Liputan6.com, Jakarta Berbagai negara dunia kini tengah dihadapi ancaman resesi global, pasca Bank Dunia (World Bank) memprediksi pertumbuhan ekonomi global secara rata-rata pada 2022 ini merosot ke angka 2,9 persen.
Kendati begitu, International Budget Partnership (IBP) mengingatkan pemerintah agar tidak meninggalkan belanja subsidi. Itu untuk memastikan pergerakan ekonomi nasional tetap terjaga hingga ke level terendah.
Baca Juga
Country Manager International Budget Partnership Yuna Farhan mengamini, kondisi ekonomi global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sebagai imbas dari perang Rusia-Ukraina, hingga kebijakan kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
Advertisement
"Dampaknya pasti inflasi akan naik. Tentunya salah satu yang harus jadi penyelamat, subsidi tetap harus dialokasikan. Makanya pemerintah sekarang mati-matian, tetap subsidi diangkat. Saya kira fiskal kita masih mumpuni, meskipun di 2023 harus ke batas defisit 3 persen," ujarnya dalam sesi diskusi di Jakarta, Selasa (22/6/2022).
"Pemerintah sekarang kan menganggap masih masa pandemi, masih punya diskresi untuk utak-atik anggaran, memastikan harga tekrendali," kata Yuna.
Â
Pemerintah Sudah Diuntungkan
Di sisi lain, Ia menganggap pemerintah sebetulnya juga diuntungkan dengan adanya kenaikan harga komoditas dunia (windfall), dimana pendapatan negara mendapat keuntungan yang tidak diduga.
"Itu otomatis bisa meng-cover, timbal balik lah antara yang subsidi dan hasil penerimaan hasil komoditas," ungkap Yuna.
Yang jadi catatan, ia menambahkan, pemerintah ke depan perlu melakukan reformasi belanja subsidi. Dia mencontohkan penyaluran dana subsidi untuk produk LPG 3 Kg, yang harus lebih diarahkan tepat sasaran.
"Ke depan juga kita mendorong seperti belanja subsidi solar, subsidi pupuk lebih targeted. Sehingga belanja kita juga lebih efektif, lebih tepat sasaran," pungkas Yuna.
Advertisement
Jokowi Peringatkan PLN dan Pertamina: Ada Subsidi Tanpa Efisiensi, Kok Enak Banget
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti kinerja PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero), dua perusahaan BUMN yang mendapatkan alokasi subsidi dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Jokowi menilai, kedua perusahaan pelat merah tersebut seakan terlena dengan adanya bantuan subsidi dari pemerintah. Sehingga cenderung abai terhadap proses efisiensi bisnis.
"Ada subsidi dari Menkeu tanpa ada usaha efisiensi di PLN, di Pertamina. Ini yang dilihat kok enak banget," singgung Jokowi dalam Sidang Kabinet Terbatas, Senin (20/6/2022).
"Mana yang bisa diefisiensikan, mana yang bisa dihemat, kemudian mana kebocoran-kebocoran yang bisa dicegah. Semuanya harus dilakukan di posisi-posisi seperti ini," tegasnya.
Oleh karenanya, Ia meminta kepada seluruh kementerian/lembaga dan perusahaan BUMN, tidak hanya PLN dan Pertamina, agar melakukan efisiensi belanja sebanyak-banyaknya.
Tujuannya, agar pemerintah memiliki kelonggaran fiskal di tengah anggaran yang terbatas.
"Walaupun beban fiskal kita berat, pemerintah sudah berkomitmen untuk terus memberikan subsidi kepada masyarakat, baik yang berkaitan dengan BBM, terutama solar, yang berkaitan dengan gas dan listrik. Ini yang terus kita jaga," tuturnya.