Liputan6.com, Jakarta Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,6 persen di 2022. Serta, 5,8 persen pada 2023.
Fitch Ratings menaksir pertumbuhan ekonomi yang cukup besar ini ditopang dari membaiknya aktivitas ekonomi masyarakat. Artinya, dampak dari pandemi Covid-19 berangsur hilang.
Baca Juga
"Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mencapai 5,6 persen pada 2022 dan 5,8 persen pada 2023, didorong oleh aktivitas ekonomi di sektor jasa yang mulai pulih setelah sempat terdampak pandemi Covid-19," seperti dikutip, Kamis (30/6/2022).
Advertisement
Pemulihan juga didukung olehbkuatnya net ekspor yanh dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas global. Bahkan, capaian ini meningkat drastis dari sebelumnya
"Hingga Mei 2022, ekspor Indonesia selama 12 bulan terakhir mengalami peningkatan sebesar 43 persen dibandingkan periode sebelumnya," seperti tertulis.
Prospek kestabilan ekonomi makro Indonesia juga ditopang oleh adanya peringkat rating terkait tang Indonesia. Hasilnya, masih tetap stabil.
"Lembaga Pemeringkat Kredit Fitch Ratings kembali mempertahankan peringkat (rating) kredit Indonesia pada posisi BBB outlook stable di tengah eskalasi tekanan global. Hasil penilaian Fitch Ratings tersebut menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini cukup kuat," seperti tertulis.
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ditopang UU Cipta Kerja
Sementata itu, pada 2023 mendatang, pertumbuhan ekonomi akan menfspai 5,8 persen. Salah satunya peran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Di 2023, Fitch Ratings memproyeksikan perekonomian akan tumbuh 5,8 persen, didukung oleh implementasi UU Cipta Kerja dan program pembangunan infrastruktur," tulisnya.
Kendati masih ada prediksi sejunlah hambatan yang bisa berpengaruh pada melambatnya pertumbuhan ekonimi.
"Namun demikian, Fitch Ratings menilai bahwa Indonesia masih dibayangi oleh risiko perlambatan pertumbuhan global akibat percepatan pengetatan kebijakan moneter," katanya.
Â
Advertisement
Naikkan Suku Bunga
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) dianjurkan segera menaikan suku bunga acuan yang kini masih anteng di level 3,50 persen. Langkah menaikkan suku bunga acuan ini guna meredam tekanan inflasi dan ancaman krisis ekonomi global yang makin mengintai.
Untuk diketahui, beberapa bank sentral negara maju telah menaikkan bunga acuan untuk menahan laju inflasi. Salah satunya adalah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed) yang telah menaikan suku bunga acuannya sebesar 150 basis poin (bps) pada Juni 2022. Kenaikan agresif itu akan berlanjut pada Juli mendatang, yakni antara 50-75 bps.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun mendorong KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) untuk melakukan beberapa kebijakan dalam jangka pendek.
Seperti, melakukan stress test terhadap perbankan, asuransi dan lembaga keuangan lain. Terutama berkaitan dengan dampak resesi di AS, keluarnya modal asing, dan kenaikan suku bunga The Fed yang eksesif.
"Segera menaikkan suku bunga 50 bps sebagai langkah pre-emptives hadapi tekanan inflasi di semester ke II 2022," kata Bhima kepada Liputan6.com, Minggu (26/6/2022).
Â
Perbaiki Jaring Pengaman
Selanjutnya, KSSK juga dinilai perlu memperbaiki jaring pengaman sistem keuangan, terutama pada skenario bail in.
Kemudian, Bhima juga mendorong adanya penambahan negara mitra local currency settlement (LCS), dan lalu pemberian insentif lebih besar bagi pelaku susaha ekspor agar menukar devisa dolar AS dengan rupiah.
"Tingkatkan serapan investor domestik dalam SBN (Surat Berharga Negara) untuk cegah volatilitas akibat keluarnya investor asing di pasar obligasi," pungkas Bhima.
Advertisement