Liputan6.com, Jakarta Tiket pesawat terpantau masih berada di harga tinggi. Pengamat penerbangan menyebut, hal ini mengulang kejadian yang sama sekitar 2018-2019 lalu.
Pengamat Penerbangan dan Analis Independen Bisnis Penerbangan Nasional Gatot Rahardjo mengatakan kenaikan harga tiket pesawat juga menjadi penghambat pariwisata. Alasannya, banyak pelancong menggunakan pesawat ke titik-titik pariwisata.
Baca Juga
"Masyarakat hingga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno juga mengeluh karena tingginya harga tiket pesawat menghambat pariwisata. Wisatawan memang lebih banyak datang menggunakan pesawat," kata dia dalam keterangannya, Minggu (12/6/2022).
Advertisement
"Kondisi ini mengingatkan kita pada kondisi yang sama pada tahun 2018-2019. Ibarat pepatah, saat ini penerbangan nasional 'jatuh 2 kali di lubang yang sama!'," tambahnya.
Menurut temuannya, harga tiket pesawat setelah lebaran 2022 sampai saat ini, ternyata tidak juga turun. Maskapai masih memasang harga tiket dengan tarif di sekitar batas atas (TBA) yang ditentukan pemerintah.
"Silahkan anda mencari sendiri tarif penerbangan ke kota-kota lain melalui website maskapai atau travel agen online dan offline, kemudian cocokkan dengan Keputusan Menteri Perhubungan no. KM 106 tahun 2019. Anda akan mendapati rata-rata tarif di batas atas," paparnya.
Bahkan beberapa maskapai juga memasang biaya tambahan fuel surcharge. Karena sejak April hingga Juli 2022 pemerintah memang memberi keleluasaan maskapai untuk menambah biaya tambahan ini. Alasannya karena harga avtur yang naik imbas dari perang Rusia-Ukraina.
Â
Penyebab Harga Naik
Gatot menyampaikan, menurut catatab Kementerian Perhubungan, harga avtur punya andil dalam kenaikan tarif tiket pesawat. Karena, porsi harga avtur terhadap biaya operasional penerbangan adalah 35 persen.
"Maka jika harga avtur naik, otomatis biaya penerbangan juga akan naik," katanya.
Di sisi lain, Kemenhub menilai kenaikan harga juga turut dipengaruhi dari jumlah pesawat yang beroperasi. Sehingga, permintaan lebih tinggi ketimbang suplai armada dari maskapai.
"Kemenhub juga menyatakan bahwa kenaikan harga ini karena jumlah pesawat yang berkurang, dari sebelum pandemi jumlahnya 550 pesawat, sekarang tinggal 350 pesawat. Sehingga hukum ekonomi pun berlaku yaitu penawaran lebih sedikit dari permintaan sehingga harga pasti naik," terangnya.
Kendati begitu, Gatot tak ingin buru-buru menyimpulkan kalau harga avtur dan berkurangnya jumlah pesawat yang beroperasi sebagai pengaruh satu-satunya kenaikan harga.
Soal harga avtur, Gatot memandang penilaian pemerintah soal pengaruh terhadap harga tiket tak sepenuhnya benar. Karena, ada faktor keuntungan yang diambil maskapai menurut hitungan kasar yang dilakukannya.
Sementara, dari sisi maskapai, kenaikan harga ini tak sebatas mencari keuntungan semata. Tapi juga mengikuti regulasi yang telah ditetapkan pemerintah.
"Alasan yang logis adalah maskapai saat ini berusaha memulihkan pendapatan dan aliran dana (cash flow) setelah finansial mereka terdampak dahsyat oleh pandemi covid-19," tuturnya.
Â
Advertisement
Fuel Surcharge
Sebelumnya, harga tiket pesawat jelang mudik lebaran dipastikan akan lebih mahal. Hal ini lantaran Kementerian Perhubungan memperbolehkan maskapai untuk menaikkan harga tiket.
Pertimbangannya, adanya kenaikan harga minyak dan avtur dunia. Maka dari itu, Kementerian Perhubungan mengizinkan maskapai untuk melakukan penyesuaian biaya (fuel surcharge) pada angkutan udara penumpang dalam negeri.
Ketentuan ini diberlakukan untuk menjaga keberlangsungan operasional maskapai penerbangan dan untuk memastikan konektivitas antar wilayah di Indonesia tidak terganggu.
Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2022 tentang Biaya Tambahan (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai berlaku sejak ditetapkan pada 18 April 2022.
"Ketentuan ini dibuat setelah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait seperti maskapai penerbangan, asosiasi penerbangan, praktisi penerbangan, YLKI, dan unsur terkait lainnya di bidang penerbangan," demikian disampaikan Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Adita menjelaskan, adanya kenaikan harga avtur dunia sangat mempengaruhi biaya operasi penerbangan.
"Jika kenaikannya mempengaruhi biaya operasi penerbangan hingga 10 persen lebih, maka pemerintah dapat mengizinkan maskapai penerbangan untuk menetapkan biaya tambahan seperti fuel surcharge. Ketentuan ini juga berlaku di negara-negara lainnya, salah satunya adalah Filipina," ungkap Adita.
Â
Tidak Mengikat
Adita mengatakan, ketentuan ini sifatnya tidak mengikat. Artinya, maskapai penerbangan dapat menerapkan biaya tambahan berupa fuel surcharge atau tidak menerapkannya.
Ketentuan ini akan dievaluasi setiap tiga bulan atau apabila terjadi perubahan yang signifikan terhadap biaya operasi penerbangan.
"Pengawasan akan dilakukan oleh Kemenhub lewat Ditjen Perhubungan Udara, dan akan dievaluasi menyesuaikan dengan dinamika perubahan harga avtur dunia," ujar Adita.
Lebih lanjut Adita menegaskan, ketentuan ini tidak berpengaruh pada penyesuaian atau perubahan tarif batas bawah (TBB) maupun tarif batas atas (TBA) penerbangan. "Ketentuan TBB dan TBA tidak berubah sesuai yang saat ini berlaku," jelas Adita.
Adapun besaran biaya tambahan (fuel surcharge) dibedakan berdasarkan pada pesawat jenis jet dan propeller. Untuk pesawat udara jenis jet, dapat menerapkan maksimal 10 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara.
Sedangkan, untuk pesawat udara jenis propeller, dapat menerapkan maksimal 20 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara.
Advertisement