Sukses

The Fed Kerek Suku Bunga, Rupiah Akhirnya Bisa Perkasa

Kurs rupiah pagi ini bergerak menguat 7 poin atau 0,05 persen ke posisi 14.738 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.745 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah menguat pada Kamis pagi usai bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed), memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan.

Kurs rupiah pagi ini bergerak menguat 7 poin atau 0,05 persen ke posisi 14.738 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.745 per dolar AS.

"Nilai tukar rupiah mungkin masih dalam tekanan terhadap dolar AS karena sikap The Fed," kata Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara, Kamis (16/6/2022).

Pada Kamis dini hari tadi bank sentral AS menaikkan suku bunga acuannya sesuai ekspektasi pasar yaitu sebesar 75 basis poin menjadi 1,5 persen-1,75 persen.

Kendati demikian, lanjut Ariston, Gubernur The Fed Jerome Powell juga membuka kemungkinan menaikkan kembali suku bunga sebesar 75 bps pada Juli mendatang.

"Ini artinya The Fed berani mengambil langkah yang lebih agresif dari sebelumnya untuk memerangi inflasi. Sikap the Fed ini bisa mendorong penguatan dolar AS lagi terhadap nilai tukar lainnya ke depan," ujar Ariston.

Di sisi lain, pagi ini terlihat sebagian harga aset berisiko seperti indeks saham rebound pasca-The Fed menaikkan suku bunganya sesuai ekspektasi.

"Sentimen ini mungkin bisa menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS hari ini," kata Ariston.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak di kisaran level 14.700 per dolar AS hingga 14.780 per dolar AS.

Pada Rabu (15/6) lalu, rupiah ditutup melemah 46 poin atau 0,31 persen ke posisi 14.745 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.699 per dolar AS.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Gubernur BI: Rupiah Melemah 1,2 Persen di Mei 2022 Dampak Ketidakpastian Global

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan nilai tukar rupiah terDepresiasi atau melemah 1,2 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS) untuk periode awal akhir April 2022 hingga saat ini. Perry mengungkap pelemahan nilai tukar rupiah itu disebabkan oleh aliran modal asing keluar.

Keluarnya aliran modal asing itu akibat dari ketidakpastiannya pasar keuangan global. Ia juga mengungkap terdepresiasinya nilai tukar rupiah ini sejalan dengan mata uang regional lainnya.

“Nilai tukar rupiah terdepresiasi sejalan dengan mata uang regional lainnya dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Nilai tukar rupiah pada 23 mei 2022 terdepresiasi 1,2 persen dibanding dengan akhir April 2022,” katanya dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (24/5/2022).

Depresiasi tersebut disebabkan oleh aliran modal asing keluar seiring dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah terjaganya pasokan valas domestik. Khususnya,kata dia, dari korporasi dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian indoneisa.

“Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah sampai 23 Mei 2022 terdepresiasi sekitar 2,87 persen year-to-date dibandingkan dengan tingkat akhir 2021,” kata dia.

Kendati demikian, Perry Warjiyo menyebut tingkat depresiasi ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di beberapa negara tetangga. Contohnya, India yang mengalami depresiasi sebesar 4,11 persen, Malaysia 5,1 persen, dan Korea Selatan 5,97 persen.    

3 dari 3 halaman

Tetap Terjaga

Lebih lanjut, Perry memprediksi kedepannya stabilitas nilai tukar rupiah akan tetap terjaga. Ini didukung oleh kondisi fundamental ekonomi indonesia yang tetap terjaga.

“Tercermin dari rendahnya defisit transaksi berjalan, memadainya pasokan valas dari korporasi yang terus berlanjut serta komitmen dari Bank Indonesia,” ujarnya.

“Dalam hal ini Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental ekonomi Indoneisa,” terangnya.