Sukses

Catatan Pengusaha Agar Indonesia Bisa Jadi Pemain Utama Kendaraan Listrik di Dunia

Indonesia belum memiliki SDM yang khusus untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dan baterai.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terus membangun ekosistem kendaraan listrik. Target pemerintah, Indonesia bisa jadi produsen kendaraan listrik berbasis baterai terbesar di dunia. 

Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menjelaskan, Indonesia perlu membangun sumber daya manusia (SDM) unggulan untuk membangun ekosistem kendaraan listrik. Sektor pendidikan ini menjadi tantangan utama setelah mempersiapkan manufaktur.

"Dari sisi pendidikan ini jadi kunci dan tantangan juga. Kita mulaui rencanakan sektor manufakturnya, sedangkan yang mau kerja juga harus disiapkan. Vokasi jadi penting dan perlu kerja sama," kata Arsyad dalam Webinar: Ambisi Indonesia Kebangkitan Ekosistem Baterai Kendaraan, Jakarta, Rabu (29/6/2022).

Arsyad menilai pemerintah tidak boleh mengesampingkan hal ini. Kemampuan SDM juga harus disiapkan, semisal keahlian mekanikal yang spesifik dibutuhkan pasar tenaga kerja masa depan.

"Skill yang dibutuhkan spesifik sesuai yang dibutuhkan industri. Ini penting sekali karena tanpa manusianya, kita tidak bisa jalan," kata dia.

Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengakui saat ini Indonesia belum memiliki SDM yang khusus untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dan baterai. Semua yang terlibat saat ini masih dalam tahapan belajar.

"Kalau SDM kita ditanyakan ini ada di ekosistem EV ini, memang belum ada, saya juga masih belajar," kata dia.

Untuk itu, dia menilai pentingnya bekerja sama langsung dengan pemilik teknologi agar ada transfer keahlian. Di sisi lain perlu juga terbangun kerja sama dengan perusahaan swasta nasional, badan riset hingga lembaga pendidikan.

Menurutnya saat ini banyak penelitian yang dilakukan kampus-kampus unggulan yang bagus. Hanya saja masih perlu peningkatan kemampuan untuk bisa sejajar dengan kebutuhan industri.

"Kita bukan dari keilmuan saja tapi skill up dengan teknologi jadi untuk menjadi komersil," kata dia.

Ini sangat penting bagi Indonesia, agar tidak selalu mengimpor tenaga ahli dari luar negeri. Sementara anak bangsa hanya menjadi penonton saja. "Jalur itu harus dilakukan kalau tidak nanti kita jadi penonton saja," ungkapnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Jembatan Dunia Pendidikan

Wakil Rektor Riset dan Transfer Teknologi BINUS, Tirta Nugraha Mursitama menyebut sudah banyak riset yang dilakukan di berbagai perguruan tinggi. Hanya saja penelitian tersebut baru bisa dilakukan untuk skala kecil.

"Riset kita banyak tapi skala lab sudah siap," kata dia.

Menurutnya, tinggal pengusaha yang turun gunung untuk menjadi jembatan dunia pendidikan dengan industri. Pengusaha dan para peneliti perlu duduk bersama untuk menyatukan prinsip dalam menciptakan produk dari hasil penelitian yang bisa dikomersilkan lewat industri.

"Makanya perlu fungsi transfer teknologi di office. Perusahaan perlu cek-cek penelitian yang dilakukan di kampus-kampus," pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Jokowi Ajak Negara G7 Investasi Sektor Energi Bersih di Indonesia

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengajak negara-negara G7 untuk berkontribusi memanfaatkan peluang investasi di sektor energi bersih di Indonesia. Salah satunya, pengembangan ekosistem mobil listrik.

Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri KTT G7 sesi working lunch dengan topik perubahan iklim, energi, dan kesehatan di Elmau, Jerman, Senin, (27/6/2022). KTT ini dihadiri oleh pemimpin dari negara mitra G7.

"Terutama peluang investasi di sektor energi bersih di Indonesia, termasuk pengembangan ekosistem mobil listrik dan baterai litium," kata Jokowi dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Senin.

Menurut dia, potensi Indonesia sebagai kontributor energi bersih, baik di dalam perut bumi, di darat, maupun di laut, sangat besar. Indonesia membutuhkan investasi besar dan teknologi rendah karbon untuk mendukung transisi menuju energi bersih yang cepat dan efektif.

"Indonesia membutuhkan setidaknya 25-30 miliar USD untuk transisi energi 8 tahun ke depan. Transisi ini bisa kita optimalkan sebagai motor pertumbuhan ekonomi, membuka peluang bisnis, dan membuka lapangan kerja baru," tutur dia.

Jokowi juga menyampaikan bahwa Indonesia dan juga negara-negara berkembang lainnya memiliki risiko perubahan iklim sangat nyata. Terlebih, Indonesia adalah negara kepulauan dengan 17.000 pulau.

Risikonya bukan hanya mengganggu kesehatan, namun juga membuat petani dan nelayan dalam kesulitan. Untuk itu, Indonesia mengharapkan dukungan dari negara-negara anggota G7.

"Dukungan semua negara G7 di Presidensi Indonesia di G20 sangat kami harapkan. Sampai bertemu di Bali. Terima kasih," tutur Jokowi.

Â