Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mengkaji tiga jenis barang yang akan dikenakan cukai, diantaranya ban karet, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan detergen. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu.
"Dalam konteks pengendalian konsumsi ke depan akan terus dikaji, seperti ban karet, BBM, detergen," kata Febrio, dikutip Selasa (14/6/2022).
Baca Juga
Dia menjelaskan, tentunya rencana tersebut sejalan dengan kebijakan ekstensifikasi cukai yang tengah didorong oleh pemerintah.
Advertisement
Di sisi lain, tujuannya guna membatasi konsumsi terhadap ketiga jenis barang yang akan dikenakan cukai tersebut.
Untuk saat ini, penerimaan cukai masih didominasi hasil tembakau dan baru ada tiga barang yang kena cukai yaitu hasil tembakau, MMEA dan etil alkohol.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan bahwa menerapkan ekstensifikasi cukai di komoditas BBM, deterjen dan karet ban bisa dipahami.
Hal itu tentunya dengan catatan, ada jaminan dari Kemenkeu bahwa tujuan utama penerapan cukai adalah upaya untuk pengendalian, dan bukan instrumen untuk menggenjot pendapatan negara, menurut Agus.
"Jangan menjadikan ekstensifikasi cukai ini sebagai upaya menambal pendapatan karena kurang optimal dalam menggali pendapatan dari sektor pajak," ujar Agus, dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Selasa (14/6/2022).
Dia melanjutkan, cukai BBM, deterjen dan karet ban dalam upaya pengendalian produksi dan konsumsi penting untuk menekan dampak ke lingkungan.
"Esensi dari cukai adalah pengendalian, sedangkan pendapatan cukai hanya sebagai bonus 'pajak dosa' dari produsen dan konsumen," katanya.
Selain itu, Dana yg terkumpul dari cukai komoditas tersebut, sebagian harus dikembalikan untuk upaya edukatif, promotif dan preventif.
" Konsumen dan produsen memiliki tanggung jawab untuk mengedepankan pola produksi dan konsumsi berkesinambungan," jelasnya.
"Kami berharap bahwa penerapan cukai ini hanya masa transisi dari tujuan penggunaan BBM, deterjen dan karet yg ramah lingkungan kedepannya," tutup Agus.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kemenkeu Prediksi Penerimaan Pajak 2022 Tumbuh 15,3 Persen
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi penerimaan pajak di 2022 bisa tumbuh 15,3 persen. Dengan pertumbuhan tersebut, penerimaan pajak bisa melebihi target dalam UU APBN 2022 yakni sebesar Rp 1.784 triliun.
"Outlook 2022 sebesar 15,3 persen ini kita berikan keputusan yang sangat strategis dan tetap dalam kondisi mitigasi yang kami hadapi," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu, di Badan Anggaran DPR, Senin (13/6/2022).
Dalam UU APBN 2022, penerimaan negara dari perpajakan ditargetkan sebesar Rp 1.510 triliun. Namun dalam kondisi saat ini diperkirakan beberapa pos penerimaan perpajakan mengalami peningkatan.
Misalnya penerimaan bea dan cukai diprediksi bisa mencapai Rp 299 triliun dari yang semula hanya ditargetkan sebesar Rp 245 triliun. Kemudian penerimaan pajak juga mengalami peningkatan menjadi Rp 1.485 triliun dari semula targetnya Rp 1.265 triliun.
Febrio mengatakan proyeksi kenaikan penerimaan pajak tahun 2022 ini sebagai bukti perekonomian nasional kembali membaik. Kenaikan 15,3 persen tersebut telah melampaui kondisi sebelum pandemi yakni sepanjang 201-2019 yang pertumbuhannya sebesar 6,5 persen.
Â
Advertisement
Harga Komoditas
Berbagai prediksi tersebut tidak terlepas dari bonus kenaikan harga komoditas yang melambung tinggi di pasar global. Meski begitu, Febrio menegaskan pemerintah akan tetap berhati-hati dalam menghadapi kondisi ketidakpastian.
Alasannya, ketidakpastian global ini telah berdampak langsung pada kebijakan moneter maupun perdagangan global. Terlebih beberapa waktu lalu, pemerintah sempat melarang ekspor komoditas demi menjaga persediaan kebutuhan dalam negeri.
Hal ini pun kata dia bukan lagi sesuatu yang baru karena banyak negara yang juga menjalankan strategi yang sama. "Walaupun sempat harus melarang ekspor beberapa komoditas tapi kami berhasil menjaga suplai di dalam negeri dan saat ini sudah lepas lagi ekspor," kata dia. Â