Sukses

Waspada, 22 Negara Sudah Setop Ekspor Pangan

Jokowi mencatat, saat ini, sudah ada 22 negara yang menghentikan ekspor berbagai jenis pangan.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Indonesia perlu waspada dengan krisis pangan yang terjadi saat ini. Tercatat harga beberapa komoditas pangan seperti gandum dan kedelai melonjak karena keterbatasan pasokan.

Jokowi mencatat, saat ini, sudah ada 22 negara yang menghentikan ekspor berbagai jenis pangan. Pembatasan ekspor pangan bertujuan untuk mengamankan kebutuhan domestik di tengah ketegangan geopolitik dunia akibat invasi Rusia ke Ukraina.

"Dari 3 negara yang sudah stop ekspor pangan, sekarang sudah menjadi 22 negara," tegas Jokowi dalam acara perayaan 50 tahun Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) 2022 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (10/6/2022).

Akibat keterbatasan komoditas pangan, lanjut Jokowi, membuat 13 juta penduduk dunia mengalami kelaparan. "Jadi, hati-hati mengenai ini," ucap Jokowi.

Jokowi pun meminta pengusaha lokal Indonesia, termasuk Hipmi untuk mendukung langkah pemerintah dalam mendukung program kemandirian pangan. Hal ini untuk mengamankan stok pangan domestik sekaligus sebagai peluang berwirausaha di tengah mahalnya harga pangan.

"Sehingga, sekali lagi kemandirian pangan sangat penting. Saya mengajak anggota Hipmi untuk mausk ke dalam program ini," tutup Jokowi.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Malaysia Setop Ekspor Ayam ke Singapura

Sebelumnya, Pemerintah Malaysia menegaskan akan menghentikan ekspor ayam hidup maupun produk olahannya mulai 1 Juni 2022. Larangan ekspor ini mencakup unggas hidup, daging dingin dan beku, bagian ayam dan produk berbasis ayam.

"Kementerian Pertanian dan Industri Makanan Malaysia mengatakan dalam sebuah pernyataan Rabu malam. Nugget ayam, roti, dan sosis juga akan dilarang," tulis Pemerintah Malaysia dikutip Bloomberg, Kamis (2/6).

Langkah Malaysia ini merupakan pukulan besar bagi Singapura, yang mengimpor sekitar sepertiga pasokannya dari Negeri Jiran tersebut. Larangan itu membuat toko-toko di Singapura yang menjual produk ayam terancam tidak bisa melanjutkan bisnis.

Alhasil, konsumen di Singapura khawatir apakah mereka masih bisa menikmati nasi ayam, yang merupakan salah satu makanan paling populer di Singapura.

3 dari 4 halaman

Jokowi: Tanam Jagung dan Kedelai di Mana pun Tumbuh, Kok Masih Impor?

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kapasitas produksi nasional berpihak pada industri substitusi impor. Arahan ini diberikannya karena pelaku industri di Tanah Air kini masih banyak bergantung pada pasokan bahan baku dari luar negeri, seperti jagung dan kedelai.

"Misalnya, jagung masih impor, tanem jagung. Kenapa? Nanem jagung di mana pun juga tumbuh. Kenapa masih impor? Kedelai, kita juga masih impor. Padahal banyak daerah yang sesuai untuk penanaman kedelai, lakukan ini," desak Jokowi saat memberikan arahan di Musrengbangnas 2022, Kamis (28/4/2022).

Selain itu, Jokowi juga mendorong percepatan hilirisasi yang dilakukan di dalam negeri. Sebagai contoh, ia mengajak daerah-daerah yang memiliki pertambangan agar segera membangun smelter.

"Daerah-daerah yang memproduksi cokelat, kopi misalnya, dorong agar mereka masuk ke industri di daerah kita masing-masing. Agar meningkatkan nilai tambah yang berlipat-lipat dan membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya untuk rakyat," pintanya.

"Sekali lagi saya ingatkan, jangan kita hanya menjadi pengekspor bahan mentah, raw material, stop," tegas Jokowi.

 

4 dari 4 halaman

TKDN

Jokowi juga kembali mengingatkan, agar pemerintah fokus bekerja untuk peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Artinya, belanja barang, modal dan jasa harus diarahkan kepada pembelian produk-produk dalam negeri.

"Saya ingatkan lagi, potensi belanja barang dan modal dan jasa di pusat ini ada Rp 526 triliun. Di daerah Rp 535 triliun. Artinya, total sudah Rp 1.062 triliun, plus BUMN Rp 420 triliun. Ini angka yang besar sekali," serunya.

"Jangan sampai angka yang sangat besar ini dibelanjakan untuk barang-barang impor. Sehingga produksi dalam negeri tidak berkembang. Arahkan semuanya pembelian ke produk-produk dalam negeri. Hilangkan, kurangi sebanyak-banyaknya pembelian produk impor," pungkasnya.

Â