Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun menemukan piutang pajak macet sebesar Rp 20,84 triliun yang belum dilakukan penagihan secara memadai oleh pemerintah. Hal tersebut menjadi catatan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2021.
"Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah, antara lain agar melakukan inventarisasi atas piutang macet yang daluwarsa penagihan per 30 Juni 2022, dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan," ujarnya di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (23/6/2022).
Baca Juga
Selain piutang macet senilai Rp 20,84 triliun, BPK juga menemukan pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp 15,31 triliun yang belum sepenuhnya memadai.
Advertisement
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan pemerintah agar menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang dilakukan wajib pajak dan disetujui. Kemudian, menangih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.
"Ini (perlu) ditindaklanjuti pemerintah guna perbaikan pengelolaan APBN," tutupnya.
Dalam pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), BPK juga menemukan bahwa ada sisa dana investasi pemerintah dalam rangka rangka PEN tahun 2020 dan 2021 ke Garuda Indonesia Rp 7,5 triliun tidak disalurkan.
Isma Yatun merekomendasikan agar pemerintah mengembalikan sisa dana investasi ke kas umum negara.
"Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah, antara lain agar mengembalikan sisa dana investasi pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun ke rekening kas umum negara," ujarnya.
Diketahui, pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk menyelamatkan Garuda Indonesia. Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo bahkan akan negosiasi dengan Kementerian Keuangan untuk mencairkan dana Rp 7,5 Triliun.
Dana untuk suntikan modal ke Garuda Indonesia ini bersumber dari dana investasi pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (IP-PEN) tahun 2020 yang disiapkan untuk maskapai pelat merah itu.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jokowi Minta Kementerian dan Lembaga Tindaklanjuti 6 Catatan BPK Terkait Opini WTP 2021
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kepada para menteri, kepala lembaga dan kepala daerah untuk bisa segera menindaklanjuti dan menyelesaikan semua rekomendasi pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab menurut Jokowi, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) tahun 2021 yang diberikan BPK terhadap pemerintah pusat bukanlah tujuan akhir dari keinginannya.
"WTP bukanlah tujuan akhir, tujuannya adalah bagaimana kita mampu menggunakan uang rakyat sebaik-baiknyanya, mengelola dan memanfaatkan secara transparan dan akuntabel sehingga masyarakat betul-betul merasakan manfaatnya. Segera tindak lanjuti rekomendasi BPK,” tegas Jokowi, di Istana Bogor seperti dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (23/6/2022).
Selanjutnya, Jokowi berterima kasih dan meminta BPK untuk terus melakukan pemantauan terhadap pengelolaan keuangan negara agar penggunaanya bisa berjalan transparan dan akuntabel.
“Saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang selalu memberi masukan dan dukungan dalam pengelolaan keuangan negara oleh BPK, kita bekerja bersama untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan, efektif dan terpercaya,” tutur Jokowi.
Sebagai informasi, terhadap BPK memberikan enam catatan kepada pemerintah yang harus ditindak lanjut saat memberikan predikat WTP tahun 2021 kepada pemerintah. Namun BPK memastikan enam catatan ini tidak memengaruhi predikat WTP yang diberikan BPK hari ini.
“Secara keseluruhan pengecualian pada Lembaga Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) tersebut tidak berdampak material terhadap kewajaran LKPP tahun 2021,” kata Ketua BPK Isma Yatun dalam kesempatan yang sama.
Advertisement
6 Catatan BPK
Berikut enam catatan BPK kepada pemerintah pusat:
Pertama, terdapat kelemahan pada sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, piutang pajak macet sebesar Rp20,84T belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai.
Ketiga, sisa dana investasi pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 dan 2021 kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp7,5 triliun tidak dapat disalurkan dan kepada PT Krakatau Steel sebesar Rp800M berpotensi tidak dapat tersalurkan.
Keempat, perlakuan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP sebagai investasi jangka panjang non permanen lainnya pada LKPP tahun 2021 belum didukung keselarasan regulasi, kejelasan skema pengelolaan dana dan penyajian dalam laporan keuangan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat.
Kelima, penganggaran pelaksanaan dan pertanggung jawaban belanja non program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) pada 80 K/L minimal Rp12,25T belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Keenam, sisa bantuan dana sekolah atau BOS reguler tahun 2020 dan 2021 minimal sebesar Rp1,25T belum dapat disajikan sebagai piutang transfer ke daerah atau TKD.
Keenam, kewajiban jangka panjang atas program pensiun yang telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.