Liputan6.com, Jakarta Komisi VI DPR RI menyetujui kucuran modal bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) tunai. Jumlahnya mencapai Rp 4,1 triliun.
Persetujuan ini dilontarkan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohammad Hekal dalam Rapat Kerja dengan Menteri BUMN Erick Thohir, Senin (4/7/2022).
Baca Juga
"Komisi VI DPR RI menyetujui usulan Penyertaan Modal Negara tunai tahun 2023," kata Hekal.
Advertisement
Ia turut membacakan kesimpulan rapat yang menyetujui kucuran dana tersebut untuk penambahan modal untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
"PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 4.100.000.000.000 (empat triliun seratus miliar rupiah) yang akan dgunakan dalam rangka memenuhi setoran modal porsi Indonesia untuk penambahan pembiayaan proyek KCJB," tutur Hekal.
Untuk diketahui, penyetujuan usulan ini berbarengan dengan 9 BUMN lainnya. Sehingga secara total Komisi VI DPR RI menyetujui 10 perusahaan pelat merah mendapatkan kucuran PMN.
Total PMN yang diberikan kepada 10 perusahaan ini mencapai Rp 73,26 triliun. Dibagi menjadi PMN Tunai Rp 69,82 triliun, dan PMN non-tunai sebesar Rp 3,44 triliun.
Â
Suntikan Modal
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) mengatakan mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan pemerintah, hal itu merupakan solusi yang diberikan negara berupa suntikan modal pada BUMN sponsor KCJB.
"Proyek KCJB, 75 persen dibiayai lewat pinjaman dari CDB, 25 persen dari ekuitas melalui PSBI 60 persen dan BUMN China 40 persen," ujar Dwiyana, dikutip Jumat (11/2/2022).
"Akibat adanya pandemi Covid-19, 4 BUMN sponsor Indonesia sampai dengan bulan April 2021 belum bisa melakukan setoran modal secara penuh sehingga pemerintah memutuskan untuk menyuntikan PMN kepada PT KAI yang kini menggantikan WIKA sebagai leading sponsor. Pada 31 Desember 2021, PT KAI telah melakukan setoran modal kepada KCIC lewat PT PSBI selaku konsorsium BUMN Indonesia untuk proyek KCJB," lanjut dia.
Adapun suntikan PMN kepada PT KAI tersebut saat ini digunakan untuk berbagai kebutuhan yang bersifat urgent dalam upaya percepatan pelaksanaan proyek seperti pembayaran sewa BMN Rumija Tol dan penggantian PBB Jasa Marga, biaya penyambungan UJL PLN, investasi untuk implementasi GSM-R, pembayaran progres pekerjaan kepada kontraktor dan konsultasi supervisi, asuransi, pajak, dan material offshore penting.
Â
Advertisement
Tak Berubah
Dwiyana menjelaskan, meskipun proyek KCJB ini melibatkan APBN melalui PMN, skema bisnis KCJB tidak berubah dari B2B jadi B2G. Dwiyana mengatakan kalau PMN yang disuntikan untuk KCJB adalah berupa suntikan modal untuk PT KAI sebagai BUMN Sponsor KCJB.
"Skema proyek tidak berubah. PMN digunakan lebih untuk kebutuhan setoran modal PT KAI ke PSBI, PSBI ke KCIC, jadi skema projectnya masih B2B tidak B2G," tegas Dwiyana.
Menjawab pertanyaan mengenai cost overrun, Dwiyana menyebut total cost overrun yang terjadi pada project KCJB masih dalam tahap review oleh BPKP. Meski begitu saat ini pihaknya masih terus berupaya melakukan efisiensi.
"Berapa total cost overrun tersebut belum dapat Kami sampaikan karena sampai saat ini masih dalam tahap review oleh BPKP. Kami masih terus berproses menemukan biaya yang akan diefisiensikan," jawabnya.
Hasil dari review BPKP kemudian akan disetorkan kepada Komite Kereta Cepat yang diketuai oleh Menko Marvest dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, dan Menteri BUMN. Hasilnya nanti akan menjadi hitungan final dari cost overrun tersebut.
Untuk menutupi cost overrun, Dwiyana mengaku bahwa hingga saat ini pembiayaan cost overrun diambil dari ekuiti seperti yang tertera pada kesepakatan kedua pihak. Meski begitu, Dwiyana mengatakan pihaknya terus melakukan simulasi terkait pendanaan untuk diusulkan kepada shareholder.
Â
Review BPKP
Terpisah, Juru Bicara Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Eri Satriana mengaku pihaknya telah diminta oleh Kementerian BUMN untuk melakukan audit terkait cost overrun dari proyek KCJB.
"Untuk penghitungannya sendiri, BPKP hanya melakukan cost overrun untuk biaya pembangunan saja, sedangkan biaya operasional setelah kereta cepat beroperasi nantinya tidak termasuk dalam biaya cost overrun," kata Eri saat berbincang dengan Liputan6.com.
Menurut catatannya, angka cost overrun saat ini sebesar USD 1.176 miliar. Angka ini setara dengan Rp 16,8 triliun.
"Angka cost overrun tercatat 16.8 Triliun," kata dia.
Terkait hal ini, Eri mengaku telah memberikan rekomendasi kepada Kementerian BUMN untuk bisa melakukan penyesuaian cost overrun proyek KCJB.
"BPKP juga sudah menyerahkan rekomendasi kepada Kementerian BUMN untuk dapat menyesuaikan cost overrun sesuai dengan reviu yang telah dilakukan. Terkait apakah sudah dikonsultasikan silakan dikonfirmasi kepada pihak yang meminta penugasan menghitung biaya cost overun kepada BPKP. Karena BPKP berkewajiban memberikan hasil reviu kepada pihak yang meminta," papar Eri.
Advertisement