Liputan6.com, Jakarta - Di tengah krisis ekonomi terburuk dalam lebih dari 70 tahun, Sri Lanka mengungkapkan terjadi kekurangan BBM di wilayahnya.
Menteri energi Sri Lanka Kanchana Wijesekera telah mengeluarkan peringatan atas stok bahan bakar negara itu yang hampir mengering.
Dikutip dari BBC, Selasa (5/7/2022) Wijesekera mengatakan bahwa Sri Lanka hanya memiliki cukup BBM yang tersisa kurang dari sehari di bawah permintaan reguler.
Advertisement
Wijesekera mengatakan kepada wartawan bahwa negara itu memiliki 12.774 ton solar dan 4.061 ton bensin yang tersisa dalam cadangannya.
"Pengiriman bensin berikutnya diharapkan antara 22 dan 23 (Juli)," terangnya.
Pekan lalu, Sri Lanka menangguhkan penjualan bensin dan solar untuk kendaraan yang tidak penting karena kesulitan membayar impor seperti bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.
Pengiriman solar ke Sri Lanka diperkirakan akan tiba pada akhir pekan, namun Wijesekera memperingatkan bahwa negara itu tidak memiliki cukup uang untuk membayar impor bahan bakar dan minyak mentah yang direncanakan.
Dijelaskannya, bank sentral Sri Lanka hanya dapat memasok pembelian bahan bakar senilai USD 125 juta, jauh lebih sedikit dari USD 587 juta yang dibutuhkan untuk pengiriman terjadwalnya.
Di tambah lagi, Sri Lanka sudah berhutang USD 800 juta atau setara Rp. 12 triliun kepada tujuh pemasok bahan bakar untuk pembelian yang dilakukan awal tahun ini.
Kegiatan Industri Tekstil di Sri Lanka Terhambat Akibat Kekurangan Pasokan
Diketahui bahwa Seri Lanka, dengan penduduk 22 juta menghadapi krisis ekonomi terburuk karena kekurangan mata uang asing yang cukup untuk membayar impor barang-barang penting.
Kekurangan akut bahan bakar, pangan dan obat-obatan telah mendorong biaya hidup di Sri Lanka ke rekor tertinggi, di mana banyak orang bergantung pada kendaraan bermotor untuk mata pencaharian mereka.
Krisis ekonomi juga memicu protes jalanan yang disertai kekerasan.
Pada Mei 2022, Sri Lanka gagal melakukan pembayaran utang luar negerinya untuk pertama kali dalam sejarahnya.
Wartawan bisnis BBC India, yakni Archana Shulka mengatakan bahwa industri di Sri Lanka yang digerakkan oleh ekspor, seperti tekstil dan pakaian jadi, telah dibantu oleh pemerintah untuk tetap berjalan karena ekonomi perlu memperoleh devisa dalam jumlah yang signifikan.
Namun, pasokan bahan bakar yang dibutuhkan untuk menggerakkan logistik menghadapi kekurangan.
Industri IT, yang masih berkembang di Sri Lanka, juga sangat terpengaruh karena perusahaan-perusahaan di sana menghadapi pemadaman listrik dan pemadaman internet.
Advertisement
Bank Dunia Ramal Ekonomi Sri Lanka Kontraksi 7,8 Persen Tahun Ini
Sri Lanka menjadi salah satu sederet negara yang diprediksi Bank Dunia akan melihat kontraksi tajam tahun ini.
Dilansir dari laman worldbank.org, laporan terbaru Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospects memproyeksikan ekonomi Sri Lanka akan mengalami kontraksi 7,8 persen.
Kontraksi pada ekonomi Sri Lanka juga diprediksi masih akan terjadi di 2023 mendatang, hingga -3,7 persen.
Laporan Global Economic Prospects memproyeksikan ekonomi global hanya akan tumbuh 2,9 persen tahun ini, lebih kecil dari 5,7 persen pada 2021.
Angka tersebut 1,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan pada Januari 2022.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan berada di sekitar level 3 persen pada tahun 2023 hingga 2024 mendatang.