Sukses

IMF: Kemungkinan Resesi Ekonomi Global Tidak Terelakkan

Dana Moneter Internasional (IMF) emperingatkan risiko resesi ekonomi global di tahun 2022 dan 2023 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan prospek ekonomi global telah "gelap secara signifikan" sejak April 2022 dan dia tidak dapat mengesampingkan kemungkinan resesi global tahun depan mengingat risiko yang meningkat.

Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (7/7/2022) Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan bahwa IMF akan menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global  3,6 persen dalam beberapa pekan mendatang. 

Ini menandai penurunan proyeksi ekonomi ketiga oleh IMF di tahun 2022.

IMF diperkirakan akan merilis perkiraan terbarunya untuk ekonomi global 2022 dan 2023 pada akhir Juli mendatang, setelah memangkas perkiraannya hampir satu poin persentase penuh pada bulan April.

"Prospek sejak pembaruan terakhir kami pada bulan April telah menjadi gelap secara signifikan," kata Georgieva dalam sebuah wawancara, mengutip inflasi yang meluas, kenaikan suku bunga yang lebih substansial, perlambatan ekonomi China, serta meningkatnya sanksi terkait perang Rusia-Ukraina.

"Risiko (resesi) telah meningkat sehingga kami tidak dapat mengesampingkannya," ungkapnya. 

Data ekonomi baru-baru ini menunjukkan beberapa negara ekonomi besar, termasuk China dan Rusia, telah mengalami kontraksi pada kuartal kedua, kata Georgieva.

"Ini akan menjadi tahun 2022 yang sulit, tetapi mungkin bahkan 2023 lebih sulit," imbuhnya. 

"Risiko resesi meningkat pada 2023," sebut Georgieva.

Ketua The Fed Jerome Powell bulan lalu mengatakan bank sentral AS berkomitmen penuh untuk mengendalikan harga bahkan jika hal itu berisiko terhadap penurunan ekonomi.

Sementara itu, Georgieva mengatakan pengetatan kondisi keuangan yang lebih lama akan memperumit prospek ekonomi global, tetapi sangat penting untuk mengendalikan lonjakan harga.

2 dari 3 halaman

Ramalan Nomura: AS, Inggris, Eropa Hingga Jepang Bakal Resesi 12 Bulan Kedepan

Kepala ekonom di perusahaan keuangan jepang Nomura, Rob Subbaraman meramal bahwa sejumlah negara ekonomi besar di dunia akan jatuh ke dalam resesi dalam 12 bulan ke depan, karena bank sentral bergerak untuk secara agresif memperketat kebijakan moneter untuk melawan lonjakan inflasi. 

Pernyataan Subbaraman menandai ramalan terbaru dari banyak prediksi bank-bank besar di dunia terkait resesi ekonomi.

"Saat ini bank sentral, banyak dari mereka telah beralih ke mandat tunggal, dan itu untuk menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter adalah aset yang terlalu berharga untuk hilang. Jadi mereka akan menjadi sangat agresif," kata Subbaraman, yang juga merupakan kepala riset pasar global Asia ex-Japan, dikutip dari CNBC International Selasa (5/7/2022). 

"Itu berarti kenaikan tarif muatan depan. Kita sudah memperingatkan selama beberapa bulan tentang risiko resesi. Sekarang kita melihat banyak negara maju yang benar-benar bakal jatuh ke dalam resesi," ujarnya kepada CNBC Street Signs Asia.

Selain Amerika Serikat, Nomura juga memperkirakan resesi akan terjadi di negara-negara Eropa atau zona euro, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Kanada tahun depan.

Subbaraman menyebut, bank-bank sentral di seluruh dunia mempertahankan kebijakan moneter yang longgar terlalu lama, dengan harapan inflasi akan bersifat sementara.

"Satu hal lagi yang saya tunjukkan bahwa, ketika ada banyak ekonomi yang melemah, Anda tidak dapat mengandalkan ekspor untuk pertumbuhan. Itulah alasan lain mengapa kita menganggap risiko resesi ini sangat nyata dan kemungkinan akan terjadi," jelasnya. 

3 dari 3 halaman

Ekonom Bank Dunia Ragu Ekonomi Global Bisa Berkelit dari Resesi

Kepala ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart skeptis atau meragu jika Amerika Serikat dan ekonomi global dapat menghindari resesi.

Adanya lonjakan inflasi, kenaikan suku bunga yang tajam dan perlambatan pertumbuhan di China jadi penyebab keraguan tersebut.

Dikutip dari Channel News Asia, Kamis (30/6/2022) Reinhart mengakui bahwa mengurangi inflasi dan merancang soft landing pada saat yang sama merupakan tugas yang berat.

"Yang mengkhawatirkan semua orang adalah bahwa semua risiko menumpuk pada sisi negatifnya," kata Reinhart dalam wawancara jarak jauh, mengutip serangkaian guncangan dan langkah Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga.

"Saya cukup skeptis. Pada pertengahan 1990-an, di bawah Ketua ( The Fed) (Alan) Greenspan, kami mengalami soft landing, tetapi kekhawatiran inflasi pada saat itu sekitar 3 persen, bukan sekitar 8,5 persen. Ini tidak seperti Anda dapat menunjukkan banyak episode pengetatan The Fed yang signifikan yang belum berdampak pada perekonomian," ungkap dia ketika ditanya apakah resesi dapat dihindari di Amerika Serikat atau secara global.

Bank Dunia bulan ini memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global hampir sepertiga menjadi 2,9 persen untuk tahun 2022 ini. 

Lembaga keuangan internasional itu memperingatkan bahwa perang Rusia-Ukraina telah menambah kerusakan yang terjadi akibat pandemi Covid-19, dan banyak negara sekarang menghadapi resesi.

Selain itu, Bank Dunia juga mengatakan pertumbuhan global bisa turun menjadi 2,1 persen pada 2022 dan 1,5 persen pada 2023, mendorong pertumbuhan per kapita mendekati nol, jika risiko penurunan terwujud.

"The Fed seharusnya bertindak - dan saya sudah mengatakan ini sejak lama - lebih cepat daripada nanti dan lebih agresif. Semakin lama Anda menunggu, semakin keras tindakan yang harus Anda ambil," pungkas Reinhart.