9/6) lalu, kurs rupiah ditutup melemah 75 poin atau 0,52 persen ke posisi 14.567 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.492 per dolar AS.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rupiah Berpotensi Loyo Jumat 10 Juni 2022
Sebelumnya, pada perdagangan Kamis (9/6/2022) Rupiah ditutup melemah 75 poin walaupun sempat melemah 80 poin di level Rp 14.566. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya Rupiah berada di posisi 14.492.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, Rupiah berpotensi melemah pada perdagangan Jumat, 10 Juni 2022.
“Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.550 hingga Rp 14.610,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Juni 2022.
Secara internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu yang paling resilien di tengah berbagai risiko global yang mengalami peningkatan.
Dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) Juni 2022, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di tingkat 5,1 persen untuk 2022 atau hanya turun 0,1 poin persentase dari proyeksi sebelumnya.
Proyeksi tersebut masih berada dalam kisaran outlook Pemerintah yakni 4,8 persen hingga 5,5 persen. Dalam laporan tersebut, Bank Dunia mengemukakan perekonomian Indonesia akan mendapat dorongan dari kenaikan harga komoditas.
Pemerintah juga masih berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dengan membuat situasi pandemi menjadi kondusif sehingga memberikan kenyamanan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonominya.
Salah satu caranya dengan mendorong vaksinasi yang kini sudah mencapai 74,2 persen populasi untuk dosis pertama dan 62,1 persen untuk dosis lengkap.
Di sisi lain, APBN tetap diarahkan untuk menjadi instrumen penting merespon dinamika ekonomi yang terjadi, termasuk menjadi shock absorber. APBN akan terus diarahkan untuk memastikan terlindunginya daya beli masyarakat, khususnya kelompok yang rentan, serta terjaganya pemulihan ekonomi.
Berbeda dengan kondisi Indonesia, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan melambat signifikan dari 5,7 persen pada 2021 menjadi hanya 2,9 persen pada 2022 akibat eskalasi berbagai risiko.
Beberapa lembaga internasional lain, seperti IMF, juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebanyak 0,8 persentase poin pada April lalu.
Risiko global, seperti konflik geopolitik yang disebabkan oleh perang di Ukraina, telah membuat tekanan inflasi global semakin persisten, terutama didorong oleh lonjakan harga komoditas energi dan pangan serta disrupsi suplai.
Advertisement
Dolar AS Melemah
Tak hanya Rupiah yang melemah, Dolar AS juga turun pada Kamis pagi di Asia. Pertemuan Bank Sentral Eropa dan keputusan kebijakannya di kemudian hari tetap menjadi fokus terbesar pasar.
Data pemerintah yang dirilis pada hari sebelumnya menunjukkan ekspor China tumbuh 16,9 persen tahun ke tahun pada Mei karena pembatasan COVID-19 dan gangguan pada produksi dan logistik mereda, mengalahkan ekspektasi pasar.
Prakiraan yang disiapkan oleh Investing.com memperkirakan pertumbuhan sebesar 8,0 persen sementara pertumbuhan 3,9 persen tercatat pada April. Imbal hasil Treasury 10-tahun naik ke 3,03 persen, yang menahan harga emas.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pada Rabu pemerintahan Biden berusaha untuk "mengkonfigurasi ulang" tarif impor China tetapi memperingatkan pemotongan itu tidak akan menjadi "obat mujarab" untuk meredakan inflasi yang tinggi.
Investor juga masih khawatir tentang resesi yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga. Menambah prospek pertumbuhan global yang suram, Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperingatkan pada Rabu perang di Ukraina telah membuat prospek ekonomi dunia lebih suram, memangkas perkiraan pertumbuhannya.
Sementara itu, Bank Sentral Eropa akan menurunkan keputusan kebijakannya pada Kamis dan mengumumkan penghentian pembelian obligasi.