Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat terdapat aliran modal asing keluar sebesar Rp 8,35 triliun dalam pekan keempat Juni, yakni pada 20-23 Juni 2022.
Dikutip dari Antara, Jumat, (24/6/2022), Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, menyebutkan modal asing tersebut keluar dari pasar surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5,25 triliun dan pasar saham sebesar Rp 3,1 triliun.
Baca Juga
Dengan demikian secara keseluruhan sejak Januari sampai 23 Juni 2022, tercatat aliran modal asing keluar bersih dari pasar SBN Rp 105,09 triliun. Namun terdapat aliran modal asing masuk bersih di pasar saham sebesar Rp 67,55 triliun.
Advertisement
Sementara itu, ia menuturkan premi risiko investasi alias credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun naik ke level 130,99 basis poin (bps) per 23 Juni 2022 dari 130,84 bps per 17 Juni 2022.
Imbal hasil atau yield SBN Pemerintah Indonesia tenor 10 tahun tercatat menurun ke level 7,38 persen pada pagi hari ini dari level 7,4 persen pada akhir hari Kamis (23/6).
Meski begitu, posisi yield surat utang Indonesia masih jauh dari imbal hasil obligasi Amerika Serikat tenor 10 tahun yang sebesar 3,087 persen.
Dengan adanya aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan domestik, BI mencatat nilai tukar rupiah masih berhasil sedikit menguat di level Rp14.833 per dolar AS pada pembukaan pagi hari ini dari level penutupan kemarin, yaitu Rp14.835 per dolar AS.
Di sisi lain, indeks dolar AS melemah ke level 104,43. Indeks dolar AS adalah indeks yang menunjukkan pergerakan mata uang Negeri Paman Sam terhadap enam mata uang negara utama lainnya, yaitu euro, yen Jepang, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Posisi Kewajiban Neto Investasi Internasional Naik Terdorong Aliran Modal Asing
Bank Indonesia melaporkan jika posisi kewajiban neto Investasi Internasional (PII) Indonesia naik pada kuartal I 2022. Nilainya mencapai USDÂ 287,1 miliar atau 23,5 persen dari PDB.
Angka investasi ini meningkat dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir kuartal IV 2021 sebesar USD 278,9 miliar (23,5 persen dari PDB).
"Peningkatan kewajiban neto tersebut berasal dari kenaikan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang melampaui peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN)," mengutip keterangan Bank Indonesia, Jumat (24/6/2022).
Peningkatan posisi KFLN Indonesia didukung oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung serta perbaikan kinerja saham domestik.
Posisi KFLN Indonesia naik 1,3 persen (qtq) dari USD 710,3 miliar pada akhir kuartal IV 2021 menjadi USD 719,3 miliar pada akhir kuartal I 2022.
"Peningkatan kewajiban tersebut terutama disebabkan oleh aliran masuk investasi langsung sejalan dengan optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi domestik dan iklim investasi domestik yang terjaga, serta peningkatan kinerja saham seiring dengan masih kuatnya ekspor," penjelasan BI.
Posisi AFLN Indonesia meningkat terutama ditopang oleh penempatan aset dalam bentuk investasi lainnya di luar negeri.
Pada akhir kuartal I 2022, posisi AFLN naik sebesar 0,2 persen (qtq) menjadi USD 432,2 miliar dari USD 431,4 miliar pada akhir kuartal sebelumnya.
Peningkatan AFLN bersumber dari penempatan aset pada komponen investasi lainnya, diikuti investasi langsung dan investasi portofolio di luar negeri.
Advertisement
Tetap Terjaga
Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada kuartal I 2022 tetap terjaga serta mendukung ketahanan eksternal.
Hal ini tercermin dari rasio kewajiban neto PII Indonesia terhadap PDB pada kuartal I 2022 yang relatif stabil.
Selain itu, struktur kewajiban PII Indonesia juga didominasi oleh instrumen berjangka panjang (93,9 persen) terutama dalam bentuk investasi langsung.
Ke depan, Bank Indonesia meyakini kinerja PII Indonesia akan tetap terjaga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19 yang didukung sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah, serta otoritas terkait lainnya.
Meskipun demikian, Bank Indonesia akan tetap memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian.