Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dinilai perlu menaikkan status minyak goreng (migor) menjadi kebutuhan pokok atau bahan pangan strategis untuk memastikan pasokan dan harga di dalam negeri tetap stabil. Meskipun ada lonjakan permintaan dari luar negeri, seperti yang terjadi saat ini.
Sunarsip, Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI), mengatakan jika statusnya sama seperti beras, Pemerintah harus menyiapkan stok untuk mengendalikan harga di pasar. Caranya, dengan mencadangkan produk, serta mengintegrasikan data-data produsen minyak goreng sawit dari BUMN sawit juga dari perusahaan swasta melalui domestic market obligation (DMO).
Baca Juga
“Seperti beras jika ada lonjakan harga, Pemerintah harus turun tangan, demikian juga dengan minyak goreng ketika sudah menjadi bahan pokok. Jika terjadi gejolak harga, maka Pemerintah dapat segera melakukan intervensi pasar melalui kebijakan,” jelasnya, kepada wartawan, Rabu (22/6/2022).
Advertisement
Untuk dapat melakukan intervensi pasar, maka harus ada buffer stock logistic. Indonesia, jelasnya, telah memiliki lembaga yang berpengalaman dalam mengendalikan harga pangan. Tidak hanya memiliki stok untuk intervensi pasar, lembaga penyangga juga dapat menjadi pusat data produksi dan konsumsi migor nasional.
Selain dapat menstabilkan harga, dengan adanya lembaga khusus yang mengelola stok migor, dia mengatakan kebijakan DMO juga akan lebih mudah diawasi. Dia mencontohkan di komoditas gas ada kewajiban DMO, dan produsen harus menjual ke Pertamina.
“Mungkin saatnya, migor ini diangkat statusnya menjadi bahan kebutuhan pokok. Artinya harus ada peran buffer logistiknya dari BUMN, seperti Bulog atau seperti holding pangan yang sekarang menjadi Holding Rajawali Nusantara Indonesia (RNI),” tambah Sunarsip.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengendali Harga Minyak Goreng
Dia mengatakan bisa saja Bulog ditambahkan tugas sebagai pengendali harga minyak goreng, sehingga ketika terjadi kasus-kasus kelangkaan minyak goreng seperti saat ini, Bulog turun tangan. Jika tidak ada lembaga yang menyangga, maka Pemeritah akan sulit melakukan intervensi. Perbaiki Pengawasan DMO
Lebih jauh, dia mengatakan dengan adanya BUMN sebagai buffer stock minyak goreng, maka sekaligus akan dapat mengatasi masalah keterbukaan informasi soal DMO CPO. Selama ini, urainya, DMO sawit tidak bisa dimonitor karena tidak ada perusahaan khusus sebagai penampung, sehingga hanya berdasarkan pencatatan pengakuan.
“Produsen CPO tetap dapat menjual langsung ke pasar karena selain produsen, rata-rata perusahaan sawit adalah pedagang. Punya kebun sawit, pabrik dan produksi produk hilir sendiri. Untuk menjaga stok mereka juga menjual sebagian ke lembaga penyangga dan pengendali harga,” terangnya.
Sunarsip mengatakan kebijakan DMO wajib, tetapi teknis pelaksanaannya harus diperbaiki. DMO sawit bisa meniru konsep DMO batubara, yaitu mulai dari pemasok sampai kepastian harganya ditentukan melalui kebijakan DMO.
“DMO batubara setiap perusahaan dijaga ketat dan benar-benar dimonitor. Produsen batubara yang sudah menjalankan DMO langsung terdata. Monitor tidak hanya di PLN selaku pelaksana kegiatan kelistrikan yang membutuhkan batubara, tetapi juga ditingkat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” tambah Sunarsip.
Advertisement
DMO
Kementerian ESDM, paparnya, memiliki alat dan perangkat monitoring mana saja perusahaan batubara yang sudah menjalankan DMO dan mana yang belum atau tidak. Jika dilanggar ada konsekuensinya, misalnya ekspor tidak diizinkan dan sebagainya. Sistem ini sangat efektif memastikan adanya ketersediaan pasokan batubara di dalam negeri.
“Berbeda dengan kebijakan DMO di CPO tidak berjalan efektif karena monitoringnya sangat tidak memadai. Kementerian Perdagangan tidak mempunyai sistem informasi realtime yang bisa mengetahui perusahaan-perusahaan yang sudah menjalankan DMO, sehingga sanksi tidak ada,” tambahnya.
Untuk DMO batubara, sanksi pasti. Dia menjelaskan jika tidak mematuhi DMO, otomatis batubara perusahaan tidak bisa diekspor. Koordinasi dan penegakan hukum ini tidak hanya di Kementerian, tetapi juga hingga ke pihak Bea Cukai. Jika ada perusahaan batubara yang tidak menjalankan DMO, maka Ketika kapalnya lewat mengangkut CPO, langsung distop.