Sukses

DJP Gandeng Himbara Muluskan Reformasi Perpajakan

DJP bersama-sama Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia berkomitmen mendukung peningkatan kualitas layanan kepada wajib pajak.

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dalam hal ini PT Bank Mandiri (Persero),  PT Bank Negara Indonesia (Persero), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) menandatangani Perjanjian Kerja Sama tentang Interoperabilitas Data dan Layanan Perbankan Terkait Perpajakan Dalam Rangka Reformasi Perpajakan dan Pelaksanaan Konfirmasi Status Perpajakan Wajib Pajak.

Penandatangan dilakukan di Aula Chakti Buddhi Bhakti, Lantai 2 Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat DJP.

DJP bersama-sama Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia berkomitmen mendukung peningkatan kualitas layanan kepada wajib pajak terutama dari sisi kanal pembayaran pajak dan Konfirmasi Status Wajib Pajak dengan memanfaatkan teknologi dan informasi melalui interoperabilitas sistem dan integrasi data dan layanan.

Adapun ruang lingkup dalam perjanjian kerja sama ini meliputi pertukaran dan pemanfaatan data dan/atau informasi melalui penyediaan kanal pembayaran, interoperabilitas sistem data dan/atau informasi tertentu untuk mendukung layanan perbankan dan pelaksanaan tugas DJP, integrasi sistem data dan/atau informasi tertentu untuk mendukung layanan perbankan dan pelaksanaan tugas DJP, pengembangan kompetensi teknis, Konfirmasi Status Wajib Pajak, serta kegiatan lain sesuai kesepakatan bersama.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerja sama dari Himbara dalam hal ini ketiga bank tersebut selama ini.

“Kami berterima kasih karena Himbara dalam hal ini Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia terus mendukung reformasi perpajakan yang sedang kami lakukan,” kata Suryo.

Suryo berharap kerja sama ini dapat membantu DJP dan Kementerian Keuangan dalam mengamankan penerimaan negara dan menjadi barometer peningkatan layanan perbankan serta kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.

"Menyambut Hari Pajak tanggal 14 Juli 2022 mendatang, semoga ini merupakan kado dan awal masa depan reformasi perpajakan Indonesia yang lebih baik. Mari kita semua yang ada di sini, bergotong royong dan bangkit bersama pajak. Bersama kita wujudkan Indonesia Maju!” tutup Suryo.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Pajak Karbon Batal Dieksekusi 1 Juli 2022, Ini Alasan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan ditundanya penerapan pajak karbon. Semula, pajak karbon akan diterapkan mulai 1 Juli 2022 mendatang.

Sebelumnya, pajak karbon direncanakan berlaku mulai 1 April 2022. Kemudian, diundur lagi penerapannya pada 1 Juli 2022, kali ini pemerintah kembali menunda kebijakan ini.

"Kita di dalam peraturan dan regulasinya tetap kita susun, karena itu penting bahwa climate change merupakan concern yang penting bagi dunia dan terutama bagi kita sendiri," kata dia dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (27/6/2022).

Artinya, ia mengungkap penerapan ini akan melihat waktu yang tepat baik dari sisi dalam negeri maupun global. Salah satunya dipengaruhi dengan kondisi meningkatnya harga komoditas di sektor energi.

Ia menuturkan, pemerintah perlu menghitung penerapan pajak karbon tersebut. Sri Mulyani memandang penerapan kebijakan ini perlu membawa dampak yang positif.

"Hal-hal seperti ini harus kita kalkulasi secara sangat hati-hati terhadap policy-policy yang menyangkut energi termasuk di dalamnya pajak karbon. Kita akan terus rumuskan," terangnya.

3 dari 3 halaman

Hambat Laju Ekonomi

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan, alasan penundaan penerapan pajak karbon karena lonjakan harga komoditas energi dan pangan dalam beberapa waktu ini. Kenaikan harga ini menghambat laju pertumbuhan ekonomi global.

"Saat ini, fokus utama pemerintah adalah menjaga perekonomian nasional dari rambatan risiko global yang salah satunya adalah peningkatan harga komoditas energi dan pangan global seiring terjadinya perang di Ukraina yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik," ujar Febrio dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (24/6/2022).

Meski demikian, Pajak karbon tetap akan dikenakan pertama kali pada badan yang bergerak di bidang PLTU batu bara dengan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi pada tahun 2022 sesuai amanat UU HPP. Pajak Karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Selain itu, Pemerintah juga tetap menjadikan penerapan Pajak Karbon pada tahun 2022 sebagai capaian strategis (deliverables) yang menjadi contoh dalam pertemuan tingkat tinggi G20. Di antaranya melalui mekanisme transisi energi (Energy Transition Mechanism/ETM) fen9 memensiunkan dini PLTU Batubara (phasing down coal).

"Dan di sisi lain mengakselerasi pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonominya," jelas Febrio.