Sukses

Pemerintah Pastikan Sistem Keuangan Terjaga di Tengah Transisi Penghapusan LIBOR

Per tanggal 1 Januari 2022, penghapusan The London Inter Bank Offered Rate (LIBOR) sebagai suku bunga dasar atau benchmark telah dimulai.

Liputan6.com, Jakarta Per tanggal 1 Januari 2022, penghapusan The London Inter Bank Offered Rate (LIBOR) sebagai suku bunga dasar atau benchmark telah dimulai.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan stabilitas ekonomi dan keuangan nasional harus tetap terjaga ketika memasuki masa transisi penghapusan LIBOR. Apalagi saat ini dunia termasuk Indonesia masih dalam proses pemulihan ekonomi pasca terjadinya pandemi Covid-19.

"Sangat penting untuk kita memiliki sektor keuangan yang stabil di tengah pemulihan ekonomi," kata Suahasil dalam Leader's Insight Side Event G20: International Best Practices and Lessons Learnt on LIBOR Transition in Developing A Robust and Credible Reference Rate, Jakarta, Senin (13/6/2022).

Suahasil mengatakan pemerintah akan memastikan pelaku sektor keuangan dalam negeri siap menghadapi penghapusan LIBOR. Sehingga stabilitas di sektor keuangan tetap terjaga.

"Tentu saja sektor keuangan harus memahami transisi ini dan harus mempersiapkan agar stabilitas terjaga," kata dia.

Perhatian penting pemerintah terhadap penghapusan LIBOR yakni dampaknya pada suku bunga surat berharga dan surat utang Indonesia. Pemerintah harus bisa memastikan dampaknya bisa terkendali dan efisien. Sehingga tidak berdampak pada stabilitas keuangan yang tidak perlu bagi perekonomian.

"Tentu saja ini akan terdampak dan kita harus memastikan dampaknya dapat dikendalikan, tidak lama dan seefisien mungkin," katanya.

 

2 dari 4 halaman

Bentuk Tim Gabungan

Sebagai informasi, dalam menghadapi penghapusan suku bunga dasar, Bank Indonesia, OJK, Kementerian Keuangan dan Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEM) telah membentuk kelompok kerja bernama National Working Group on Benchmark Reform (NWGBR).

Kelompok kerja ini pun telah merilis Panduan Transisi LIBOR bagi para pelaku pasar Indonesia pada Desember 2-21 lalu. Dalam buku panduan tersebut terdapat informasi terkait latar belakang diskontinuitas LIBR, timeline penghentian publikasi LIBOR, implikasi transisi LIBOR. Termasuk juga persiapan dan rekomendasi transisi LIBOR yang dapat menjadi acuan pelaku pasar.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

The Fed Bakal Naikkan Suku Bunga, Pengamat: BI Jangan Ikutan

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita, mengatakan Bank Indonesia tidak perlu menaikkan suku bunga BI (7 days reversed repo rate).  Walaupun The Fed diprediksi akan menaikkan suku bunga tahun ini maksimal sampai 250 basis poin (bps).

Sehingga, secara keseluruhan suku bunga kebijakan The Fed akan mencapai 2,75 persen di akhir 2022. Kemudian pada tahun 2023, The Fed juga diprediksi akan mengerek suku bunga sebanyak 2 kali hingga akhir 2023, targetnya diprediksi mencapai 3,25 persen. 

Kalau itu terjadi, memang akan berpengaruh pada yield surat utang di Amerika,  terutama yang bertenor  panjang seperti 10 tahun ke atas.

Artinya, tahun ini US Treasury bond bisa terkerek sampai 3 persen dan tahun depan bisa maksimum sampai 3,5 persen.

“Jika menaikan suku bunga saat ini bisa mengganggu kinerja kredit dan investasi nasional, otomatis akan langsung berpengaruh pada kapasitas ekonomi nasional dalam menyerap tenaga kerja alias akan semakin memperburuk angka pengangguran nasional,” kata Ronny kepada Liputan6.com, Kamis (9/6/2022).

 

4 dari 4 halaman

Sudah Tepat

Menurutnya, keputusan BI untuk bertahan dengan suku bunga hari ini sangat tepat.  BI tidak perlu terlalu reaktif dalam menyikapi berbagai rumor dan isu terkait suku bunga The Fed.

“Jika nanti harus dilakukan,  maka harus berdasarkan pertimbangan makroprudensial yang komprehensif dan multiperspektif yang dikaitkan langsung dengan prospek performa ekonomi nasional ke depan,” ujarnya.

Maka secara kasat mata,  naikknya suku bunga The Fed akan berpengaruh pada Indonesia yang masih mempertahankan suku bunga BI (7 days reversed repo rate)  di angka 3,50.  Karena yield SBN akan terpaut tipis dengan US Treasury Bond.

“Saya menduga,  BI pun, selain melihat inflasi nasional secara komparatif yang masih rendah,  juga melihat faktor pengangguran nasional yang terbilang kembali meninggi akibat pandemi,” pungkasnya.