Sukses

Pandemi Covid-19 Mereda, Miliarder Aplikasi antar Makanan Tak Lagi Cuan

Pandemi Covid-19 yang mereda membuat masyarat di AS dan Eropa kembali ke restoran dan tidak lagi menggunakan jasa pesan makanan online.

Liputan6.com, Jakarta - Awal masa pandemi Covid-19 memunculkan miliarder baru dari aplikasi jasa antar makanan, ketika sebagian besar masyarakat di Amerika Serikat dan Eropa berada di rumah dan beralih memesan makanan secara online. 

Dilansir dari The Straits Times, Jumat (10/6/2022) ketiga pendiri perusahaan pemesanan makanan online DoorDash yang berbasis di AS, masing-masing mengumpulkan kekayaan sebesar USD 2,5 miliar atau setara Rp 36,4 triliun.

Adapun keuntungan yang diraih Just Eat Takeaway.com asal Belanda, membuat kekayaan pendirinya Jitse Groen mencapai USD 1,5 miliar atau Rp 21,8 triliun.

Tetapi sekarang, keuntungan itu tampak seperti fatamorgana ketika sebagian besar masyarakat kembali makan di restoran daripada memesan makanan untuk dibawa pulang.

Hal ini membuat saham teknologi tidak diminati investor - di tengah lingkungan makro yang berubah.

Saham yang dimiliki Groen telah turun nilainya menjadi USD 350 juta (Rp 5,1 triliun).

Founder DoorDash Andy Fang dan Stanley Tang juga tidak lagi menjadi miliarder, dan kekayaan bersih CEO Tony Xu turun menjadi USD 1,1 miliar (Rp 16 triliun), menurut Bloomberg Billionaires Index.

Miliarder jasa antar makanan lainnya juga mengalami penurunan kekayaan setelah pandemi Covid-19 berakhir, termasuk CEO Deliveroo Will Shu (di Inggris), yang kepemilikannya di perusahaan telah menurun menjadi sekitar USD 150 juta (Rp 2,1 triliun) dari USD 620 juta pada Agustus 2021 lalu.

"Berakhirnya lockdown Covid-19 telah menunjukkan kepada kita batas pengiriman makanan," kata Mott Smith, CEO Amped Kitchens, platform yang menawarkan jasa sewa ruang dapur di Los Angeles, California, AS.

2 dari 3 halaman

Setelah Covid-19 Mereda, Saham Perusahaan Pengiriman Makanan di Negara Barat Anjlok

Setelah mencatat keuntungan besar pada masa awal pandemi Covid-19 di 2020 dan 2021 lalu, penurunan harga saham perusahaan pengiriman makanan besar terjadi dengan cepat dan tanpa henti, menghapus lebih dari USD 100 miliar nilai pasar mereka. 

Sementara sebagian besar masih berhasil meningkatkan pendapatan, pertumbuhan itu masih juah sedikit dari lonjakan yang terjadi di tahun 2020.

Penurunan pasar baru-baru ini serta inflasi yang terus-menerus juga mengikis tabungan konsumen, hal ini memotong jumlah uang yang dapat dibelanjakan orang untuk memesan makanan secara online.

Saham teknologi yang tumbuh cepat telah anjlok secara luas, dengan ekspektasi pertumbuhan turun di tengah kenaikan suku bunga dan kekhawatiran akan perlambatan pemulihan yang berkepanjangan.

"Sektor ini tidak pernah mengalami kombinasi inflasi yang tinggi dan ketidakpastian pada tingkat permintaan yang merupakan new normal," kata Diana Gomes, seorang analis di Bloomberg Intelligence.

Setelah Covid-19 mereda, fokus  telah bergeser ke pemotongan biaya untuk beberapa, dengan investor menekan perusahaan untuk menghasilkan uang daripada pengeluaran untuk menumbuhkan pangsa pasar.

Saham Just Eat Takeaway naik 12 persen menyusul laporan bahwa pendiri Grubhub Matt Maloney telah mempertimbangkan untuk membeli kembali bisnis AS tersebut hanya setahun setelah menjualnya ke Just Eat seharga USD 7,3 miliar.

3 dari 3 halaman

Kekayaan yang Tak Bertahan Lama

Sebelum pandemi Covid-19, pertumbuhan perusahaan pengiriman makanan online di AS tampaknya tidak terbatas.

Ketika DoorDash go public pada Desember 2020, sahamnya meroket 92 persen dalam salah satu lompatan hari pertama terbesar tahun ini.

Pendiri DoorDash telah mulai memindahkan sebagian dari kekayaan itu ke bank.

Tony Xu, Andy Fang dan Stanley Tang telah menjual lebih dari USD 356 juta saham gabungan mereka dalam 17 bulan terakhir, menggunakan program perdagangan yang telah diatur sebelumnya, menurut perhitungan Bloomberg.

Di Eropa, banyak perusahaan pengiriman makanan online yang mengalami kenaikan harga terbesar - dan kemudian jatuh karena surutnya tren tersebut.

"Ini adalah fenomena unik Amerika yang menyebar ke seluruh dunia untuk sesaat," kata profesor bisnis Usha Haley di Wichita State University.

Para pendiri ini sekarang telah mengalami aspek lain dari kehidupan Amerika: Tidak semua miliarder yang cepat kaya berhasil mempertahankan kekayaan mereka.