Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa ini berpeluang menguat meski dibayangi kekhawatiran inflasi dan resesi global.
Pada Selasa (28/6/2022), nilai tukar rupiah bergerak melemah 33 poin atau 0,22 persen ke posisi 14.830 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.797 per dolar AS.
Baca Juga
"Nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat hari ini terhadap dolar AS karena sentimen positif terhadap aset berisiko pagi ini di pasar Asia," kata Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara.
Advertisement
Ariston menyampaikan indeks saham Asia bergerak positif pagi ini, sama seperti pada awal pekan kemarin.
Optimisme pasar terhadap aset berisiko tersebut, lanjut Ariston, bisa membantu penguatan nilai tukar rupiah.
"Pergerakan dolar AS juga secara umum bergerak stabil dan sedikit tertekan terhadap nilai tukar utama dunia," ujar Ariston.
Meskipun demikian, rupiah juga masih rentan melemah karena faktor-faktor yang melemahkan seperti sentimen kenaikan suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (Fed), kekhawatiran inflasi, dan resesi belum hilang.
"Indonesia sendiri dihadapkan oleh kenaikan harga-harga pangan yang bisa menekan pertumbuhan ekonomi," kata Ariston.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak menguat ke arah 14.770 per dolar AS dengan potensi pelemahan di level Rp.830 per dolar AS.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BI Klaim Pelemahan Rupiah Tak Seburuk Ringgit Malaysia
Bank Indonesia (BI) mengklaim, pelemahan nilai tukar Rupiah atau Depresiasi masih lebih baik ketimbang sejumlah negara berkembang lainnya di tengah tekanan geopolitik dunia akibat konflik Rusia dan Ukraina.
Tercatat, nilai tukar Rupiah sampai dengan 22 Juni 2022 terdepresiasi sekitar 4,14 secara year to date (ytd).
Gubernur BI Perry Warjiyo bilang, capaian tersebut lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang kawasan Asia Selatan maupun Asia Tenggara. Seperti India 5,17 persen, Malaysia 5,44 persen, dan Thailand 5,84 persen.
"Depresiasi Rupiah masih lebih baik ketimbang mata uang sejumlah negara berkembang lainnya," ujarnya dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - Juni 2022, Kamis (23/6/2022).
Perry menjelaskan, depresiasi Rupiah tersebut sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global.
Â
Advertisement
Pasokan Valas
Sementara itu, pasokan valas domestik tetap terjaga dan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia tetap positif.
Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi kurs Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.
"Hal ini untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional," tutupnya.
Â