Sukses

Posisi Kewajiban Neto Investasi Internasional Naik Terdorong Aliran Modal Asing

Nilai Kewajiban Neto Investasi Internasional mencapai USD 287,1 miliar atau 23,5 persen dari PDB.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia melaporkan jika posisi kewajiban neto Investasi Internasional (PII) Indonesia naik pada kuartal I 2022. Nilainya mencapai USD 287,1 miliar atau 23,5 persen dari PDB.

Angka investasi ini meningkat dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir kuartal IV 2021 sebesar USD 278,9 miliar (23,5 persen dari PDB).

"Peningkatan kewajiban neto tersebut berasal dari kenaikan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang melampaui peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN)," mengutip keterangan Bank Indonesia, Jumat (24/6/2022).

Peningkatan posisi KFLN Indonesia didukung oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung serta perbaikan kinerja saham domestik.

Posisi KFLN Indonesia naik 1,3 persen (qtq) dari USD 710,3 miliar pada akhir kuartal  IV 2021 menjadi USD 719,3 miliar pada akhir kuartal I 2022.

"Peningkatan kewajiban tersebut terutama disebabkan oleh aliran masuk investasi langsung sejalan dengan optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi domestik dan iklim investasi domestik yang terjaga, serta peningkatan kinerja saham seiring dengan masih kuatnya ekspor," penjelasan BI.

Posisi AFLN Indonesia meningkat terutama ditopang oleh penempatan aset dalam bentuk investasi lainnya di luar negeri.

Pada akhir kuartal I 2022, posisi AFLN naik sebesar 0,2 persen (qtq) menjadi USD 432,2 miliar dari USD 431,4 miliar pada akhir kuartal sebelumnya.

Peningkatan AFLN bersumber dari penempatan aset pada komponen investasi lainnya, diikuti investasi langsung dan investasi portofolio di luar negeri.

 

 

2 dari 4 halaman

Tetap Terjaga

Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada kuartal  I 2022 tetap terjaga serta mendukung ketahanan eksternal.

Hal ini tercermin dari rasio kewajiban neto PII Indonesia terhadap PDB pada kuartal I 2022 yang relatif stabil.

Selain itu, struktur kewajiban PII Indonesia juga didominasi oleh instrumen berjangka panjang (93,9 persen) terutama dalam bentuk investasi langsung.

Ke depan, Bank Indonesia meyakini kinerja PII Indonesia akan tetap terjaga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19 yang didukung sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah, serta otoritas terkait lainnya.

Meskipun demikian, Bank Indonesia akan tetap memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian.

 

3 dari 4 halaman

BI Tahan Lagi Suku Bunga Acuan di 3,5 Persen

Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 3,50 persen pada Juni 2022. Ini menjadi 16 bulan terturut-turut bank sentral menahan suku bunganya.

Keputusan itu diambil setelah bank sentral menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 Juni 2022.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22 dan 23 Juni 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRRR sebesar 3,50 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - Juni 2022, Kamis (23/6).

Selain suku bunga acuan, bank sentral pun kembali menahan suku bunga deposite facility tetap sebesar 2,75 persen. Keputusan yang sama juga berlaku pada suku bunga lending facility tetap di level 4,25 persen.

Perry menjelaskan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, di tengah tekanan eksternal yang meningkat. Terutama terkait dengan ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina

"Selain itu, Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut," tutupnya.

 

4 dari 4 halaman

BI: Indonesia Tak Perlu Buru-Buru Naikkan Suku Bunga Acuan

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai Indonesia tak perlu terburu-buru untuk meningkatkan suku bunga acuan dengan kondisi inflasi yang masih rendah saat ini.

"Kami akan mengatur kebijakan suku bunga rendah kami sebesar 3,5 persen sampai terdapat tekanan fundamental pada inflasi," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam acara Peluncuran Laporan "Indonesia Economic Prospects June 2022" yang dipantau secara daring dikutip dari Antara, Rabu (22/6/2022).

Maka dari itu bank sentral akan terus melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah dan memulai normalisasi likuiditas untuk mengarahkan kebijakan moneter yang mendukung stabilitas perekonomian pada tahun ini.

Normalisasi likuiditas dilakukan melalui peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi enam persen pada Juni 2022, kemudian menjadi tujuh persen pada Juli 2022, dan September 2022 menjadi sembilan persen.

Kendati begitu Perry Warjiyo menilai kondisi likuiditas tersebut masih akan cukup bagi perbankan untuk memberikan kredit, serta berpartisipasi dalam operasi pemerintah.

Di sisi lain, BI terus melakukan digitalisasi sistem pembayaran untuk membangun ekonomi dan keuangan digital nasional untuk mencapai inklusi ekonomi dan keuangan guna mendukung UMKM, termasuk untuk wanita dan pemuda.

"Jadi saat kebijakan moneter mendukung stabilitas, kebijakan lainnya seperti makroprudensial dan sistem pembayaran digital masih akan didorong untuk pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

Selain itu ia menegaskan akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan BI bersama dengan pemerintah untuk memastikan stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian pemulihan ekonomi Indonesia ke depannya akan terus berlanjut dan menuju ke prospek jangka menengah, yaitu pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Â