Sukses

Banggar DPR dan Pemerintah Sepakat Defisit APBN 2023 di Angka 2,85 Persen

Pembiayaan di 2023 dengan defisit di kisaran 2,61 persen sampai 2,85 persen diarahkan untuk kebijakan yang mendukung fiskal yang ekspansif, terarah dan terukur.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah sepakat angka defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di 2023 berada di kisaran 2,61 persen sampai 2,85 persen. Keputusan Banggar DPR ini disesuaikan dengan Undang-Undang dan langkah kebijakan fiskal pemerintah untuk kembali menyehatkan APBN.

"Kebijakan fiskal 2023 diarahkan tetap ekspansif dan terukur dengan defisit APBN berkisar 2,61 persen - 2,85 persen terhadap PDB," kata Anggota Banggar Fraksi PAN, Eko Hendro Purnomo, di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (27/6/2022).

Pemerintah dan DPR juga sepakat untuk mengendalikan keseimbangan primer pada level 0,46 persen sampai 0,61 persen terhadap PDB. Selain itu, defisit APBN dibawah 3 persen juga diwujudkan dengan menjaga rasio utang pada kisaran 40,58 persen - 42,35 persen terhadap PDB.

"Pengelolaan fiskal yang prudent dan sustainable dengan defisit kembali dibawah 3 persen," kata dia.

Langkah konsolidasi fiskal tersebut penting untuk dilakukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal jangka panjang. Sebagaimana amanat UU no 2 tahun 2020. Seiring juga dengan pemulihan ekonomi nasional yang sedang berjalan dan upaya untuk menjaga kesinambungan fiskal.

Sehingga pembiayaan tahun 2023 yang defisitnya 2,61 persen sampai 2,85 persen diarahkan untuk kebijakan yang mendukung fiskal yang ekspansif, terarah dan terukur. Melakukan pengelolaan utang secara prudent dan sustainable. Mengendalikan tingkat risiko utang pada level yang aman dan terkendali. Kemudian untuk mendukung pendalaman pasar (financial deepening).

Semenatara itu, pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL) digunakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan antisipasi ketidakpastian. Pembiayaan tahun depan juga digunakan untuk mendorong efektifitas pembiayaan investasi untuk mendukung transformasi ekonomi. Mendorong inovasi pembiayaan dan pemberian PMN yang semakin selektif dengan mempertimbangkan kapasitas operasional dan kinerja keuangan BUMN serta kesinambungan fiskal. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

APBN 2023 Masih Defisit di Kisaran Minus 2,61 Persen PDB

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan postur APBN 2023 masih akan defisit. Hal ini sebagai konsekuensi atas kebijakan fiskal yang ekspansif dan terukur di tahun depan.

Defisit APBN akan diarahkan kembali di bawah 3 persen antara -2,61 persen sampai dengan -2,90 persen PDB.

Namun demikian, lanjut Sri Mulyani, pengelolaan pembiayaan untuk menutup financing gap tersebut akan dilakukan secara efisien, hati-hati/prudent, dan berkelanjutan (sustainable)

"Defisit dan rasio utang akan tetap dikendalikan dalam batas aman sekaligus mendorong keseimbangan primer yang positif," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/5/2022).

Sri Mulyani menjelaskan, kebijakan pembiayaan investasi akan terus dilakukan dengan memberdayakan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sovereign Wealth Funds (SWF), Special Mission Vehicle (SMV), dan Badan Layanan Umum (BLU) dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, UMKM, dan UMi.

 

3 dari 3 halaman

Peran Swasta

Pemerintah terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya.

Melalui akselerasi pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan reformasi fiskal maka diharapkan kebijakan fiskal 2023 tetap efektif mendukung pemulihan ekonomi namun tetap sustainable.

Hal tersebut akan terefleksi pada pendapatan negara yang meningkat dalam kisaran 11,19 persen sampai dengan 11,70 persen PDB, belanja negara mencapai 13,80 persen sampai dengan 14,60 persen PDB serta keseimbangan primer yang mulai bergerak menuju positif di kisaran -0,46 persen sampai dengan -0,65 persen PDB.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com