Liputan6.com, Jakarta Harga komoditas energi dunia kembali kehilangan gairahnya. Harga minyak hari ini di dunia sedikit lebih rendah karena kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global dan ketidakpastian yang membebani pasar menyusul berbagai kenaikan suku bunga di seluruh dunia minggu ini.
Melansir laman Yahoofinance, Jumat (17/6/2022), harga minyak mentah berjangka dunia Brent turun 83 sen, atau 0,8 persen menjadi USD 118,98 per barel.
Baca Juga
Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun menjadi USD 116,79 per barel, turun 80 sen, atau 0,7 persen.
Advertisement
Jika kerugian bertahan sepanjang hari, minyak mentah berjangka Brent akan mencatat penurunan mingguan pertama dalam lima minggu.
Sementara minyak mentah berjangka AS akan mengalami penurunan pertama dalam delapan minggu.
Bank sentral di seluruh Eropa menaikkan suku bunga pada hari Kamis, beberapa dengan jumlah yang mengejutkan pasar.
Ini mengisyaratkan biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk menjinakkan inflasi yang melonjak yang mengikis tabungan dan menekan keuntungan perusahaan.
Bank sentral Argentina menaikkan suku bunga acuannya paling banyak dalam tiga tahun pada hari Kamis, karena negara Amerika Selatan itu memerangi inflasi yang mencapai lebih dari 60 persen.
Pergerakan itu terjadi setelah kenaikan suku bunga 75 basis poin minggu ini oleh Federal Reserve AS, tertinggi sejak 1994.
Pembuat kebijakan Federal Reserve kurang percaya diri sejak puncak pandemi tentang apa yang akan terjadi dengan ekonomi, data menunjukkan.
Â
Peringatan Badan Energi
Indeks saham AS juga ditutup melemah tajam pada hari Kamis dalam aksi jual luas karena kekhawatiran resesi tumbuh.
Badan Energi Internasional pada hari Rabu juga memperingatkan bahwa harga minyak yang tinggi dan perkiraan ekonomi yang melemah meredupkan prospek permintaan di masa depan.
Investor juga tetap fokus pada pasokan yang ketat setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran.
"Rebound dalam sentimen permintaan China, dan ekspektasi peningkatan musiman dalam permintaan minyak OECD hingga Agustus membuat risiko harga naik hingga kuartal ketiga 2022," kata Baden Moore, Kepala Penelitian Komoditas di National Australia Bank.
Advertisement