Sukses

Harga TBS Amburadul, Petani Sawit Desak DMO dan DPO Segera Dihapus

kebijakan DMO dan DPO serta flush out (FO) ini dinilai menjadi biang kerok lambatnya ekspor CPO dan anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit.

Liputan6.com, Jakarta Petani sawit terus mendesak pemerintah untuk menghapuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Sebab, kebijakan DMO dan DPO serta flush out (FO) ini dinilai menjadi biang kerok lambatnya ekspor CPO dan anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, saat ini harga rata-rata TBS berada dikisaran Rp 845 per kg untuk petani nonmitra dan Rp 1.441 per kg untuk petani mitra. Harga TBS bagi petani yang bermitra dengan produsen sawit ini pun masih berada di bawah harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan.

"Begitu tragisnya nasib petani sawit saat ini, hari demi hari (harga TBS) terus berkurang," kata dia dikutip Rabu (29/6/2022).

Gulat menjelaskan selama ini mekanisme perhitungan harga TBS sawit di Indonesia tidak pernah menggunakan komponen biaya produksi atau harga pokok produksi (HPP), melainkan dengan melihat hasil tender internasional di Rotterdam, yang kemudian ditender di dalam negeri.

"Harga tender di dalam negeri sangat mencengangkan yaitu hanya Rp 8.000, sedangkan harga tender CPO internasional itu mencapai Rp 20.400," tutur dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

 

2 dari 4 halaman

Imbas DMO dan DPO

Menurut Gulat, perbedaan harga TBS di dalam negeri dan internasional ini disebabkan oleh sejumlah aturan yang ditetapkan pemerintah seperti DMO dan DPO.

"Itu karena beban DMO, DPO, FO, BK dan PE, ini semuanya beban. Maka tergerus lah harga dari Rp 20.400 menjadi Rp 8.000. Ini sangat mencengangkan. Jadi harga CPO dunia ketika ditender di Indonesia anjlok lebih dari 60 persen," jelasnya.

Oleh sebab itu, petani berharap pemerintah segera menghapuskan 'beban-beban' yang selama ini membuat harga TBS petani anjlok. Setidaknya, ada dua beban yaitu DMO dan DPO yang bisa segera dihapuskan agar bisa kembali mengerek harga TBS petani di dalam negeri.

"Jadi kalau dibilang anjloknya harga TBS itu karena apa? ya karena beban-beban tadi. Kalau untuk BK (Bea Keluar) dan PE (Pungutan Ekspor) kami setuju tetap dilanjutkan. Tapi kalau untuk yang 3 beban (DMO, DPO dan FO) itu harus dihapus. Itulah salah satunya cara untuk mendongkrak harga TBS petani. Jadi bukan malah membebani TBS petani dengan berbagai pungutan," tutup dia.

3 dari 4 halaman

Mendag Janji Beri Kuota Ekspor CPO bagi Produsen Sawit, Ini Syaratnya

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyatakan akan ada kompensasi bagi produsen minyak goreng yang membantu pemerintah menyiapkan minyak goreng kemasan sederhana. 

Hal ini disampaikan oleh Mendag Zulkifli Hasan saat menerima audiensi asosiasi produsen minyak goreng di Kementerian Perdagangan, Senin (27/6/2022) di Jakarta.

Kompensasi tersebut berupa pemberian kuota ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

"Sebagai kompensasi, akan diberikan kuota ekspor CPO kepada produsen sawit yang mendukung program migor kemasan sederhana ini," kata Zulkifli Hasan.

Dengan dibukanya Keran ekspor CPO ini, maka kebutuhan produsen akan CPO akan meningkat dan tentunya juga akan berdampak pada kebutuhan produsen akan Tandan Buah Segar dari petani sawit pemerintah.

"Kalau stok CPO di produsen tersalurkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor, maka Tandan Buah Segar sawit petani akan lebih terserap. Harga juga akan membaik,"

"Akan tetapi kebutuhan dalam negeri tetap diutamakan. Ada skema yang akan mengatur itu," tegas Mendag.

Mendag Zulkilfi Hasan pun secara tegas meminta pengusaha ataupun produsen minyak goreng agar membeli sawit petani rakyat paling tidak Rp 1.600 per kg. Seperti arahan pemerintah yang diputuskan dalam rapat koordinasi bersama Menkomarves.

4 dari 4 halaman

Asosiasi Mendukung Penuh Langkah Mendag

Menanggapi ini, Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) mengaku sangat mendukung rencana Kementerian Perdagangan menyediakan minyak goreng rakyat kemasan sederhana yakni 'Minyak Kita'.

Hal ini disampaikan Ketua AIMMI, Adiwisoko Kasman yang menyebut mendukung pihaknya full power akan mendukung program minyak kemasan dengan harga Rp 14.000/liter tersebut.

"Rapat kali ini rasanya beda, pak menterinya senyum manis begitu. Jadi ini yang luar biasa, kita juga merasa tenang, tidak ada rasa tegang. Semua yang hadir di sini sudah pasti kami akan full power, semua akan membantu realisasi minyak goreng kemasan sederhana ini," jelas Adiwisoko Kasman

Selain itu, Ia pun menyebut rencana kebijakan yang sedang dikejar realisasi oleh Mendag Zulkifli Hasan ini sudah tepat.

"Ini sudah betul kebijakan yang dikeluarkan, ya semua program biasa ada penyesuaian dengan perkembangan," lanjut Adiwisoko

Hanya saja, Adiwisoko Kasman meminta kepastian bahwa minyak goreng kemasan sederhana dengan harga Rp 14.000/ liter ini hanya 'Minyak Kita'.

"Tapi kita mesti ada satu kepastian bahwa fiks hanya satu yaitu 'Minyak Kita'. Saya sangat setuju. Dengan catatan yaitu harus SNI sesuai dengan aturan main. Saya rasa itu bagus sekali," tambahnya.

Menurutnya, kepastian ini penting agar tidak membuka kemungkinan pihak tidak bertanggungjawab berlaku curang dan main harga.

"Kalau branded kemasan sederhana bisa disalah gunakan. Bisa ada oknum yang naikin harga, kalau 'Minyak Kita' jelas, yang nakal main naikin harga bisa ditindak." Tutup Adiwisoko Kasman.Â